Laporan Pendahuluan TETANUS Terbaru 2021
Tuesday, 30 July 2019
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tetanus ?
2. Apa sajakah klasifikasi tetanus ?
3. Apa sajakah etiologi/faktor yang menyebabkan terjadinya tetanus ?
4. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya tetanus ?
5. Apasajakah tanda dan gejala/manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh tetanus ?
6. Apasajakah komplikasi yang ditimbulkan dari tetanus ?
7. Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
8. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien tetanus ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan tetanus
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari tetanus.
b. Mengetahui klasifikasi dari tetanus.
c. Mengetahui etiologi dari tetanus.
d. Memahami patofisiologi dari tetanus.
e. Mengetahui manifestasi kinis dari klien dengan tetanus.
f. Mengetahui WOC dari tetanus.
g. Mengetahui penatalaksanaan yang harus diberikan pada kien dengan tetanus.
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus.
i. Mengetahui komplikasi dari tetanus.
j. Memahami proses keperawatan pada klien dengan tetanus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS TETANUS
1. Pengertian Tetanus
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan ( http://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus ). pukul 7.37 (27/10/2014)
Tetanus atau Lockjaw adalah penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oeh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani yang timbu jika kuman masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan setangga , infeksi gigi, infeksi telinga , bekas suntikan , pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan , spasme dari otot bergaris (Penyakit Infeksi Tropic Pada Anak).
Tetanus suatu penyakit yang tragis, tidak saja karena , keparahannya, tetapi karena ia dapat dicegah seluruhnya dengan imunisasi yang tepat. Di Amerika Serikat pada daerah pedesaan atau bila imunisasi anak tidak dilakukan secara rutin. Organism yang bertanggung jawab (Clostridium Tetani) merupakan b atang gram positif, anaerobic yang membentuk spora , yang tersebar dimana-mana di dalam lingkungan. (BUKU AJAR BEDAH Bagian 1 , Sabiston 1992 : EGC (Jakarta) hal 219-220)
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh aksi toksin tetanus, dirilis infeksi berikut oleh bakteri Clostridium tetani. spora tetanus yang hadir di tanah atau pupuk kandang dan dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui luka tusuk, membakar atau pati - yang mungkin tidak diketahui. Tetanus neonatal disebabkan oleh infeksi dari stumb pusar bayi. bakteri tumbuh anaerobbically di lokasi cedera dan memiliki anincub periode asi antara empat dan 21 hari (paling sering sekitar sepuluh hari). (Tetanus: the green book, chapter 30 From: (Public Health England , Immunisation against infectious disease and Tetanus: guidance, data and analysis: 20 March 2013)
Tetanus, juga disebut kejang mulut, adalah infeksi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Meskipun bakteri ini terutama sering terjadi pada tanah dan pupuk kandang dari peternakan, mereka dapat ditemukan hampir di mana saja. Mereka tinggal di tanah kebun pinggiran kota dan di perairan kotor banjir. Mereka juga mengkontaminasi debu di kota-kota: by Harvard Medical School ).
Tetanus, biasa disebut kejang mulut, adalah penyakit bakteri yang mempengaruhi sistem saraf. Hal ini dikontrak melalui luka yang terkontaminasi dengan bakteri tetanus. Bakteri dapat masuk melalui bahkan cocokan peniti kecil atau goresan, tapi luka tusukan yang dalam atau pemotongan seperti yang dibuat oleh paku atau pisau sangat rentan terhadap infeksi tetanus. Bakteri tetanus hadir di seluruh dunia dan biasanya ditemukan di dalam tanah, debu dan kotoran. Infeksi tetanus dapat menyebabkan kejang otot parah dan "mengunci" rahang sehingga pasien tidak dapat membuka / nya mulutnya atau menelan. Tetanus tidak menular dari orang ke orang (www.cdph.ca.gov/HEALTHINFO/Tetanus). pukul 10.25/ 27/10/14
Sejarah penyakit ini telah dikenal sejak zaman Hipokrates. Pada abad II Areanus the Cappadocian melaporkan gambaran klinis tetanus, kemudian selama berabad-abad penyakit ini jarng disebutkan . pada tahun 1884 , Carle dan Rattone menggaambarkan transmisi tetanus pada kelinci percobaan.
Kristato (1889) pertama kali mengisolasi Clostridium Tetani . setahun kemudian bersama dengan Von Behring melaporkan adanya anti toksin spesifik pada serum binatang dengan toksin tetanus. Pada tahun 1926 , mulai dikembangkan toksoid yang dapat merangsang imunitas.
Tetanus yang sungguh sudah dikenal oleh orang-orang yang dimasa lalu, yang dikenal karena hubungan antara luka-luka dan kekejangan-kekejangan otot fatal. Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier mengisolasi toksin tetanus yang seperti strychnine dari tetanus yang hidup bebas, bakteri lahan anaerob.
Etiologi dari penyakit itu lebih lanjut diterangkan pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang mempertunjukkan sifat mengantar tetanus untuk pertama kali. Mereka mengembangbiakan tetanus di dalam tubuh kelinci-kelinci dengan menyuntik syaraf mereka di pangkal paha dengan nanah dari suatu kasus tetanus manusia yang fatal di tahun yang sama tersebut.
Pada tahun 1889, C.tetani terisolasi dari suatu korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang kemudiannya menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika disuntik ke dalam tubuh binatang-binatang, dan bahwa toksin bisa dinetralkan oleh zat darah penyerang kuman yang spesifik.
Pada tahun 1897, Edmond Nocard menunjukkan bahwa penolak toksin tetanus membangkitkan kekebalan pasif di dalam tubuh manusia, dan bisa digunakan untuk perlindungan dari penyakit dan perawatan. Vaksin lirtoksin tetanus dikembangkan oleh P.Descombey pada tahun 1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II.
2. Klasifikasi Tetanus
a) Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hypodermis. Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh maupun hanya sekelompok otot. Kekauan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaku kuduk). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menunjukkan trismus.
Dalam 24-48 jam kekauan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekauan otot rahang terutama m.masseter menyebabkan mulut sukar dibuka , sehingga penyakit ini disebut juga ‘ Lock Jaw’. Selain kekuatan otot masseter , pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut ‘ Rhisus Sardonicus’ (alis tertarik keatas dan sudut mulut tertarik ke luar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga menimbulkan gejala kaku kuduk.
Selain kekakuan otot yang luas bisanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan ataupun hanya denan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi sertatanan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran prnderita tetap baik walaupun nyeri hebat serta ketakutan yan menonjol sehingga penderita tampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot –otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan sianosis.
Retensi urine sering terjadi karena spasme kandung kemih. Kenaikan temperature badan dapat terjadi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, dan aritmia jantung.
Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Tetanus neonatorum : terjadi pada bayi, tidak lama setelah bayi lahir (kurang dari 10 hari), terjadi karena pemotongan tali pusat yang tidak steril. Gejalanya, bayi tidak mau menyusui, gelisah, tangan mengepal
b) Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:
Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
c) Menurut Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus terdiri atas:
Grade I : ringan
Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
Period of onset > 6 hari.
Trismus positive tetapi tidak berat.
Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam sehari.
Grade II : sedang
Masa inkubasi 10-14 hari .
Period of onset 3 hari atau kurang.
Trismus ada dan disfagia ada.
Kekauan umum terjadi dalam beberpa hari tetapi dispnea dan sianosis tidak ada.
Grade III : berat
Masa inkubasi < 10 hari.
Period onset kurang dari 3 hari.
Tismus berat.
Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banya dan takikardia.
3. Etiologi Tetanus
a) Morfologi Clostridium tetani
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 µm. kuman ini berbentuk spora dan termasuk golongan gram positif, dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian berbentuk bulat yang letaknya di ujung, tampak seperti penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan membentuk kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, yaitu pada suhu 65°C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu, dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Clostridium tetani dapat dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya.
Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Gambar 1. Clostridium tetani
b) Karakteristik dan Habitat
Clostridium tetani berbentuk batang positive gram dan bersifat anaerob obligat sampai aerotoleran. Organism ini kadang-kadang dijumpai di saluran pencernaan bagian bawah pada manusia dan hewan dan merupakan flora normal. Sel vegetative akan mati biloksigen , tetapi terpajan sporanya dapat bertahan lama sekalipun terpajan udara. Bakteri ini membentuk spora (endosporan) yang sangat resisten terhadap lingkungan yang menguntungkan baginya. Spora ini terbentuk apabila sel tidak dapat sembuh (misalnya kehabisan )makanan, tetapi akan berubah dengan cepat menjadi sel normal bila keadaan membaik. Sel bakteri yang baru akan tumbuh keluar dari spora dan akan menjaankan hidup vegetataifnya. Spora Clostridium terdapat dimana-mana, seperti tanah (contoh : Clostridium tetani yang menyebabkan penyakit tetanus ).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik di mana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjasi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tertentu.
c) Cara Penularan
Kuman tetanus ini membentuk spora yang membentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang koren api merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi ektivitas kendali SSP), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Tetanospasmin perjalanan ke neuron motorik tubuh dengan transportasi aksonal retrograde dan kemudian menyebar transsynaptically ke neuron lain mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Neuron motorik hasil pembakaran tak terbatas ke dalam kontraksi otot yang berkelanjutan dan kekakuan. Kerusakan Tetanolysin membran sel dan menurunkan kadar oksigen jaringan, menyediakan lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan organisme.Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
d) Media Penularan
Media penularan tetanus berupa:
• Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar .
• Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik , OMP, caries gigi.
• Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
• Penjahitan luka robek yang tidak steril.
• Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum terimunisasi.
4. Faktor predisposisi tetanus
Umur tua atau anak-anak
Luka yang dalam dan kotor
Belum terimunisasi
5. Patofisiologi Tetanus
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Cara kerja toksin: Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik. Plasmid membawa gen toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan neurotransmitter . Toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya rigid pada tetanus
6. Pathway
7. Pathogenesis
Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusuk yang dalam misalnya tetusuk paku atau pecahan kaca , terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh ditempat yng kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai porte d’ entrĂ©e lainnya dapat juga luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah ; gigi berlobang lalu dikorek dengan benda yang kotor atau otitis media purulen (OMP) yang dibersihkan dengan kain kotor. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-14 hari . prognosis penyakit ini sangat buruk bila ada OMP dan luka pada kulit kepala.
Toksin tersebut bersifat seperti antigen , sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin . hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus ini.
8. Manifestasi Klinis
Bakteri tetanus ini tumbuh pada luka dan mengeluarkan toksin yang dapat menyusup secara sistemik dan menimbulkan kejang otot skelet. Penderita umumnya tidak mengalami demam, tetapi banyak mengeluarkan keringat dan mulai merasa sakit, pada otot sekitar luka terjadi kedutan (twiching) dan pasien tidak dapat membuka mulut dengan baik (trismus) yang disebabkan oleh meningkatnya tonus otot masseter. Gejala pertama tetanus adalah kelemahan yang bersift local atau umum, kekakuan atau kram otot atau kesulitan mengunyah serta menelan makanan. Kesukaran menelan dapat menyebabkan terjadinya aspirasi makanan. Kekakuan baiasanya terjadi dalam 1-4 hari setelah gejala pertama. Masa antara gejala pertama terjadinya spasme atau kejang disebut masa awal. Sebagaimana halnya dengan masa inkubasi, masa awal pendek, terutama kurang 48 jam, cenderung merupakan penyakit yang lebih serius. Sejalan dengan bertambah seriusnya penyakit, spasme juga bertambah berat, menjadi sangat nyeri dan melelahkan. Spasme sering dicetuskan oleh stimuli yang ada disekitarnya seperti cahaya, bunyi, atau langkah seseorang.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala umum:
a) Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b) Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
c) Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
d) Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
e) Ketegangan otot dinding perut dan tulang belakang
f) Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
g) Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
h) Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan gejala dini)
i) Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
j) Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
k) Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
l) Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
9. Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
10. Komplikasi
Komlplikasi yang timbulkan oleh tetanus antara lain :
a. Laringospasme menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
b. Infeksi nosokomial.
c. Sepsis (pada neonates).
d. Patah tulang.
e. Bronkopneumonia. Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer ; Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan.
f. Asfiksia. Suatu keadaan dimana sekatan atau halangan pernafasan berlaku hingga memyebabkan berlakunya kekurangan oksigen pada sel-sel badan.
g. Kematian jantung mendadak
Kematian jantung mendadak adalah komplikasi yang paling serius dari tetanus. Ini adalah penyebab utama kematian pada orang dengan kondisi tersebut di mana jantung tiba-tiba berhenti berdetak. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan dan biasanya hanya terjadi pada orang yang sudah sangat sakit dengan tetanus (di unit perawatan intensif).
Kematian jantung mendadak tidak sama dengan serangan jantung, yang mana aliran darah ke jantung menjadi terbatas, menyebabkan otot-otot jantung menjadi rusak.
h. emboli paru
11. Prognosa
a) Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
b) Semakin buruk jika masa inkubasi makin pendek.
c) Semakin buruk pada pasien yang berusia muda seperti neonates.
d) Frekuensi kejang.
12. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
a. Mencegah terjadinya luka.
b. Merawat luka secara adekuat.
c. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan.
d. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
e. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat.
f. Pemberian antitoksin tetanus.
g. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka, akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit.
h. Di Negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian tolsoid dan TIGH.
13. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan EKG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
Pemeriksaan penunjang lainnya pada klien dengan tetanus meliputi:
a. Darah
• Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
• BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
• Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
b. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
c. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
14. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi dan non-farmakologi.
a. Farmakologi
1) Anti Tetanus Serum (ATS)
o Dewasa 50.000 U/ hari , selama 2 hari berturut-turut , (hari I) diberikan dalam infuse glukosa 5 % 100 ml, (hari ke II) diberikan IM lakukan uji kulit sebelum pemberian.
o Anak 20.000 U/ hari , selama 2 hari. Pemberian secara drif infuse 40.000 U bias dilakuakan sekaligus melewati IV line.
o Bayi 10.000 U/hari, selama 2 hari . Pemberian secara drif infuse 20.000 U bisa dilakukan sekaligus melewati IV line.
2) Antitoksin
o Antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
3) Anti kejang (antikonvulsan)
o Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari).
o Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
o Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
4) Antibiotic
o Penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.
b. Non-farmakologi
1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
2) Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan lewat sonde parenteral.
3) Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
4) Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
5) Mengatur cairan dan elektrolit.
6) Pembedahan
• Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
• Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi
• Oksigen 2 liter/ menit.
15. Prospek Masa Depan Mengenai Tetanus
Cara toksin tetanus untuk menonaktifkan saraf tertentu. Teknologi genetika modern telah menyebabkan kemampuan untuk melakukan manipulasi sangat canggih organisme. Misalnya, alat genetik telah dikembangkan untuk memasukkan toksin tetanus gen rantai ringan ke dalam genom sejumlah organisme, dari termasuk lalat buah, Droshhilia melanogaster. Rantai toksin tetanus cahaya adalah bagian dari toksin yang mencegah transmisi impuls saraf. Rantai ringan biasanya membutuhkan rantai berat (bagian lain dari toksin) untuk masuk ke saraf. Namun, dalam sistem ini rantai cahaya secara acak dimasukkan ke dalam genom lalat buah, sehingga diproduksi langsung di dalam sel-sel saraf. Oleh karena itu, rantai berat dari toksin tetanus tidak diperlukan.
Dalam sistem ini, gen toksin tetanus direkayasa sehingga bagian dari fragmen DNA yang juga berisi urutan aktivasi hulu yang mengikat protein ragi yang disebut Gal4. (Hulu urutan mengaktifkan terletak di sebelah gen. Dengan adanya sinyal yang tepat, urutan yang mengaktifkan transkripsi gen yang berdekatan.)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman kolostridium tetani yang mermanisfestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masester dan otot rangka.
Kolostridium tetani adalah kuman yang mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf ferifer setempat. Tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Selain diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat ditempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Jika kondisi basil baik (didalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
1. Anamnesis/Pengkajian
Anamnesis pada tetanus meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeiksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi)
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang stimulus apa yang yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergik, tidak responsif dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predispossi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami luka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena jatuh ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu /kotoran. Juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah; gigi berlubang dikorek dengan benda yang kotor atau OMP yang dibersihkan dengan kain yang kotor.
d. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menila respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh)
Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak pada stress anak dan dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat observasi aak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah melalui tingkah laku.
e. Pemeriksaan Fisik
Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40 derajat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubugan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum. Tekanan darah biasanya normal.
a. Breathing (B1)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.
b. Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien tetanus. Tekanan darah biasanya normal, peningkatan denyut jantung. Adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
c. Brain (B3)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian sistem lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran. Kesadaran klien biasanya compos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa.jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Tingkat Kesadaran
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien mengalami penurunan pada tingkat letagi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan .
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut bisanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial.
Pemeriksaan saraf kranial meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
• Saraf I . Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan penciuman.
• Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
• Saraf III, IV, dan VI . Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang brlebihan erhadap cahaya. Respon kejang umum akibat stimulus rangsangan cahaya perlu perhatikan perawat guna memberikan i tervensi untuk menurunkan stimulasi cahaya tersebut..
• Saraf V. Refleks maseter meningkat. Mulut condong kedepan seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas tetanus).
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal , wajah simetris.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atau tuli persepsi.
• Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut (trismus).
• Saraf XI. Didapatkan kaku kuduk , ketegangan otot rahang dan leher mendadak.
• Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan .
Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda , pengetukan pada tendon, ligamentum dan periosteum derajat reflex pada respon normal.
• Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan tetanus disetai peningkatan suhu tubuh yang tinggi .Kejang sekunder berhubungan dengan area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, perasaan propriosefsi normal, dan perasaan deskriminatif normal.
B4 (Bladder)
Penurunan volume urine output berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya urine dikeluarkan dengan menggunakan kateter.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku pada dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.
B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehinga menggganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikajiapabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan port de entrée kuman klostridium tetani , sehinggga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan risiko pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan dan spasme otot.
Pengkajian pada Anak dan Bayi
Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik berbeda karena belum sempurnanya organ pertumbuhan terutama pada neonates. Untuk memudahkan penilaian klinis , gejala pada neonates pada anak dibagi menjadi dua, meliputi anak dan bayi :
Anak
Manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba dengan masa inkubasi 5-14 hari, dimulai dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Setelah 48 jam pemeriksaan fisik yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut :
• Trismus spasme otot-otot mastikatorius yng berfungsi sebagai otot mengunyah.
• Kaku kuduk sampai epistotonus (karena otot-otot erector trunki ).
• Ketegangan otot dinding perut (perut seperti papan).
• Kejang tonik (merupakan manifestasi toksin yang terdapat dalam kornu anterior).
• Risus sardonikus (karena spasme otot mukan sehingga alis tertarik ke atas, susut mulut tertarik keluar dan kebawah/ mulut mencucu seperti mulut ikan serta bibir tertekan kuat pada gigi).
• Kesulitaan menelan, geisha, mudah terangsang, nyeri kepala.
• Asfiksia sampai sianosis (akibat serangan pada otot pernapasan dan laring).
• Retensi urine (karena spasme otot uretral).
• Risiko fraktur kolumna vertebralis (karena kontraksi otot sangat kuat pada saat seangan kejang).
Bayi
Terutama pada neonates (sering disebut tetanus neonatorum). Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada berat bayi lahir rendah yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptic. Kebanyakan tetanus neonatorum ini terdapat pada bayi baru lahir setelah mendapat bantuan persalinan dari dukun beranak yang belum pernah mendpat pelatihan persalinan dari program Depkes.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi tidak mau menetek secara tiba-tiba meskipun sebeumnya bias. Suhu tubuh dapat naik sampai 390 C. mulut mencucu seperti mulut ikan (gejala khas) kemudian timbul kejang deserti sianosis , kaku kuduk, tubuh epistotonus. Perjalanan penyakit lebih cepat melalui 3 stadium seperti tetanus anak besar. Bayi tidak mau menetek dan mulut mencucu (sebenarnya adalah karena trismus pada otot-otot mulut).
2. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret didalam takea.
2. Hipertermi yng berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin dijaringan otak.
3. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara, dan taktil).
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan denan asupan nutrisi tidak adekuat.
5. Risiko tinggi trauma/cedera yang berhubngan dengan adanya kejang umum.
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kejang umum.
7. Gangguan ADL yang berhubungan dengan adanya kejang umum dan kelemahan fisik.
8. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang behubungan dengan spasme abdomen.
9. Koping individu yang berhubungn dengan tidak efektif pognosos penyakit yang tidak jelas.
10. Ansietas yang berhubungan dengan prognosis penyakit , kemungkinan kejang berulang.
3. Intervensi/Perencanaan
Tujuan perncanaan secara umum adalah menghindari komplikasi akibat serangan kejang, menjaga kepatenan jalan nafas, menurunkan panas tubuh, menurunkan stimulus rangsang kejang, meningkatkan koping individu, dan menurunkan tingkat kecemasan .
HIPERTERMI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES INFLAMASI DAN EFEK TOKSIN DI JARINGAN OTAK
Tujuan : dalam 3x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Criteria : suhu tubuh 36-37 0 C
INTERVENSI RASIONAL
Monitor suhu tubuh Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus rangsang kejang pada klien tetanus.
Beri kompres dingin di kepala Memberikan respon dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar.
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus
Kolaborasi terapi pemberian terapi: ATS dan antimikroba ATS dapat mengurangi dampak toksin tetanus di juaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi skunder dari toksin
RESIKO TINGGI KEJANG BERULANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG RANGSANG (TERHADAP VISUAL, SUARA DAN TAKTIL)
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan resiko kejang berulang tidak terjadi.
Kriteria: klien tidak mengalami kejang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji stimulus kejang stimulus kejang pada tetanus adalah rangsangan cahaya dan peningkatan suhu tubuh
Hindari stimulus cahaya, kalau perlu klien ditempatkan pada ruangan dengan pencahayaan yang kurang Penurunan rangsangan cahaya dapat membantu menurunkan stimulus rangsangan kejang
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sinkop, ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, fenoborbital Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan : fenoborbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
RESIKO CEDERA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG, PERUBAHAN STATUS MENTAL, DAN PENURUNAN TINGKAT KESADARAN
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria: klien tidak mengalami cedera bila kejang berulang terjadi
Intervensi Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki mulut dan otot-otot muka lainnya Gambaran tribalitas sistem persarafan pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan, pengan, dan alat suction selalu berada di dekat klien Melindungi klien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sinkop, ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, fenoborbital Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan : fenoborbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
HAMBATAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG BERULANG
Tujuan: tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi usus dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik
Kriteria: skala ketergantungan klien menurun menjadi bantuan minimal
Intervensi Rasionalisasi
Tinjauan kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi Mengidentifikasikan kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan tingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care (memerlukan bantuan sebagian), total care (memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera yang tinggi)
Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien Perubahan posisi yang teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus
Pertahankan body alignment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya
Berikan perawatan kuliat yang adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan bahan linen, dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit
Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kapas basah sesekali Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata tetrus-menerus
Kaji adanya nyeri,kemerahan, dan bengkak pada area kulit Indikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi dini adanya deubitus pada area lokal yang tertekan
ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN ANCAMAN, KONDISI SAKIT DAN PERUBAHAN KESEHATAN
Tujuan: ansietas hilang atau berkurang
Kriteria: mengenl perasaannya , dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas , dampingi klien dan lakukan tindaka bila menunjukan prilaku yang merusak Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah
Jelaskan sebab terjadinya kejang Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif terhadap tindakan untuk mengurangi kejang
Khindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
Tingkatkan kontrol sensasi klien Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-suber koping (pertahanan diri) yang positif , membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan Orientasi dapat menurunkan ansietas
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kehawatiran yang tidak di ekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas dan prilaku adaptasi
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
B. SARAN
Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami konsep tentang tatanus karena dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan dalam merawat alat-alat medis serta lingkungn sekitar yang menjadi media penularan infeksi.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tetanus ?
2. Apa sajakah klasifikasi tetanus ?
3. Apa sajakah etiologi/faktor yang menyebabkan terjadinya tetanus ?
4. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya tetanus ?
5. Apasajakah tanda dan gejala/manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh tetanus ?
6. Apasajakah komplikasi yang ditimbulkan dari tetanus ?
7. Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
8. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien tetanus ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan tetanus
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari tetanus.
b. Mengetahui klasifikasi dari tetanus.
c. Mengetahui etiologi dari tetanus.
d. Memahami patofisiologi dari tetanus.
e. Mengetahui manifestasi kinis dari klien dengan tetanus.
f. Mengetahui WOC dari tetanus.
g. Mengetahui penatalaksanaan yang harus diberikan pada kien dengan tetanus.
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus.
i. Mengetahui komplikasi dari tetanus.
j. Memahami proses keperawatan pada klien dengan tetanus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS TETANUS
1. Pengertian Tetanus
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan ( http://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus ). pukul 7.37 (27/10/2014)
Tetanus atau Lockjaw adalah penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oeh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani yang timbu jika kuman masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan setangga , infeksi gigi, infeksi telinga , bekas suntikan , pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan , spasme dari otot bergaris (Penyakit Infeksi Tropic Pada Anak).
Tetanus suatu penyakit yang tragis, tidak saja karena , keparahannya, tetapi karena ia dapat dicegah seluruhnya dengan imunisasi yang tepat. Di Amerika Serikat pada daerah pedesaan atau bila imunisasi anak tidak dilakukan secara rutin. Organism yang bertanggung jawab (Clostridium Tetani) merupakan b atang gram positif, anaerobic yang membentuk spora , yang tersebar dimana-mana di dalam lingkungan. (BUKU AJAR BEDAH Bagian 1 , Sabiston 1992 : EGC (Jakarta) hal 219-220)
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh aksi toksin tetanus, dirilis infeksi berikut oleh bakteri Clostridium tetani. spora tetanus yang hadir di tanah atau pupuk kandang dan dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui luka tusuk, membakar atau pati - yang mungkin tidak diketahui. Tetanus neonatal disebabkan oleh infeksi dari stumb pusar bayi. bakteri tumbuh anaerobbically di lokasi cedera dan memiliki anincub periode asi antara empat dan 21 hari (paling sering sekitar sepuluh hari). (Tetanus: the green book, chapter 30 From: (Public Health England , Immunisation against infectious disease and Tetanus: guidance, data and analysis: 20 March 2013)
Tetanus, juga disebut kejang mulut, adalah infeksi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Meskipun bakteri ini terutama sering terjadi pada tanah dan pupuk kandang dari peternakan, mereka dapat ditemukan hampir di mana saja. Mereka tinggal di tanah kebun pinggiran kota dan di perairan kotor banjir. Mereka juga mengkontaminasi debu di kota-kota: by Harvard Medical School ).
Tetanus, biasa disebut kejang mulut, adalah penyakit bakteri yang mempengaruhi sistem saraf. Hal ini dikontrak melalui luka yang terkontaminasi dengan bakteri tetanus. Bakteri dapat masuk melalui bahkan cocokan peniti kecil atau goresan, tapi luka tusukan yang dalam atau pemotongan seperti yang dibuat oleh paku atau pisau sangat rentan terhadap infeksi tetanus. Bakteri tetanus hadir di seluruh dunia dan biasanya ditemukan di dalam tanah, debu dan kotoran. Infeksi tetanus dapat menyebabkan kejang otot parah dan "mengunci" rahang sehingga pasien tidak dapat membuka / nya mulutnya atau menelan. Tetanus tidak menular dari orang ke orang (www.cdph.ca.gov/HEALTHINFO/Tetanus). pukul 10.25/ 27/10/14
Sejarah penyakit ini telah dikenal sejak zaman Hipokrates. Pada abad II Areanus the Cappadocian melaporkan gambaran klinis tetanus, kemudian selama berabad-abad penyakit ini jarng disebutkan . pada tahun 1884 , Carle dan Rattone menggaambarkan transmisi tetanus pada kelinci percobaan.
Kristato (1889) pertama kali mengisolasi Clostridium Tetani . setahun kemudian bersama dengan Von Behring melaporkan adanya anti toksin spesifik pada serum binatang dengan toksin tetanus. Pada tahun 1926 , mulai dikembangkan toksoid yang dapat merangsang imunitas.
Tetanus yang sungguh sudah dikenal oleh orang-orang yang dimasa lalu, yang dikenal karena hubungan antara luka-luka dan kekejangan-kekejangan otot fatal. Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier mengisolasi toksin tetanus yang seperti strychnine dari tetanus yang hidup bebas, bakteri lahan anaerob.
Etiologi dari penyakit itu lebih lanjut diterangkan pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang mempertunjukkan sifat mengantar tetanus untuk pertama kali. Mereka mengembangbiakan tetanus di dalam tubuh kelinci-kelinci dengan menyuntik syaraf mereka di pangkal paha dengan nanah dari suatu kasus tetanus manusia yang fatal di tahun yang sama tersebut.
Pada tahun 1889, C.tetani terisolasi dari suatu korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang kemudiannya menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika disuntik ke dalam tubuh binatang-binatang, dan bahwa toksin bisa dinetralkan oleh zat darah penyerang kuman yang spesifik.
Pada tahun 1897, Edmond Nocard menunjukkan bahwa penolak toksin tetanus membangkitkan kekebalan pasif di dalam tubuh manusia, dan bisa digunakan untuk perlindungan dari penyakit dan perawatan. Vaksin lirtoksin tetanus dikembangkan oleh P.Descombey pada tahun 1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II.
2. Klasifikasi Tetanus
a) Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hypodermis. Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh maupun hanya sekelompok otot. Kekauan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaku kuduk). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menunjukkan trismus.
Dalam 24-48 jam kekauan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekauan otot rahang terutama m.masseter menyebabkan mulut sukar dibuka , sehingga penyakit ini disebut juga ‘ Lock Jaw’. Selain kekuatan otot masseter , pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut ‘ Rhisus Sardonicus’ (alis tertarik keatas dan sudut mulut tertarik ke luar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga menimbulkan gejala kaku kuduk.
Selain kekakuan otot yang luas bisanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan ataupun hanya denan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi sertatanan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran prnderita tetap baik walaupun nyeri hebat serta ketakutan yan menonjol sehingga penderita tampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot –otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan sianosis.
Retensi urine sering terjadi karena spasme kandung kemih. Kenaikan temperature badan dapat terjadi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, dan aritmia jantung.
Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Tetanus neonatorum : terjadi pada bayi, tidak lama setelah bayi lahir (kurang dari 10 hari), terjadi karena pemotongan tali pusat yang tidak steril. Gejalanya, bayi tidak mau menyusui, gelisah, tangan mengepal
b) Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:
Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
c) Menurut Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus terdiri atas:
Grade I : ringan
Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
Period of onset > 6 hari.
Trismus positive tetapi tidak berat.
Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam sehari.
Grade II : sedang
Masa inkubasi 10-14 hari .
Period of onset 3 hari atau kurang.
Trismus ada dan disfagia ada.
Kekauan umum terjadi dalam beberpa hari tetapi dispnea dan sianosis tidak ada.
Grade III : berat
Masa inkubasi < 10 hari.
Period onset kurang dari 3 hari.
Tismus berat.
Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banya dan takikardia.
3. Etiologi Tetanus
a) Morfologi Clostridium tetani
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 µm. kuman ini berbentuk spora dan termasuk golongan gram positif, dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian berbentuk bulat yang letaknya di ujung, tampak seperti penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan membentuk kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, yaitu pada suhu 65°C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu, dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Clostridium tetani dapat dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya.
Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Gambar 1. Clostridium tetani
b) Karakteristik dan Habitat
Clostridium tetani berbentuk batang positive gram dan bersifat anaerob obligat sampai aerotoleran. Organism ini kadang-kadang dijumpai di saluran pencernaan bagian bawah pada manusia dan hewan dan merupakan flora normal. Sel vegetative akan mati biloksigen , tetapi terpajan sporanya dapat bertahan lama sekalipun terpajan udara. Bakteri ini membentuk spora (endosporan) yang sangat resisten terhadap lingkungan yang menguntungkan baginya. Spora ini terbentuk apabila sel tidak dapat sembuh (misalnya kehabisan )makanan, tetapi akan berubah dengan cepat menjadi sel normal bila keadaan membaik. Sel bakteri yang baru akan tumbuh keluar dari spora dan akan menjaankan hidup vegetataifnya. Spora Clostridium terdapat dimana-mana, seperti tanah (contoh : Clostridium tetani yang menyebabkan penyakit tetanus ).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik di mana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjasi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tertentu.
c) Cara Penularan
Kuman tetanus ini membentuk spora yang membentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang koren api merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi ektivitas kendali SSP), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Tetanospasmin perjalanan ke neuron motorik tubuh dengan transportasi aksonal retrograde dan kemudian menyebar transsynaptically ke neuron lain mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Neuron motorik hasil pembakaran tak terbatas ke dalam kontraksi otot yang berkelanjutan dan kekakuan. Kerusakan Tetanolysin membran sel dan menurunkan kadar oksigen jaringan, menyediakan lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan organisme.Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
d) Media Penularan
Media penularan tetanus berupa:
• Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar .
• Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik , OMP, caries gigi.
• Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
• Penjahitan luka robek yang tidak steril.
• Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum terimunisasi.
4. Faktor predisposisi tetanus
Umur tua atau anak-anak
Luka yang dalam dan kotor
Belum terimunisasi
5. Patofisiologi Tetanus
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Cara kerja toksin: Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik. Plasmid membawa gen toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan neurotransmitter . Toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya rigid pada tetanus
6. Pathway
7. Pathogenesis
Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusuk yang dalam misalnya tetusuk paku atau pecahan kaca , terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh ditempat yng kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai porte d’ entrĂ©e lainnya dapat juga luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah ; gigi berlobang lalu dikorek dengan benda yang kotor atau otitis media purulen (OMP) yang dibersihkan dengan kain kotor. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-14 hari . prognosis penyakit ini sangat buruk bila ada OMP dan luka pada kulit kepala.
Toksin tersebut bersifat seperti antigen , sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin . hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus ini.
8. Manifestasi Klinis
Bakteri tetanus ini tumbuh pada luka dan mengeluarkan toksin yang dapat menyusup secara sistemik dan menimbulkan kejang otot skelet. Penderita umumnya tidak mengalami demam, tetapi banyak mengeluarkan keringat dan mulai merasa sakit, pada otot sekitar luka terjadi kedutan (twiching) dan pasien tidak dapat membuka mulut dengan baik (trismus) yang disebabkan oleh meningkatnya tonus otot masseter. Gejala pertama tetanus adalah kelemahan yang bersift local atau umum, kekakuan atau kram otot atau kesulitan mengunyah serta menelan makanan. Kesukaran menelan dapat menyebabkan terjadinya aspirasi makanan. Kekakuan baiasanya terjadi dalam 1-4 hari setelah gejala pertama. Masa antara gejala pertama terjadinya spasme atau kejang disebut masa awal. Sebagaimana halnya dengan masa inkubasi, masa awal pendek, terutama kurang 48 jam, cenderung merupakan penyakit yang lebih serius. Sejalan dengan bertambah seriusnya penyakit, spasme juga bertambah berat, menjadi sangat nyeri dan melelahkan. Spasme sering dicetuskan oleh stimuli yang ada disekitarnya seperti cahaya, bunyi, atau langkah seseorang.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala umum:
a) Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b) Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
c) Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
d) Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
e) Ketegangan otot dinding perut dan tulang belakang
f) Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
g) Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
h) Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan gejala dini)
i) Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
j) Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
k) Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
l) Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
9. Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
10. Komplikasi
Komlplikasi yang timbulkan oleh tetanus antara lain :
a. Laringospasme menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
b. Infeksi nosokomial.
c. Sepsis (pada neonates).
d. Patah tulang.
e. Bronkopneumonia. Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer ; Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan.
f. Asfiksia. Suatu keadaan dimana sekatan atau halangan pernafasan berlaku hingga memyebabkan berlakunya kekurangan oksigen pada sel-sel badan.
g. Kematian jantung mendadak
Kematian jantung mendadak adalah komplikasi yang paling serius dari tetanus. Ini adalah penyebab utama kematian pada orang dengan kondisi tersebut di mana jantung tiba-tiba berhenti berdetak. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan dan biasanya hanya terjadi pada orang yang sudah sangat sakit dengan tetanus (di unit perawatan intensif).
Kematian jantung mendadak tidak sama dengan serangan jantung, yang mana aliran darah ke jantung menjadi terbatas, menyebabkan otot-otot jantung menjadi rusak.
h. emboli paru
11. Prognosa
a) Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
b) Semakin buruk jika masa inkubasi makin pendek.
c) Semakin buruk pada pasien yang berusia muda seperti neonates.
d) Frekuensi kejang.
12. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
a. Mencegah terjadinya luka.
b. Merawat luka secara adekuat.
c. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan.
d. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
e. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat.
f. Pemberian antitoksin tetanus.
g. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka, akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit.
h. Di Negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian tolsoid dan TIGH.
13. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan EKG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
Pemeriksaan penunjang lainnya pada klien dengan tetanus meliputi:
a. Darah
• Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
• BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
• Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
b. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
c. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
14. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi dan non-farmakologi.
a. Farmakologi
1) Anti Tetanus Serum (ATS)
o Dewasa 50.000 U/ hari , selama 2 hari berturut-turut , (hari I) diberikan dalam infuse glukosa 5 % 100 ml, (hari ke II) diberikan IM lakukan uji kulit sebelum pemberian.
o Anak 20.000 U/ hari , selama 2 hari. Pemberian secara drif infuse 40.000 U bias dilakuakan sekaligus melewati IV line.
o Bayi 10.000 U/hari, selama 2 hari . Pemberian secara drif infuse 20.000 U bisa dilakukan sekaligus melewati IV line.
2) Antitoksin
o Antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
3) Anti kejang (antikonvulsan)
o Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari).
o Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
o Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
4) Antibiotic
o Penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.
b. Non-farmakologi
1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
2) Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan lewat sonde parenteral.
3) Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
4) Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
5) Mengatur cairan dan elektrolit.
6) Pembedahan
• Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
• Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi
• Oksigen 2 liter/ menit.
15. Prospek Masa Depan Mengenai Tetanus
Cara toksin tetanus untuk menonaktifkan saraf tertentu. Teknologi genetika modern telah menyebabkan kemampuan untuk melakukan manipulasi sangat canggih organisme. Misalnya, alat genetik telah dikembangkan untuk memasukkan toksin tetanus gen rantai ringan ke dalam genom sejumlah organisme, dari termasuk lalat buah, Droshhilia melanogaster. Rantai toksin tetanus cahaya adalah bagian dari toksin yang mencegah transmisi impuls saraf. Rantai ringan biasanya membutuhkan rantai berat (bagian lain dari toksin) untuk masuk ke saraf. Namun, dalam sistem ini rantai cahaya secara acak dimasukkan ke dalam genom lalat buah, sehingga diproduksi langsung di dalam sel-sel saraf. Oleh karena itu, rantai berat dari toksin tetanus tidak diperlukan.
Dalam sistem ini, gen toksin tetanus direkayasa sehingga bagian dari fragmen DNA yang juga berisi urutan aktivasi hulu yang mengikat protein ragi yang disebut Gal4. (Hulu urutan mengaktifkan terletak di sebelah gen. Dengan adanya sinyal yang tepat, urutan yang mengaktifkan transkripsi gen yang berdekatan.)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman kolostridium tetani yang mermanisfestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masester dan otot rangka.
Kolostridium tetani adalah kuman yang mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf ferifer setempat. Tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Selain diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat ditempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Jika kondisi basil baik (didalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
1. Anamnesis/Pengkajian
Anamnesis pada tetanus meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeiksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi)
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang stimulus apa yang yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergik, tidak responsif dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predispossi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami luka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena jatuh ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu /kotoran. Juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah; gigi berlubang dikorek dengan benda yang kotor atau OMP yang dibersihkan dengan kain yang kotor.
d. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menila respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh)
Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak pada stress anak dan dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat observasi aak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah melalui tingkah laku.
e. Pemeriksaan Fisik
Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40 derajat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubugan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum. Tekanan darah biasanya normal.
a. Breathing (B1)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.
b. Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien tetanus. Tekanan darah biasanya normal, peningkatan denyut jantung. Adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
c. Brain (B3)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian sistem lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran. Kesadaran klien biasanya compos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa.jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Tingkat Kesadaran
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien mengalami penurunan pada tingkat letagi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan .
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut bisanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial.
Pemeriksaan saraf kranial meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
• Saraf I . Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan penciuman.
• Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
• Saraf III, IV, dan VI . Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang brlebihan erhadap cahaya. Respon kejang umum akibat stimulus rangsangan cahaya perlu perhatikan perawat guna memberikan i tervensi untuk menurunkan stimulasi cahaya tersebut..
• Saraf V. Refleks maseter meningkat. Mulut condong kedepan seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas tetanus).
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal , wajah simetris.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atau tuli persepsi.
• Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut (trismus).
• Saraf XI. Didapatkan kaku kuduk , ketegangan otot rahang dan leher mendadak.
• Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan .
Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda , pengetukan pada tendon, ligamentum dan periosteum derajat reflex pada respon normal.
• Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan tetanus disetai peningkatan suhu tubuh yang tinggi .Kejang sekunder berhubungan dengan area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, perasaan propriosefsi normal, dan perasaan deskriminatif normal.
B4 (Bladder)
Penurunan volume urine output berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya urine dikeluarkan dengan menggunakan kateter.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku pada dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.
B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehinga menggganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikajiapabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan port de entrée kuman klostridium tetani , sehinggga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan risiko pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan dan spasme otot.
Pengkajian pada Anak dan Bayi
Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik berbeda karena belum sempurnanya organ pertumbuhan terutama pada neonates. Untuk memudahkan penilaian klinis , gejala pada neonates pada anak dibagi menjadi dua, meliputi anak dan bayi :
Anak
Manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba dengan masa inkubasi 5-14 hari, dimulai dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Setelah 48 jam pemeriksaan fisik yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut :
• Trismus spasme otot-otot mastikatorius yng berfungsi sebagai otot mengunyah.
• Kaku kuduk sampai epistotonus (karena otot-otot erector trunki ).
• Ketegangan otot dinding perut (perut seperti papan).
• Kejang tonik (merupakan manifestasi toksin yang terdapat dalam kornu anterior).
• Risus sardonikus (karena spasme otot mukan sehingga alis tertarik ke atas, susut mulut tertarik keluar dan kebawah/ mulut mencucu seperti mulut ikan serta bibir tertekan kuat pada gigi).
• Kesulitaan menelan, geisha, mudah terangsang, nyeri kepala.
• Asfiksia sampai sianosis (akibat serangan pada otot pernapasan dan laring).
• Retensi urine (karena spasme otot uretral).
• Risiko fraktur kolumna vertebralis (karena kontraksi otot sangat kuat pada saat seangan kejang).
Bayi
Terutama pada neonates (sering disebut tetanus neonatorum). Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada berat bayi lahir rendah yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptic. Kebanyakan tetanus neonatorum ini terdapat pada bayi baru lahir setelah mendapat bantuan persalinan dari dukun beranak yang belum pernah mendpat pelatihan persalinan dari program Depkes.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi tidak mau menetek secara tiba-tiba meskipun sebeumnya bias. Suhu tubuh dapat naik sampai 390 C. mulut mencucu seperti mulut ikan (gejala khas) kemudian timbul kejang deserti sianosis , kaku kuduk, tubuh epistotonus. Perjalanan penyakit lebih cepat melalui 3 stadium seperti tetanus anak besar. Bayi tidak mau menetek dan mulut mencucu (sebenarnya adalah karena trismus pada otot-otot mulut).
2. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret didalam takea.
2. Hipertermi yng berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin dijaringan otak.
3. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara, dan taktil).
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan denan asupan nutrisi tidak adekuat.
5. Risiko tinggi trauma/cedera yang berhubngan dengan adanya kejang umum.
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kejang umum.
7. Gangguan ADL yang berhubungan dengan adanya kejang umum dan kelemahan fisik.
8. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang behubungan dengan spasme abdomen.
9. Koping individu yang berhubungn dengan tidak efektif pognosos penyakit yang tidak jelas.
10. Ansietas yang berhubungan dengan prognosis penyakit , kemungkinan kejang berulang.
3. Intervensi/Perencanaan
Tujuan perncanaan secara umum adalah menghindari komplikasi akibat serangan kejang, menjaga kepatenan jalan nafas, menurunkan panas tubuh, menurunkan stimulus rangsang kejang, meningkatkan koping individu, dan menurunkan tingkat kecemasan .
HIPERTERMI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES INFLAMASI DAN EFEK TOKSIN DI JARINGAN OTAK
Tujuan : dalam 3x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Criteria : suhu tubuh 36-37 0 C
INTERVENSI RASIONAL
Monitor suhu tubuh Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus rangsang kejang pada klien tetanus.
Beri kompres dingin di kepala Memberikan respon dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar.
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus
Kolaborasi terapi pemberian terapi: ATS dan antimikroba ATS dapat mengurangi dampak toksin tetanus di juaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi skunder dari toksin
RESIKO TINGGI KEJANG BERULANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG RANGSANG (TERHADAP VISUAL, SUARA DAN TAKTIL)
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan resiko kejang berulang tidak terjadi.
Kriteria: klien tidak mengalami kejang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji stimulus kejang stimulus kejang pada tetanus adalah rangsangan cahaya dan peningkatan suhu tubuh
Hindari stimulus cahaya, kalau perlu klien ditempatkan pada ruangan dengan pencahayaan yang kurang Penurunan rangsangan cahaya dapat membantu menurunkan stimulus rangsangan kejang
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sinkop, ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, fenoborbital Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan : fenoborbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
RESIKO CEDERA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG, PERUBAHAN STATUS MENTAL, DAN PENURUNAN TINGKAT KESADARAN
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria: klien tidak mengalami cedera bila kejang berulang terjadi
Intervensi Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki mulut dan otot-otot muka lainnya Gambaran tribalitas sistem persarafan pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan, pengan, dan alat suction selalu berada di dekat klien Melindungi klien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sinkop, ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, fenoborbital Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan : fenoborbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
HAMBATAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG BERULANG
Tujuan: tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi usus dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik
Kriteria: skala ketergantungan klien menurun menjadi bantuan minimal
Intervensi Rasionalisasi
Tinjauan kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi Mengidentifikasikan kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan tingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care (memerlukan bantuan sebagian), total care (memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera yang tinggi)
Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien Perubahan posisi yang teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus
Pertahankan body alignment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya
Berikan perawatan kuliat yang adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan bahan linen, dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit
Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kapas basah sesekali Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata tetrus-menerus
Kaji adanya nyeri,kemerahan, dan bengkak pada area kulit Indikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi dini adanya deubitus pada area lokal yang tertekan
ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN ANCAMAN, KONDISI SAKIT DAN PERUBAHAN KESEHATAN
Tujuan: ansietas hilang atau berkurang
Kriteria: mengenl perasaannya , dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas , dampingi klien dan lakukan tindaka bila menunjukan prilaku yang merusak Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah
Jelaskan sebab terjadinya kejang Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif terhadap tindakan untuk mengurangi kejang
Khindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
Tingkatkan kontrol sensasi klien Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-suber koping (pertahanan diri) yang positif , membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan Orientasi dapat menurunkan ansietas
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kehawatiran yang tidak di ekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas dan prilaku adaptasi
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
B. SARAN
Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami konsep tentang tatanus karena dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan dalam merawat alat-alat medis serta lingkungn sekitar yang menjadi media penularan infeksi.
0 Response to "Laporan Pendahuluan TETANUS Terbaru 2021"
Post a Comment