Makalah Efusi Pleura Terlengkap 2021 Tugas Mahasiswa Keperawatan - BlogMahasiswa Keperawatan

Makalah Efusi Pleura Terlengkap 2021 Tugas Mahasiswa Keperawatan

Tugas  Makalah Epusi Pleura

Makalah Efusi Pleura Terlengkap 2021 Tugas Mahasiswa Keperawatan

 

BAB I

Related

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG.

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura dan membungkus paru-paru, secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal.

Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura.Penumpukan cairan ini dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif bagi paru-paru, salah satunya adalah mengganggu pengembangan paru saat inspirasi. Hal ini tentunya akan derdampak juga terhadap organ pernapasan yang lain. Selain efusi pleura, juga dapat terjadi pneumotoraks, yaitu adanya udara di dalam rongga pleura akibat robeknya pleura.

Dari penjelasan di atas, menjadi latar belakang dalam penyusunan makalah yang berjudul “Efusi Pleura dan Pneumotoraks”. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

B.     RUMUSAN MASALAH.

Dari masalah yang akan dibahas, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.      Bagaimana anatomi fisiologi dari pleura?

2.      Apa definisi dari efusi pleura dan pneumotoraks?

3.      Bagaimana etiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks?

4.      Bagaimana patofisiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks?

5.      Bagaimana tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks?

6.      Bagaiamana penatlaksanaan medis dan keperawatan efusi pleura dan pnemotoraks?

7.      Bagaimana bentuk asuhan keperawatan efusi pleura dan pneumotoraks?

C.    TUJUAN PENULISAN.

1.      Supaya pembaca mengetahui anatomi dan fisiologi dari pleura.

2.      Supaya pembaca mengetahui definisi dari efusi pleura dan pneumotoraks.

3.      Supaya pembaca mengetahui etiologi efusi pleura dan pneumotoraks.

4.      Supaya pembaca mengetahui patofisiologi efusi pleura dan pneumotoraks.

5.      Supaya pembaca mengetahui tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks.

6.      Supaya pembaca mengetahui bentuk asuhan keperawatan efusi pleura dan pneumotoraks.

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA.

1.      ANATOMI PLEURA.

 

 

 

 

 

 

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. 7 – 9. Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal fisura interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma mediastinum dan struktur servikal Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.meliputi masing-masing paru. Pleura parietal berkembang dari bagian rongga pleura yang menghadap ke pleura viseral.

2.      FISIOLOGI PLEURA.

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.Pengembangan dalam proses respirasi.Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi. Hubungan perubahan tekanan pleura, tekanan alveolus, tekanan transpulmoner dan volume paru.

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura,ruang interstial  paru,saluran limfatik intratoraks,pembuluh kapiler intrakstorak dan rongga poriteneum. Neegard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmonar.

B.     DEFINISI.

1.      EFUSI PLEURA.

Menurut beberapa sumber, pengertian efusi pleura adalah sebagai beriku:

a.       Sudoyo (2006) mengatakan bahwa efusi pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti  ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pleura perietalis. Sehingga dapat disimpulkan efusi pluera adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan viseralis parietalis.

b.      Imran Sumantri (2008) mengatakan bahwa efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura.

c.       Baughman C Diane (2000) mengatakan bahwa efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat , eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.

d.      Smeltzer C Suzanne berpendapat efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml) brfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa efusi pleura adalah penumpukan cairan (transudat, eksudat, ataupun pus) di dalam rongga pleura. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah . Transudasi  juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks . Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi .

Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeablitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Eksudat dibedakan dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3% eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi,karena banyak mengandung sel.

Jika efusi pleura mengandung nanah,keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Empiema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan rangka toraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi,dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis dan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan nama fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas,dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya. Pembedahan pengupasan yang dikenal sebagai dekortikasi,kadang-kadang perlu  dilakukan guna memisahkan membran-membran pleura tersebut.

2.      PNEUMOTORAKS.

Pneumotoraks adalah keadaan dimana adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura. Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik atau spontan; pneumotoraks juga dapat diklasifikasikan  sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan dari adanya robekan pleura, yaitu terbuka, tertutup, atau pneumotoraks tekanan.

Luka tembus dada merupakan penyebab pneumotoraks traumatik. Ketika udara masuk ke dalam rongga yang dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir, paru akan kolaps sampai pada batas tertentu. Tetapi jika terbentuk saluran terbuka, maka kolaps masih akan terjadi sampai tekanan dalam rongga pleura sama dengan tekanan atmosfir. Mediastinum akan bergeser ke arah paru yang kolaps dan dapat berpindah bolak-balik selama iklim pernapasan, sewaktu udara keluar masuk rongga pleura. Pengobatan darurat pada luka tembus dada terdiri dari pemasaangan perekat yang tak tembus udara di atas luka. Pasien harus diobservasi untuk menemukan tanda-tanda tekanan pneumotoraks dan bila tekanan pneumotoraks muncul, perekat yang telah dipasang tersebut harus diangkat dari atas luka. Kalau cacat yang menyebabkan terbentuknya hubungan antara rongga pleura dan atmosfir dapat menutup sendiri, maka ini dinamakan sebagai pneumotoraks tertutup. Sebaliknya jika hubungan itu tetap terbuka selama inspirasi dan menutup selama ekspirasi (efek katup searah), banyak udara akan tertimbun dalam rongga pleura; sehingga tekanannya akan melebihi tekanan atmosfir, akibatnya paru akan kolaps total. Keadaan ini dikenal dengan nama pneumotoraks tekanan. Pneumotoraks tekanan ini merupakan suatu keadaan gawat darurat yang harus cepat ditangani dengan aspirasi udara dari rongga pleura.

Pneumotoraks spontan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru yang mendasarinya. Penyakit paru yang sering mengakibatkan pneumotoraks sekunder spontan antara lain emfisema (pecahnya bleb atau bula), pneumonia, dan neoplasma. Pneumotoraks akan terjadi apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura; sehingga udara dapat masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada, menyebabkan pneumotoraks terbuka, tertutup, atau pneumotoraks tekanan. Pneumotoraks spontan juga dapat dialami oleh orang muda yang kelihatannya sehat, biasanya berusia 20-40 tahun, dan disebut pneumotoraks spontan idiopatik atau primer. Biasanya penyebanya adalah pecahnya bleb subpleura pada permukaan paru atau penyakit bula lokal. Penyebab terbentuknya bleb atau bula pada orang yang sehat masih belum diketahui, tapi kadang-kadang dilaporkan adanya predisposisi familial. Efusi pleuran maupun pneumotoraks akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Kalau cairan tertimbun dengan perlahan-lahan seperti yang sering terjadi pada efusi pleura, maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Sebaliknya, dekompresi paru yang cepat akibat pneumotoraks masif dapat disertai dengan syok yang timbulnya cepat sekali.

Pneumotoraks mula-mula diatasi dengan pengamatan konservatif bila kolaps paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorpsi melalui permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah, yang memungkinkan difusi O2 dan CO2. Jika pneumotoraks besar dan dispnea berat, perlu dipasang selang torakotomi yang dihubungkan dengan water sealed drainage untuk membantu pengembangan paru kembali. Jika efusi berdarah disebabkan oleh pneumotoraks maka harus dilakukan pengeluaran dengan drainase karena bekuan dapat menyebabkan fibrosis pleura yang luas.

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantong pleura. Kelainan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat, biasanya laki-laki tanpa penyakit paru (pneumotoraks simple atau spontan), atau akibat penyakit toraks atau paru (pneumotoraks sekunder), seperti emfisema atau fraktur iga. Pneumotoraks sekunder terjadi pada ruptur semua lesi paru yang terletak dekat permukaan pleura sehingga udara inspirasi memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini dapat terjadi pada emfisema, abses paru, tuberkulosis, karsinoma, dan banyak proses lainnya. Alat bantu ventilasi mekanis dengan tekanan tinggi juga dapat menyebabkan pneumotoraks sekunnder.

C.    ETIOLOGI.

1.      EFUSI PLEURA.

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi.

a.       Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagl jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom Meigs.

b.      Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan penyakit kolagen.

c.       Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan tuberkulosis.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongesif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor, dan tuberkulosis.

2.      PNEUMOTORAKS.

Pneumotoraks terjadi karena trauma eksternal atau barotrauma atau timbul secara spontan. Udara berkumpul dalam rongga pleura sehingga terjadi kolpas paru (atau sebagian paru). Penyebab traumatik akan dibahas pada bab tentang trauma toraks. Barotrauma ditemukan sampai 15% dari pasien yang pernapasannya dibantu lewat ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirasi akhir positif (positif end-ekspiratoripressure). Akan tetapi, pasien semacam ini biasanya tidak terlihat di UGD karena sering keadaan tersebut merupakan gejala sisa dari adult respiratory distress syndrome (ARDS). Pneumotoraks spontans diklasifikasikan sebagai tipe primer atau sekunder. Pneumotoraks spontang tipe primer paling sering dijumpai pada orang muda yang bertubuh kurus dan tinggi tanpa riwayat penyakit paru, sedangkan pneuomotoraks spontan tipe sekunder trlihat pada orang tua dengan riwayat penyakit paru kronis.

D.    PATOFISIOLOGI.

1.      EFUSI PLEURA.

Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru.

Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi (Guyton dan Hall, 1997):

a.       Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.

b.      Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura.menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.

c.       Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secar cepat.

 

 

Skema patofisiologi Efusi Pleura:

Gangguan viceral (pengembangan paru tidak optimal)

Gangguan difusi, distribusi,dan transportasi oksigen

Akumulasi atau penimbunan cairan di cavum pleura

Sistem pernapasan

Sistem saraf pusat

Respon psikososial

Sistem pencernaan

Sistem muskuloskeletal

TB Paru

Pneumonia

Gagal jantung

Gagal ginjal

Gagal fungsi hati

Karsinoma mediastinum

Karsinoma paru

 

Atelektasi

Infeksi

hiperalbuminea

Tekanan osmotik koloid menurun

Penurunan tekanan negatif itra pleura

Peningkatan permeabilitas kapiler

Ketidak seimbangan jumlah produksi cairan dengan absorbsi yang bisa dilakukanpleura viceralis

Peningkatan tekanan hidrostatik di pembulh darah

Peningkatan permeabilitas kapiler paru

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Risiko gangguan perfusi cerebral

Mual, nyeri lambung

Intoleransi aktivitas

kecemasan

Kelemahan fisik umum

 

Ketidak seimbangan nutrisi

Nyeri lambung

Gangguan eliminasi

Pusing absorbsbentasi

Pola napas tidak fektif

Jalan napas tidak efektif

Risiko terpapar infeksi

Peningkatan produksi asam laktat

Penurunan suplay O2

PaO2 menurun

PCO2 meningkat

Sesak napas

Peningkatan produksi sekret

Penurunan imunitas

Penurunan suplay O2 ke otak

 

Efek hiperemblasi

Penurunan suplay O2 ke jaringan

Sesak napas tindakan infasif

Coping tidak efektif

Peningkatan metabolisme anaero

 

Produksi asam lambung meningkt

Peristaltik menurun

Hipoksia sistemik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.      PNEUMOTORAKS.

Pada pneumotoraks udara memasuki rongga pleura antara paru – paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma tembus atau tak tembus.

Pneumotoraks tertutup disebabkan oleh suatu trauma tumpul yang menyebabkan fraktur kosta yang menusuk memberan pleura atau oleh kompresi tiba – tiba pada kerangka kosta.

Udara memasuki ruang pleura, meningkatkan tekanan intrapleura, yang menyebabkan paru – paru kolaps. Satu jenis pneumotoraks spontan yang dapat terjadi karena rupturnya suatu bleb emfisimatosa pada permukaan paru – paru atau yang terjadi setelah batuk – batuk yang hebat pada orang berpenyakit paru kronis seperti asma. Seringkali hal ini terjadi sebagai episode tunggal atau berulang kecuali pada orang muda yang sehat. Pneumotoraks dapat menjadi tension pneumotoraks apabila terjadi cukup luas dan tidak diatasi.

Tension pneumotoraks terjadi bilamana terdapat kebocoran udara ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar selama ekspirasi. Meskipun biasanya terjadi sebagai akibat pneumotoraks tertutup, tension pneumotoraks pun dapat disebabkan oleh trauma dada  tembus. Akumulasi uadara menibulkan tekanan positif di rongga dada, mengakibatkan (1) paru – paru di sisi yang terkena kolaps; (2) pergeseran medistinum  ke arah sisi yang tak terkena; (3) kompresi isi mediastinum (jantung dan pembuluh darah besar), menyebabkan penurunan curah jantung dan penurunan venous return.

Pneumutoraks terbuka terjadi bilamana suatu luka tembus pada dada menghubugkan ruang intrapleura dengan tekanan atmosfir. Setiapkali pasien inspirasi, udara terhisap ke dalam ruang intrapleura, meningkatkan tekanan intrapleura. Pneumotoraks terbuka disebut pula luka dada yang menghisap karena luka yang timbul menimbulkan suatu bunyi menghisap pada inspirasi dan ekspirasi. Darah dapat pula merembes ke dalam rongga pleura menimbulkan hemotoraks.

 

 

 

 

 

Skema patofisiologi pneumotoraks:

Faktor presdiposisi: trauma tembus ke pleura, trauma tumpul pada dada, TB paru, emfisema, kanker paru-paru.

Kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan toraks. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bulla dan bulla pecah menembus pleura.

Adanya hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara luar, dan tekanan positif intrapleura.

Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak optimal dan gangguan difusi, distribusi, dan transportasi oksigen.

Ketidakefektifan pola napas.

Terpasang water sail drainase/WSD.

Edema trakeal/faringeal peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan batuk efektif

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise kelemahan dan keletihan fisik, kecemasan dan ketidaktahuan prognosis

Respon nyeri,adanya luka pasca penanganan WSD

Ketidakefektifan bersihin jalan napas

· Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

· Gangguan pemenuhan ADL

· Kecemasan

· Ketidaktahuan /pemenuhan informsi

Risiko tinngi trauma

·      Nyeri

·      Kerusakan integritas jaringan

·      Risiko tinngi infeksi

 

                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

E.     TANDA DAN GEJALA.

1.         EFUSI PLEURA.

    1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
    2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
    3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
    4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
    5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
    6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2.         PNEUMOTORAKS.

a.         Takikardi

b.        Takipnea

c.         Agitasi

d.        Berkeringat

e.         Pergeseran garis tengah trakhea

f.         Bunyi napas pada paru-paru yang cidera tidak ada.

g.        Perkusi hiperresonan pada perkusi di atas paru-paru yang cedera.

h.        Hipotensi.

i.          Henti jantung.

 

 

 

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS.

1.    EFUSI PLEURA.

a.    Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).

b.    Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.

c.    Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torakosentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.

d.   Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.

e.    Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretik.

2.    PNEUMOTORAKS.

Ada 2 cara yaitu tindakan nonbedah dan pembedahan:

a.    Tindakan non bedah.

1)   Observasi

Dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas pneumotoraks <20%, udara akan diabsorsi 1,25% volume udara dalam rongga pleura/24 jam (50-70 ml /hari). Sebaiknya penderita dirawat untuk observasi selama 24-48 jam, tindakan observasi hanya dilakukan bila luas lesi <15%, bila penderita dipulangkan diberi penjelasan perihal keadaan emergensi (pneumotoraks tension) supaya kembali ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Control foto toraks ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk mengevaluasi. Apabila setelah 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka diperlukan aspirasi atau pemasangan WSD.

2)   Aspirasi

Dapat dilakukan dengan mengunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three way dengan mengunakan semprit 50 cc dilakukan aspirasi.

3)   Pemasangan WSD.

Penderita harus dirawat, semakin besar selangWSD yang dipasang semakin baik, umumnya untuk pneumotoraks digunakan selang nomer 20, untuk mempercepat pengembangan paru dapat dibantu dengan penghisapan yang terus menerus (continoussuction).WSD dapat di cabut setelah paru mengembang yang ditandai dengan terdengarnya kembali suara nafas dan dipastikan dengan foto toraks paru telah mengembang, maka selang WSD diklem. Biasanya bila paru sudah mengembang sempurna tidak terdapat lagi undulasi pada WSD, setelah 1-3 hari diklem dibuat foto ulangan, bila paru tetap mengembang maka WSD dapat dicabut, pencabutan WSD dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.

Indikasi Kontra pemasangan WSD:

·      Tidak direkomendasikan pada pneumotoraks minimal tanpa keluhan (small asymptomatic pneumothorax).

·      Penderita dengan ventilator mekanis.

·      Belum berpengalaman memasang WSD.

·      Gangguan factor pembekuan darah (koagulopati).

Komplikasi pemasangan WSD:

·      Nyeri.

·      Pendarahan.

·      Infeksi.

Beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang setelah pemasangan WSD:

·      Terjadi fistel = Pada keadaan ini diperlukan tilndakan bedah untuk mengatasinya.

·      Sumbatan bronkkus = Dapat terjadi karena penumpukan lender di dalam bronkus atau sumbatan karena tumor endobronkial / masa dil lumen bronkus. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan drainase sputum / slym dengan tindakan bronkoskopi, atau melakukan tindakan laser pada masa yang menyumbat lumen bronkus bila dimungkinkan.

·      Selang WSD tertekuk.

·      Sumbatan yang timbul pada selang WSD karena tertumpuknya gumpalan darah atau fibrin atau secret yang mengental. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dlilakukan dengan mengganti selang WSD dengan yang baru atau menghilangkan sumbatan tersebut dengan melakkukan suction sampai bersih.

·      Pleura viseralis yang menebal = Pleura yang menebal kadang terlihat pada pemeriksaan foto toraks. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan tindakan bedah (detortikasi).

b.    Tindakan bedah.

1)   Toraktomi.

Indikasi operasi pada serangan pertama pneumotoraks spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemotoraks, kegagalan paru untuk mengembang, pneumotoraks bilateral pneumotoraks ventil atau jika pekerjaan penderita mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks berulang merupakan indikasi operasi untama pada penderita pneumototaks spontan primer.

2)   Torakoskopi.

Penggunaan torakskopi untuk diagnosis dan terapi pneumotoraks spontan telah lama diketahui. Selain luntuk menilai pneumotoraks terapi endoskopi dapat dilakukan berdasarkan pene,uan yang didapat dengan torakoskopi. Begitu juga dengan penentuan untuk pleurodesis atau operasi. Torakoskopi merupakan terapi alternatif untuk penderita pneumotoraks berulang atalu pneumotoraks lebih dari 5 hari. Kelainan yang didapatkan dari torakoskopi pada penderita pneumotoraks spontan dapat blrupa normal, perlekatan pleura, blebs kecil (<2 cm) atau bula besar (>2 cm).

G.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATANHEMOTORAKS/PNEUMOTORAKS.

1.      DASAR DATA PENGKAJIAN.

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala

:

Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat.

SIRKULASI

Tanda

:

Takikardia.

Frekuensi tak teratur/distritmia.

S3 atau S4/ irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap efusi.

INTEGRITAS EGO

Tanda

:

Ketakutan, gelisah.

MAKANAN/CAIRAN

Tanda

:

Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan.

NYERI/KENYAMANAN

Gejala (tergantung pada ukuran/area yang terlibat

:

Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.

Timbul tiba – tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumotoraks spontan).

Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi pleural).

Tanda

:

Berhati – hati pada area yang sakit.

Perilaku distraksi.

Mengkerutkan wajah.

PERNAPASAN

Gejala

:

Kesulitan bernapas, lapar napas.

Batuk (mungkin gejala yang ada).

Riwayat bedah dada/traum; penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/efusi), penyakit interstitial menyebar (sarkoidosis), keganasan (missal: obstruksi tumor).

Pneumotoraks spontan sebelumnya; ruptur epmpisematous bula spontan, bleb subpleural (PPOM).

Tanda

:

Pernapasan: peningkatan frekuensi/takipnea.

Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher; retraksi interkostal, ekpsirasi abdominal kuat.

Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat).

Fremitus menurun (sisi yang terlibat).

Perkusi dada: Hiperresonan di atas area terisi udara (pneumotoraks), bunyi pekak di atas area yang terisi cairan (hemotoraks).

Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps; penurunan pengembangan toraks (area yang sakit).

Kulit: Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan (udara pada jaringan dengan palpasi).

Mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsam.

Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/terapi PEEP.

KEAMANAN

Gejala

:

Adanya trauma dada.

Radiasi/kemoterapi untuk keganasan.

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala

:

Riwayat faktor resiko keluarga: tuberculosis, kanker.

Adanya bedah intratorakal/biopsi paru.

Bukti kegagalan membaik.

Pertimbangan

:

DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 7.2 hari.

Rencana pemulangan

:

Bantuan dalam perawatan diri, perawatan/pemeliaraan rumah.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Sinar x dada

:

Menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural, dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).

GDA

:

Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengauhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 mungkin normal atatu menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.

Torakosintesis

:

Menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks).

Hb

:

Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

PRIORITAS KEPERAWATAN

1.      Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ventilasi adekuat.

2.      Meminimalkan/mencegah komplikasi.

3.      Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri.

4.      Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan prognosis.

1.      DIAGNOSA DAN PLANNING KEPERAWATAN.

a.       Diagnosa I dan Intervensi.

Diagnosa Keperawatan

:

Pola pernapasan, tidak efektif.

Dapat dihubungkan dengan

:

Penurjunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan).

Gangguan muskuluskeletal.

Nyeri/ansietas.

Proses inflamasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh

:

Dyspnea, takipnea.

Perubahan kedalaman/kesamaan pernapasan.

Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.

Gangguan pengembangan dada.

Sianosis, GDA tak normal

Hasil yang diharapakan/kriteria evaluasi pasien akan

:

Menunjukkan pola pernapasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang normal.

Bebas sianosis dan tanda/gejala hipoksia.

 

 

 

 

 

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Mengedintifikasi etiologi/faktor pencetus,contoh kolaps sponta,trauma,keganasan,infeksi,komplikasi ventilasi mekanik.

 

Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.

Evaluasi fungsi pernapasan,catat kecepatan/pernapasan serak,dispnea,keluhan ‘’lapar udara’’ terjadi sianosis,perubahan tanda vital.

Distres pernapasan dan perubahan padaa tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinyak syok sehubungan dengan hipoksia/perdarahan.

Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventelasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.

Kesulitan bernapas ‘’dengan’’ ventilator dan atau peningkatan tekanan jala napas diduga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (missal: ruptur spontan dari blep,terjadinya pneumotorak).

Auskultasi bunyi napas.

Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru,atau seluruh area paru(unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan berikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.

Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

Pengembangan dada sama dengan eskpensi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang terkait pada tegangan pneumotorak.

 

 

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

Kaji fremitus.

Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan/konsolidasi.

Kaji pasien adanya nyeritekan bila batuk, napas dalam.

Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma.

Pertahankan posisi nyaman,biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong pasien untuk duduk sebanyak mungkin.

Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspensi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.

Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk “kontrol diri’’ dengan menggunkan pernapasan lebih lambat/dalam bila selang dada dipasang.

Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ansietas dan/takut.

Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar(batas air pengatur dinding/meja disusun dengan tepat).

Mempertahankan tekanan negatif intraplural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspensi paru optimum dan drainase cairan.

Periksa batas cairan pada botol penghisap; pertahankan pada batas yang ditentukan.

Air botol penampungan bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk kearea pleural,jika sumber penghisap diputuskan dan membantu dalam evaluasi apakah sistem drainase dada berfungsi dengan tepat.

Obsevasi gelembung udara botol penampung.

Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang angin dari pneumotorak(kerja yang diharapakan). Gelembung biasanya menurun sering dengan ekspensi paru

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

 

dimana area plueral menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukan ekspensi paru lengkap (normal) atau adanya komplikasi mis,.. obstruksi dalam selang.

Evaluasiketidaknormalan/kontinuitas gelembung botol penampung.

Dengan bekerjanya penhisapan, menunjukan kebocoran udara menetap yang mungkin berasal dari pneumotorak besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), atau unit drenase dada (berpusat pada sistem).

Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pada pasien atau sistem) dengan meng-klem kateter torak pada hanya bagian distal sampai keluar dari dada.

Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (pada sisi pemasukan atau dalam tubuh pasien).

Berikan kasa berminyak dan/atau bahan lain yang tepat disekitar sisi pemasangan sesuai indikasi.

Biasanya memperbaiki kebocoran pada sisi insersi.

Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila kebocoran udara berkelanjut.

Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat sistem.

Tutup rapat sambungan selang dreinase dengan aman menggunakan  plester atau ban sesuai kebijakn yang ada.

Mencegah/memperbaiki kebocoran pada sambungan.

Awasi "pasang-surutnya" air penampung. Catat apakah perubahan menetap atau sementara.

Botol penampung bertindak sebagai manometer intrapleural (ukuran tekanan intrapleural); sehingga fluktuasi (pasang-surut) menunjukkan perbedaan tekanan antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6 cm selama inspirasi normal, dan dapat

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

 

meningkat sedikit selama batuk. Berlanjutnya fluktuasi pasang surut berlebihan dapat menunjukkan obstruksi jalan napas atau adanya pneumotorak besar.

Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal, contoh koil selang ekstra di tempat tidur, yakinkan selang tidak terlipat atau menggantung di bawah saluran masuknya ke wadah drainase. Alirkan akumulasi drainase bila perlu.

Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negatif yang diinginkan dan membuat evakuasi udara/cairan.

Catat karakter/jumlah drainase selang dada.

Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. Catatan: Beberapa sistem drainase dilengkapi dengan alat autotranfusi yang memungkinkan penyelamatan darah yang memancar.

Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang (milking).

Meskipun tak seperti drainase serosa atau serosanguinosa akan menghambat selang, pemijat mungkin perlu untuk meyakinkan/mempertahankan drainase pada adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat purulen (empiema).

Pijat selang hati-hati sesuai protokol, yang meminimalkan tekanan negatif berlebihan.

Pemijatan biasanya tidak nyaman untuk pasien karena perubahan tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk atau ketidaknyamanan dada. Pemijat keras dapat menimbulkan tekanan hisapan intratorakal yang tinggi, yang dapat mencederai (misalnya invaginasi

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

 

jaringan ke dalam ujung selang, kolapsnya jaringan sekitar kateter, dan/ atau perdarahan dari pembuluh darah kecil yang ruptur).

Bila kateter torak terputus/lepas:

Observasi tanda distres pernapasan. Sambungkan kateter torak ke selang/penghisap, bila mungkin, gunakan teknik yang bersih. Bila kateter terlepas dari dada, tutup segera sisi lubang masuk dengan kasa berminyak dan gunakan tekanan lembut. Laporkan ke dokter.

 

Pneumotorak dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk mencegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.

Setelah kateter torak dilepas:

Tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril. Observasi tanda/gejala yangdapatmenunjukkanberulangnya pneumotorak, contoh napas pendek, keluhan nyeri. Lihat sisi lubang masuk, catat karakter drainase.

 

Deteksi dini terjadinya komplikasi penting, contoh berulangnya pneumotorak, adanya infeksi.

Kolaborasi

Kaji seri foto torak.

 

Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak/pneumotorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi kesalahan posisi selang endotrakeal mempengaruhi inflasi paru.

Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. Kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidal.

Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi, perlu untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi.

Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi.

Alat dalam menurunkan kerja napas: meningkatkan penghilangan distres respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia.

 

 

 

b.      Diagnosa II dan Intervensi.

Diagnosa Keperawatan

:

Trauma/pengghentian napas, resiko tinggi…

Faktor resiko meliputi

:

Penyakit saat ini/ proses cedera.

Tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada).

Kurang pendidikan keamanan/pencegahan.

Kemungkinan dibuktikan oleh

:

Tidak dapat diterapkan: adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual.

Hasil yang diharapakan/kriteria evaluasi pasien akan

:

Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.

Pemberi perawatan akan: memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik.

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Kajitujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran keamanan.

 

Informasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan keyakinan, menurunkan ansietas pasien.

Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien

Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan penarikan atau menggerakan selang.

Amankan sisi sambungan selang.

Mencegah terlepasnya selang.

Beri bantalan pada sisi dengan kapas/plester.

Melindungi kulit dari iritasi/tekanan. Melindungi kulit dari iritasi/tekanan.

Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalu lintas rendah.

Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakan jatuh/unit pecah.

Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas cairan yang tepat, ada/tidaknya gelembung; adanya/derajat/waktu pasang surut. Perlu tidak selang dada diklem

Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan/udara selama pemindahan. Bila pasien mengeluarkan banyak jumlah cairan atau udara dada, selang harus tidak diklem atau penghisap dihentikan karena risiko akumulasi ulangan cairan/udara, mempengaruhi status

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

ataun dilepaskan dari sumber penghisap.

pernapasan.

Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan.

Memberikan pengenalan diri dan pengobatan adanya erosi/infeksi kulit.

Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.

Menurunkan risiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.

Identifikasi perubahan/stiuasi harus dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepaskan alat..

Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius

Observasi tanda distres pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut (rujuk DK : pola pernapasan, takefektif, hal 197).

Pneumotorak dapatterulang/memburuk, karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.

 

c.       Diagnosa III dan Intervensi.

Diagnosa Keperawatan

:

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengebai kondisi,aturan pengobatan.

Dapat dihubungkan dengan

:

Kurang terpajan pada informasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh

:

Mengekspresikan masalah, meminta informasi

Berulangnya maslah

Hasil yang diharapakan/kriteria evaluasi pasien akan

:

Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu).

Mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik

Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

 

TINDAKAN/INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Kaji patologi masalah individu.

 

Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.

Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.selain itu pasien sehat yang menderita pneumotorak spontan. Insiden kambuh 10%-50%. Orang yang mempunyai episode spontan kedua beresiko tinggi untuk insiden ketiga (60%).

Kaji tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh; nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan potensial komplikasi.

Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat,latihan

Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan

 

 


 

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN.

Efusi pleura adalah penumpukan cairan (transudat, eksudat, ataupun pus) di dalam rongga pleura. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif.

Pneumotoraks adalah keadaan dimana adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura. Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik atau spontan; pneumotoraks juga dapat diklasifikasikan  sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan dari adanya robekan pleura, yaitu terbuka, tertutup, atau pneumotoraks tekanan.


 

CHECKLIST PERAWATAN WSD

Nama Mahasiswa        :

NIM                            :

Kelompok/Tanggal      :

 

ASPEK YANG DINILAI

NILAI

0

1

2

PENGERTIAN:

Perawatan system drainase dada yang tertutup untuk memulihkan ekspansi optimal paru dan meningkatkan drainase cairan dan darah dari area pleural.

 

 

 

TUJUAN:

a.       Mengetahui udara atau bentuk campuran udara dan cairan serosa yang keluar dari ruang intra pleura.

b.      Membuat tekanan negatif untuk reexpansi paru-paru.

c.       Memfasilitasi cotinueud suction yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pneumothorax kembali.

d.      Memfasilitasi drainage dari akumulasi cairan di dalam rongga thorax setelah open heart surgery.

 

 

 

 

PERSIAPAN:

1.      Persiapan Alat Dan Bahan

a.    Satu buah meja dengan satu set bedah minor

b.   Botol WSD berisi  larutan bethadin yang telah diencerkan      dengan NaCl 0,9% dan  ujung selang terendam sepanjang dua cm.

c.    Kasa steril dalam tromol

d.   Korentang

e.    Plester dan gunting

f.    Nierbekken/kantong balutan kotor

g.   Alkohol 70%

h.   Bethadin 10%

i.     Handscoon steril

2.      Persiapan Pasien

a.       Memperkenalkan diri

b.      Menjelaskan tujuan

c.       Menjelaskan langkah prosedur yang akan dilakukan

d.      Mengatur posisi klien

3.      Persiapan Lingkungan

a.       Memasang sampiran

b.      Menutup jendela/pintu

 

 

 

TAHAP PRE-INTERAKSI

1.      Cuci tangan.

2.      Siapkan alat dan bahan

3.      Mengecek kembali data klien.

 

 

 

TAHAP ORIENTASI

1.      Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang disenangi.

2.      Memperkenalkan nama perawat.

3.      Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau  keluarga klien.

 

 

 

TAHAP KERJA

1.      Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon

2.      Membuka set bedah minor steril

3.      Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati,    balutan kotor dimasukkan ke dalam nierbekken

4.       Mendisinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol 70%

5.       Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya   kemudian diplester

6.       Selang WSD diklem

7.       Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol

8.      Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru

9.      Klem selang WSD dibuka

10.  Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk efektif

11.  Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

12.  Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam posisi yang paling nyaman

13.  Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi kembali

14.  Membuka handscoon dan mencuci tangan

15.  Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

1.       

 

 

TAHAP TERMINASI

1.      Evaluasi perasaan klien

2.      Lakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya

3.      Cuci tangan

 

 

 

DOKUMENTASI

Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan.

 

 

 

 

Keterangan:

0 = tidak dilakukan sama sekali

1 = dilakukan tidak sepenuhnya dan dengan bantuan

2 = dilakukan sepenuhnya tanpa bantuan

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Brashers, Valentina L.2008.Aplikasi Klinis Patofisiologi:Pemeriksaan dan Manejemen.Jakarta:EGC

 

Doenges.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta:EGC

 

Muttaqin, Arif.(?).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

 

Robbins.2007.Buku Ajar Patologi Edisi 7.Jakarta:EGC

 

Robbins dkk.2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit.Jakarta:EGC

 

S Oman Kathleen dkk.2012.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta:EGC

 

Saputra Lyndon.2013.Panduan Praktik Keperawatan Klinis.Jakarta:Binapura Aksara.

 

Somantri,Irman.2007.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem       Pernapasan.Jakarta:Salmeba  Medika

 

Swearingen.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

 

Syaifuddin.2012.Anatomi Fisiolog.Jakarta:EGC.

0 Response to "Makalah Efusi Pleura Terlengkap 2021 Tugas Mahasiswa Keperawatan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel