Laporan Pendahuluan Sindroma Guillain-Barre (SGB) Terbaru 2021 - BlogMahasiswa Keperawatan

Laporan Pendahuluan Sindroma Guillain-Barre (SGB) Terbaru 2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sindroma Guillain-Barre (SGB) mempunyai banyak sinonim, antara lain polyneuritis akut pasca-infeksi, polineuritis akut toksik, polyneuritis febril, poli radikulopati dan acute ascending paralysis. Ditandai dengan kelemahan motorik progresif dan arefleksia. Biasanya juga disertai dengan abnormalitas fungsi sensorik otonom dan batang otak. Gejala-gejala tersebut biasanya adalah gejala yang mengikuti demam dan atau penyakit yang disebabkan oleh virus1.
            Penjelasan mengenai suatu penyakit ini pertama kali dipublikasikan oleh Landry pada tahun 1859. Oster menguraikannya lebih detil dengan apa yang ia sebut sebagai febril polyneuritis pada tahun 1892. Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl memperluas deskripsi klinis SGB dan pertama sekali mengemukakan penilaian melalui cairan serebrospinal (CSF), disosiasi albinositologik (peningkatan protein CSF terhadap hitung sel CSF normal ). Penilaian CSF digabungkan dengan gejala-gejala klinis tertentu, akan mengarah kepada poliradiopati demielinisasi yang membedakannya dengan poliomyelitis dan neuropati lainnya2.
Sistem kekebalan tubuh seharusnya membentengi tubuh dari serangan virus atau bakteri. Tapi jika sistem kekebalan tubuh malah menjadi musuh dan menyerang saraf sendiri bisa memicu terjadinya sindrom Guillain Barre yang mengakibatkan kelumpuhan1.
Guillain Barre syndrome adalah gangguan yang jarang terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf. Gejala pertama yang dirasakan adalah kelemahan yang ekstrim dan disertai dengan mati rasa. Sensasi ini dengan cepat menyebar dan bisa mengakibatkan kelumpuhan seluruh tubuh. Dalam sindrom Guillain Barre, sistem kekebalan tubuh yang biasanya hanya menyerang benda asing atau mikroorganisme mulai menyerang saraf-saraf yang membawa sinyal antara tubuh dan otak. Akibatnya pelindung saraf (selubung myelin) menjadi rusak dan mengganggu proses signaling yang menyebabkan kelemahan, mati rasa (baal) atau kelumpuhan. Penyebab pasti dari penyakit ini belum dapat diketahui, tetapi seringkali didahului oleh penyakit menular seperti infeksi pernapasan atau flu perut. Kondisi ini jarang sekali terjadi dan diperkirakan hanya mempengaruhi 1-2 orang per 1.000. Meskipun tidak ada obat yang bisa menyembuhkan, tapi beberapa perawatan dapat meringankan gejala dan mengurangi penyakitnya2.
Pada beberapa orang gejala mulai terasa di lengan atau wajah dan selama gangguan berlangsung otot bisa menjadi lemah hingga berkembang pada kelumpuhan di tungkai, lengan atau gangguan pada otot pernapasan. Contoh penderita penyakit ini seperti yang dialami Andy Griffith, seorang aktor senior Hollywood kelahiran 1 Juni 1926. Sebelumnya Andy tidak menyangka dirinya akan terkena penyakit yang sangat langka. Hingga akhirnya sang dokter memvonis ia menderita Guillain Barre Syndrome. Andy sebelumnya sudah merasakan penyakit yang dideritanya agak aneh. Saat tubuhnya dalam kondisi baik, gejala flu yang dialaminya berganti menjadi rasa sakit yang mengerikan dan seperti rasa membakar yang memantul ke seluruh tubuh. Selama empat hari dokter tidak ada yang tahu mengenai penyakit yang diderita Andy. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap tulang belakang, dokter berhasil menemukan penyakit Andy yaitu ia menderita Guillain Barre Syndrome3.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di angkat dari makalah ini adalah:
Apa pengertian Guillain Barre syndrome?
Bagaimana epidemiologi Guillain Barre syndrome?
Apa penyebab atau etiologi dari Guillain Barre syndrome?
Apa saja klasifikasi dari Guillain Barre syndrome?
Bagaimana patofisiologis dari Guillain Barre syndrome?
Apa saja yang menjadi manifestasi klinis dari Guillain Barre syndrome?
Apa saja pemeriksaan diagnostik Guillain Barre syndrome?
Bagaimana penatalaksanaan medis Guillain Barre syndrome?
Bagaimana prognosis dari Guillain Barre syndrome?
Apa sajadiagnosa banding Guillain Barre syndrome?
Bagaimana asuhan keperawatan dari Guillain Barre syndrome?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
Menjelaskan tentang pengertian Guillain Barre syndrome.
Menjelaskan tentang epidemiologi Guillain Barre syndrome.
Menjelaskan tentang etiologi Guillain Barre syndrome
Menjelaskan klasifikasi Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang patofisiologis dari Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang pathogenesis dari Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang penatalaksanaan medis Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang prognosis dari Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang diagnose banding Guillain Barre syndrome
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan dari Guillain Barre syndrome













BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun neurologis yang mana penyakit ini timbul dikarenakan sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap saraf, sehingga terjadi kerusakan pada saraf itu sendiri. Kasus GBS dapat berkembang setelah infeksi (misalnya gangguan sistem pernapasan atas atau penyakit system pencernaan). Hal ini terjadi ketika tubuh membuat antibodi untuk melindungi diri melawan invasi bakteri atau virus. Namun, bakteri dan virus tertentu memiliki penutup protein yang menyerupai beberapa protein yang normal pada selubung yang membungkus saraf (selubung mielin) sehingga dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menyerang saraf itu sendiri(1).
Guillain-Bare terjadi dengan frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin danpada semua ras. Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologi. Pada beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinansi atau pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus perifer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer. Meilen merupakan substansi yang ada disekitar atau menyelimuti akson- akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls saraf.

B. Etiologi
Secara pasti penyebab GBS tidak diketahui, namun diduga berkaitan dengan :
1. Penyakit akut, trauma, pembedahan, dan imunisasi 1 sampai 4 minggu sebelum tanda dan gejala GBS (15% dari kasus)
2. Infeksi saluran pernafasan akut, penyakit gastrointestinal (50% dari kasus)
3. Reaksi imunologi (Hickey, Dalam Donna 1995)

C. Klasifikasi
GBS diklasifikasikan menjadi dua yaitu demielinasi dan aksonal. Bentuk demielinasi adalah
1. Inflamasi demielinasi polineuropati akut(Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) yaitu peradangan dimielinasi yang menyebabkan penyakit pada persarafan. AIDP adalah bentuk paling umum GBS di Negara-negara Barat dan ditandai oleh demielinasi segmental saraf perifer.
2. Sub tipe lainnya dari GBS adalah degenerasi aksonal primer, keadaan ini dikenal sebagai neuropatimotor aksonal akut (Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN). AMAN jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa, akuntansi hanyas ekitar5% dari total kasus GBS, daripada demielinasi GBS, tetapi AMAN lebih umum ditemukan di Negara Cina dan Jepang. GBS aksonal hampir jarang menyebabkan defisi tsensorik. Primer aksonal GBSyang menyebabkan defisit sensorik disebut Acutemotor And Sensory Axonalneuropathy (AMSAN)(2).






D. Patofisiologi dan path way of caution
Adapun patofisiologi dapat digambarkan pada bagan berikut(3):

























Akson bemielin mengonduksi implus saraf lebih cepat disbanding akson tidak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus Renvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraseluler. Membran sangat permeable pada nodus tersebut sehingga konduksi menjadi baik(3).
Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus Renvier sehingga implus saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput myelin pada GBS pada konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi implus saraf batalkan (3).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Sindroma Guillain-Barre (SGB) yaitu (4):
1. Gejala diawali dengan parestasia dan kelemahan otot kaki
2. Berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah
3. Terserangnya saraf kranial dengan adanya paralisi pada okular, wajah, otot orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah dan menelan
4. Disfungsi autonom merupakan komplikasi diantaranya dimanifestasikan oleh gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah (hipertensi transien, hipotensi ortostatik), disfungsi gastrointestinal, kelainan usus dan gangguan vasomotor lainnya yang bervariasi. Selain itu retensi urin dan hipotensi postural juga kadang tejadi.
5. Terjadinya nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah kaki
6. Kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh
7. Terjadinya gejala neurologik yaitu kadang-kadang tampak seperti penyakit flu ringan dan penyakit ini dikenal sebagai polyneuritis infeksi akut, sekarang nama ini secara umum telah dikenal dan di duga sebagai reaksi imun yang salah
8. Terjadinya gejala motorik yaitu biasanya timbul lebih awal daripada gangguan sensorik. Biasanya terdapat gangguan sensasi perifer. Otot-otot proksimal dan distal terganggu dan reflex tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung biasanya ditemukan. Otot fasial dan otot okuler kadang-kadang terganggu. Perluasan dan kelemahan otot-otot batang tubuh menuju thoraks akan mengganggu pernafasan.


Jika tidak diobati, kondisi penderita biasanya mengalami kemunduran selama beberapa minggu pertama penyakit. Pada kasus yang berjalan cepat (disebut paralisis Landry) kematian merupakan akibat dari kegagalan pernafasan. Setelah periode statik, terjadi penyembuhan sedikit demi sedikit dan serangan ulang dapat terjadi. Demielinisasi terjadi dengan cepat, tetapi keecepatan remielinisasi hanya sekitar 1 sampai 2 mm perhari. Serta komplikasi-komplikasi yang lain dapat muncul. Berikut komplikasi yang dapat ditemui pada GBS10:
Kesulitan bernapas.
Komplikasi yang paling berat dari SGB dan Miastenia Gravis adalah gagal nafas. Melemahnya otot perafasan membuat pasien dengan gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang.
Kontraktur atau cacat sendi
Komplikasi plasmaferesis. Pasien dengan SGB atau miastenia gravis yang menerima plasaferesis beresiko terhadap potensial komplikasi karena prosedur tersebut. Infeksi mungkin terjadi pada tempat akses vaskular. Hipovolemia dapat mengakibatkan hipotensi, takikardia, peningkatan diaforesis. Hipokalemia dan hipokalsemia dapat mengarah pada disritmia jantung. Pasien dapat mengalami sirkumoral temporer dan paresis ekstremitas distal, kedutan otot dan mual serta muntah yang berhubungan dengan pemberian plasma sitrat. Pengamatan dengan cermat dan pengkajian penting untuk mencegah masalah-masalah ini.
Penyimpangan kardiovaskuler. Mungkin terjadi gangguan sistem syaraf otonom pada pasien SGB mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda-vital.
Deep vein thrombosis
Risiko infeksi
Tekanan darah rendah atau tidak stabil
Kelumpuhan yang permanen
Pneumonia
Kerusakan kulit (ulkus)
Pengisapan makanan atau cairan ke dalam (aspirasi) paru-paru. Disfagia juga dapat timbul, mengarah pada aspirasi.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik dan tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS; pemeriksaan tersebut hanay menyingkirkan dugaan gangguan(3).
Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal (3).
Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi implus sepanjang serabut saraf. Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf (3).
1. Cairan serebrospinal (CSS)
Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset.Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm(3).
2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf),blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS.Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG(3)
3. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala(3).
4. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat
Dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan.Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV(3,5).
5. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus takikardia.Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering(3).
6. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)
Menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending)5.
7. Pemeriksaan patologi anatomi
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial.Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya(3).
Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibody baik terhadap sitomegalovirus atau virus Epstein-Barr. Suatu perubahan respons imun pada antigen saraf perifer dapat menunjang perkembangan gangguan(3).

G. Pentalaksanaan Medis
           Sindrom Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit perawatan intensif. Pasien yang mngalami masalah pernapasan yang memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antbiotik ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yan memburuk dan demielinasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardi dan hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode brakikardi selama terapi fisik(6,7).
Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler. Jika vaskulatur pernapasan terkena, maka mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik. Mungkin perlu dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal pernafasan harus diantisipasi sampai gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis akan terjadi. Jika sistem syaraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan darah ( hipotenssi dan hipertensi) serta frekuensi jantung akan tejadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Pemantauan jantung akan menungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan cepat. Gangguan sistem syaraf otonom dapat dipicu oleh falsafa manufer, batuk, suksioning, dan perubahan posisi, sehingga aktifitas-aktifitas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati

Plasmaferesis. Plasmaferesis dapat digunakan baik untuk SGB maupun miastenia gravis untuk menyingkirkan antibodi yang membahayakan. Plasma pasien dipisahkan dari darah lengkap dan bahan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma diganti dengan yang normal atau dengan pengganti koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan penggantian plasma ini jika didapati keadaan pasien memburuk dan kemungkinan tidak akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu, mendekati waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pross peggantian plasma. Jika plasmaferesis dimulai 3 minggu atau lebih lama stelah awitan gejala, tampaknya tindakan ini tidak efektif. Mungkin digunakan kortikosteroid, meskipun penggunaan ini masih kontroversial.
Penatalaksanaan nyeri. Dapat menjadi bagian dari perhatian pada pasien dengan SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan penyembuhan sementara, nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi, mencwgah tidur dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasusu ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan narkotik.
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan peroral, dapat dipasang NGT. Selang makan, bagaimanapun, dapat menyebabkan diare dan menyebabkan ketidak seimbangan eelktrolit. Jadi yang dibutuhkan pemantauan dengan cermat oleh dokter dan perawat.
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat, untuk paasien dengan gangguan ini, terutama karena nyeri tampak pada malam hari tindakan yang memberikan kenyamanan, analgesik dan kontrol lingkungan yang cermat dapat membantu meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingatkan pada pasien yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam hari. Karena ketakutan tidak mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Kemudian, membuat jadwal rutin pemerikasaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.
Dukungan emosional. Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan kaluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk dapat membuat keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan pemulihan. Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat mengggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak nyaman dan aman. Perawat harus mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan pasien dan keluarga merasa aman mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi yang konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara rutin untuk membicarakan kemajuandan rencana-rencan.

Pengobatan SGB terdiri dari 2 komponen, yaitu pengobatan secara suportif dan terapi khusus. Pengobatan secara suportif tetap merupakan terapi yang utama, jika pasien sebelumnya melewati fase akut pada penyakit, kebanyakannya akan mengalami kesembuhan. Bagaimanapun, neuropati dapat memburuk dengan cepat dan diperlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik dalam 24 jam selama onset gejala. Oleh karena itu, semua pasien SGB harus diterima di Rumah Sakit untuk diobservasi tertutup untuk kedaruratan system respirasi pasien, disfungsi kranialis, dan ketidakstabilan system autonom. Disfungsi system saraf autonom dapat bermanfestasi; tekanan darah yang berubah-ubah, disritmia, psudoobstruktif gastrointestinal dan retensi urin. Profilaksis untuk trombosis vena dalam harus tersedia karena pasien seringkali tidak dapat bergerak selama beberapa minggu(8).
            Pada depresi otot pernafasan harus dipertimbangkan persiapan intubasi. Pasien tidak sanggup untuk menunjukkan fungsi minimal paru memerlukan intubasi. Penilaian ulang frekuensi pernafasan dengan tes fungsi paru untuk progresi yang cepat sangat diperlukan. Perkiraan tambahan untuk ventilasi mekanik selanjutnya adalah(8):
Waktu dari onset SGB sampai masuk RS kurang dari 7 hari.
Ketidaksanggupan untuk mengangkat siku atau kepala dari tampat tidur
Tidak sanggup berdiri
Peninggian kadar enzim hati
Nyeri dan stress psikologi juga harus diobati. Terapi psikologis termasuk memijat dengan lembut, latihan pergerakan secara pasif dan sering merubah posisi dapat meringankan nyeri. Karbamazepin (tegretol) dan Gabapentin (nerontin) telah digunakan sebagai tambahan untuk menghilangkan nyeri pada SGB. Pada pasien dengan paralysis memiliki jiwa yang was-was dan takut. Menenangkan pasien dan diskusi tentang fase penyakit dan perbaikan dapat membantu mengurangi stress psikologi(9).
Belum ada drug of choice  yan tepat untuk SGB. Yang diperlukan adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi sebagai akibat perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot pernafasan(9).
Pasien yang tidak mampu bergerak atau dengan berbagai derajat disfungsi otot-otot respirasi harus mendapatkan terapi aktif dengan plasmapharesis atau immunoglobulin secara intravena (IVIg). Plasmapharesis menggunakan suatu plasma exchange lebih kurang 20 L (200-250 mL/Kg selama beberapa hari) secara bermakna menurunkan lama dan beratnya disability  pada pasien SGB, namun beberapa penyelidikan terbaru juga memperlihatkan keuntungan dari IVIg(3,7).
The Dutch Guillain-Barre Study Group  mengemukakan pengobatan dengan IVIg (400mg/KgBB selama 5 hari) sama atau malahan lebih superior dibandingkan dengan plasma exchange. Penyelidikan-penyelidikan yang lain kurang meyakinkan dan mengemukakan kemungkinan terjadinya relaps pada pasien dengan pemberian IVIg dibandingkan plasma exchange(3,7).
IVIg merupakan pengobatan lini pertama yang lebih praktis yang tidak diragukan lagi kemanjurannya dengan komplikasi yang rendah, dan mudah digunakan, namun sangat mahal biayanya. Plasma exchange memerlukan tenaga yang terlatih dan peralatan yang tidak selalu dapat tersedia dengan biaya yang juga mahal, namun lebih murah dibandingkan dengan IVIg. Tidak ada studi tentang keuntungan menggabungkan penggunaan IVIg dan plasma exchange, sehingga hanya salah satu terapi saja yang digunakan(3,7).
Kerugian plasmapharesis termasuk komplikasinya jarang ditemukan, seperti sepsis yang diyakini dapat menyebabkan penipisan immunoglobulin. Jika plasma beku digunakan sebagai cairan pengganti, beresiko untuk mendapatkan virus seperti hepatitis dan HIV(10).
IVIg memiliki efek samping dari terapi. IVIg memperluas volume plasma juga dapat memicu terjadinya Congestif Heart Failure (CHF) dan Renal Insuffiensi. Pasien-pasien dapat menjadi demam, myalgia, sakit kepala, mual, dan muntah, tetapi gejalaseperti influenza dapat sembuh dengan sendirinya. Pasien juga dapat mnegalami meningitis aseptic, nutropenia, dan hipertensi. Riwayat alergi sebelumnya terhadap penggunaan IVIg merupakan kontra indikasi pengobatan(9).
Manfaat kortikosteroid untuk SGB masih controversial. Namun demikian, apabila keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralysis otot-otot respirasi maka kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian kortikosteroid harus diiringi dengan kewaspadaan terhadap efek samping yang mungkin terjadi(9).
Penggunaan ventilator mekanik menjadi suatu keharusan apabila diduga telah terjadi paralysis otot-otot respirasi. Diperlukan rawatan intensif apabila didapati keadaan seperti ini. Apabila terjadi kelumpuhan otot-otot wajah dan menelan, maka perlu dipasang pipa hidung-lambung (NGT) untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dan cairan. Latihan dan fisioterapi sangat diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan(3).

H. Prognosis
            Prognosis akan lebih baik apabila penderita berusia muda, selama sakit tidak memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan tidak terjadi kelumpuhan total(3).
            Sekitar 85% pasien dengan SGB berhasil sembuh dengan penyembuhan fungsi dalam 6-12 bulan. Penyembuhan maksimal dalam 18 bulan setelah onset, bagimanapun pada beberapa pasien memiliki kelemahan yang menetap, arefleksia, dan parestesia. Sekitar 7-15% pasien memiliki gejala neurologist sisa yang menetap termasuk bilateral footdrop. Otot tangan instrinsik  kebas, sensori ataxia, dan disestesia. Angka kematian <5% pada pengobatan yang professional. Penyebab kematian biasanya berupa sindrom distress pernafasan, sepsis, emboli paru, dan henti jantung(3).
            Faktor-faktor yang memperberat selama fase akut dari penyakit dapat memperburuk proses penyembuhan. Faktor-faktor ini yaitu, usia> 60 tahun, berat, memerlukan pernafasan bantuan. Pada umunya, prognosis yang jelek secara langsung berhubungan dengan beratnya episode akut dan lambatnyaonset pada pengobatan spesifik(3).

I. Asuhan Keperawatan menurut NIC-NOC
1. Pengkajian
Pengkajian terhadap Sindrom Guillain-Barre meliputi(3):
Keluhan utama
Keluhan utama sering menjadi alasan lien meminta pertolongan kesehatan berhubungan dengan kelemahan otot bak kelemahan fisik secara umum maupun lokal seperti melemahnya otot pernapasan.
Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Sindrom Guillain-Barre biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan proses dimielinisasi. Keluhan tersebut diantaranya gejala-gejala neurologis diawali dengan prestasia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan dapat diikuti dengan paralisis lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien Sindrom Guillain-Barre dan merupakan komplikasi yang paling berat dari Sindrom Guillain-Barre adalah gagal napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan gangguan ini berisiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi  dan infeksi pernapasan berulang. Disfagia juga dapat muncul pada penyakit Sindrom Guillain-Barre ini yang lebih mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstremitas atasah hampir sama seperti keluhan klien stroke. Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular seperti terjadinya disaritmia jantung yang diakibatkan oleh gangguan system saraf otonom pada klien dengan Sindrom Guillain-Barre.
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dilami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, insfeksi gastrointestinal dan tindakan bedah Syaraf.
Pengkajian pemakain obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kartikosteroid, antibiotik dan menilai reaksinya (resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensipfnya pengkajian. Pengkajian riwayat dahulu dapat mendukung pengkajian riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
Pengkajian psikospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga  dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress, seperti kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku saat stress.
Pemeriksaan Fisik
Klien dengan Sindrom Guillain-Barre biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda penurunan curah jantung .peningkatan frekuensi napas berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada system pernapasan serta akumulasi secret akibat insufisiensi pernapasan. Tekanan darah didapatkan ortostatsik hipotensi atau tekanan darah meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis. Pemeriksaan fisik meliputi5:
B1 (Breathing)
Hasil inspeksi akan didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas meningkat dan yang paling sering didapatkan pada klien Sindrom Guillain-Barre adalah menurunnya ferkuensi pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan Sindrom Guillain-Barre berhubugan dengan akumulasi sekret dari infeksi saluran pernapasan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular pada klien Sindrom Guillain-Barre menunjukkan bradikardi akibat penurunan perfusi perifer. Tekanan darah didapatkan hipotensi atau hipertensi akibat penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
B3 (Brain)
Pengkajian Brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan system lainnya. Pemeriksaan Brain meliputi:
Pegkajian Tingkat Kesadaran
Klien dengan Sindrom Guillain-Barre biasanya kesadaran klien komposmentis. Apabila klien mengalami penurunan tingkat kesadaran maka penialaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat keasadarn klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan.
Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian fungsi sersebral merupakan pengkajian yang menyangkut status mental yaitu observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicaram ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Klien dengan Sindrom Guillain-Barre untuk tahap yang lebih lanjutnya disertai penurunan kesadaran biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial
Pengkajian saraf cranial meliputi pengkajian saraf kranial I-XII(3):
Saraf I. Biasanya pada klien Sindrom Guillain-Barre tidak ada kelainan dari fungsi penciuman.
Saraf II. Tes ketajaman dan Penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan membuka dan menutup kelopak mata disebut paralisis okuler.
Saraf V. Klien dengan Sindrom Guillain-Barre didapatkan paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dlam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduksi adan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternkleidomantoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi paa satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal



Pengkajian Sistem  Motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada Sindrom Guillain Barre tahap lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan motorik secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.
Pengkajian Refleks
Pemeriksaan refleks propunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pengkajian Sistem Sensorik
Parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume penegeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan denganpeningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

2. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa utama pasien terdiri dari5:
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otot-otot pernafasan dan ancaman gagal pernafasan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung
Risiko tinggi defisit cairan tubuh berhubungan dengan gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan
Risiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan
Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik, transmisi sensorik dan integrasi sensori
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan otot dan penurunan kesadaran
Koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan
Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk.

Tabel 1. NIC dan NOC
N O C N I C
1. Status Respirasi: Patensi jalan napas
Respiratory rate
Irama respirasi
Kedalaman dari inspirasi
Kemampuan untuk mengeluarkan sekresi
Kecemasan
Ketakutan
Tersedak
Bunyi napas tambahan
Terengah-engah
Penggunaan otot bantu
Akumulasi dari sputum






















2. Status Respirasi
Respiratori rate
Irama pernapasan
Kedalaman inspirasi
Auskultasi bunyi napas
Volume tidal
Kapasitas vital
Saturasi oksigen
Tes fungsi paru
Penggunaan otot aksesoris
Retraksi dada
Sianosis
Dispnea saat istirahat
Somnolen
Diaporesis
Gangguan kognitif
Akumulasi sputum
Suara napas tambahan








3. Keefektivan Pompa Jantung
Tekanan darah sistol
Tekanan darah diastol
Denyut nadi perifer
Irama jantung
RR
Irama pernapasan
Kedalaman inspirasi
Output urin
Saturasi oksigen
Fatigue
Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
Disritmia
Bunyi jantung abnormal
Angina
Edema perifer
Edema paru
Asites
Intoleran aktivitas
Hepatomegali
Ukuran jantung 1. Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas
Posisikan klien untuk potensi ventilasi yang maksimal
Bantuan jalan napas melalui oral atau nasofaring
Melakukan fisioterapi dada
Mengeluarkan sekresi dengan mendorong untuk batuk atau suction.
Dorong perlahan; tarik napas dalam; keluarkan; batukkan
Instruksikan bagaimana cara batuk yang efektif
Auskultasi bunyi nafas, mencatat area yang mengalami penurunan atau tidak terdapat ventilasi dan adanya suara tambahan.
Gunakan bronkodilator
Melakukan suction endotrakeal atau nasotrakeal
Ajarkan pasien bagaimana cara menggunakan peresepan inhaler
Gunakan pengobatan aerosol
Gunakan pengobatan nebulizer ultrasonic
Gunakan udara yang lembab atau oksigen
Regulasi pemasukan cairan untuk keseimbangan cairan yang optimal
Posisikan klien untuk meringankan dispnea
Monitor status respirasi dan oksigenisasi


2. Pemantauan Respirasi
Monitor RR, irama pernafasan, kedalaman dan usaha bernafas
Catat pergerakan dada, perhatikan kesimetrisannya, penggunaan otot aksesoris dan rewtraksi otot supra klavikular dan interkostal
Monitor bising nafas, seperti crowing dan snoring
Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernafasn kussmaul, pernafasan cheyne-stokes, bioapneostik, respirasi biot dan pola ataxic
Monitor kelelahan otot diafragma
Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan udara.
Auskultasi bunyi napas, catatan adanya bunyi tambahan.
Monitor kapasitas vital, fev1/fv5c.
Gunakan trikmen terapi respirasi (nebulizer).
Monitor sekresi pernapasan pasien.

3. Cardiac Care
Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi, durasi)
Monitor frekuensi dan ritme jantung
Auskultasi suara jantung
Auskultasi paru (bunyi crackles dan bunyi tambahan)
Monitor status syaraf
Monitor intake/output, keluaran urin dan berat badan
Monitor pemeriksaan EKG secara berkala
Menggunakan 12 lead EKG, jika diperlukan
Monitor fungsi ginjal (mis. BUN dan CR level), jika dibutuhkan
Monitor hasil lab untuk elektrolit yang mungkin meningkatkan resiko disritmia (mis. Serum potassium dan magnesium)
Gunakan X-ray dada
Monitor keefektipan terapi oksigen
Monitor factor yang menentukan penyampaian oksigen (mis. Pa O2 dan tingkat hemoglobin dan kardiak output)
Monitor keefektifan pengobatan

ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT DOENGOES (1999)
KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN PADA PASIEN SINDROM GUILLAIN – BARRE (POLI NEURITIS AKUT)
PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN PASIEN
1. AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yangbiasanya dimulai dari
ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat  kearah atas.
Tanda : Kehilangan otot, paralysis flaksit (simetris)
 Cara berjalan tidak mantap
2. SIRKULASI
Tanda : Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
 Disritmia, takikardia atau bradikardia
  Wajah kemerahan, diaforesis.

3. INTEGRITAS EGO
Gejala : Perasan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.
Tanda : Tampak takut dan bingung

4. ELIMINASI
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi.
Tanda : Kelemahan pada otot-otot abdomen.
  Hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfingter

5. MAKANAN DAN CAIRAN
Gejala : Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
Tanda : Gangguan pada refleks menelan.

6. NEUROSENSURI
Gejala : Kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan aelanjutnya terus
  naik (distribusi stoking / sarung tangan )
  Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, fibrasi, sensasi nyeri, dan sensasi
  suhu.
  Perubahan dalam ketajaman pengelihatan
Tanda : Hilangnya atau menurunnya reflkes tendon dalam
  Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan.
  Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi petosis kelopak mata
 (keterlibatan saraf kranial)
  Kehilangan kemampuan untuk berbicara

7. NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Nyeri tekan otot ; seperti terbakar , menggangu, sakit, nyeri (terutama
pada bahu, pelvis, pinggang, punggung, dan bokong). Hipersensitif terhadap sentuhan.

8. PERNAFASAN
Gejala : Kesulitan dalam bernafas dan nafas pendek
Tanda : Pernafasan perut, menggunakan otot bantu nafas, apneu.
  Penurunan / hilangnya bunyi nafas.
  Menurunnya kapasitas vital paru
  Pucat / sianosis.
  Gangguan menelan / batuk

9. KEAMANAN
Gejala : Infeksi virus nonspesifik (seperti , infeksi saluran pernafasan ) kira-kira 2
  minggu sebelum munculnya tanda serangan.
  Adanya riwayat terkena herpes zoster, sinomegalo virus.
Tanda : Suhu tubuh yang fluktuasi (sangat tergantung pada suhu lingkungan)
 Penurunan kekuatan atau tonus otot , paralysis atau parestesia.
10. INTERAKSI SOSIAL
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara / berkomunikasi

11. PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : penyakit sebelumnya (infeksi saluran nafas atas, gastroenteritis); vaksinasi (campak, influensi polio); keadaan kronis (lupus eritematosus, penyakit Hodgkin / proses keganasan); pembedahan / anestesia umum, trauma.
Pertimbangan rencana pemulangan :
Mungkin pasien memerlukan bantuan mengenai transportasi, penyiapan makanan, perawatan diri, dan kewajiban pekerjaan rumah. Mungkin perlu melakukan perubahan pada tata ruang dan bentuk rumah, dan [emindahan pusat rehabilitasi



12. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Fungsi lumbal berurutan : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan normal dan jumlah sel darah putih yang normal dengan peningkatan protein nyata dalam 4 sampai 6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan tampak pada 4 – 5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri fungsi lumbal perlu diulang untuk beberapa kali. Elektromiografi:  hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase akhir
Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal
Foto Rontgen :  dapat memperlihatkan berkembanganya tanda-tanda dari gangguan pernafasan, seperti atelektasis, pneumonia
Pemeriksaan fungsi paru : dapat menunjukkan adnya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

B. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mempertahankan / menyokong fungsi pernafasan
2. Meminimalkan / mencegah komplikasi
3. Memberikan dukungan emosional terhadap pasien dan orang terdekat / keluarga
4. Mengendalikan / menghilangkan nyeri
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit prognosis dan kebutuhan pengobatan

C. TUJUAN PEMULANGAN
1. Fungsi pernapasan adekuat sesuai dengan kebuthuhan individu.
2. Kebutuhan akan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi oleh diri sendiri atau dengan bantuan orang lain
3. Komplikasi dapat dicegah atau dikontrol
4. Kecemasan / rasa takut menurun pada tingkat yang dapat ditoleransi
5. Nyeri menjadi minimal atau terkontrol
6. Proses penyakit atau prognosis dan kemungkinan adanya komplikasi


DIAGNOSA KEPERAWATAN


Faktor risiko meliputi


Kemungkinan dibuktikan oleh



HASIL YANG DIHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN

POLA NAFAS ATAU BERSIHAN JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF, RISIKO TINGGI TERHADAP

Kelemahan / paralisis otot pernafasan.
Kerusakan refleks gag / menelan

[ Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala
  membuat diagnosa aktual].


Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distres pernafasan, bunyi nafas bersih, dan GDA dalam batas normal.


TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernafasan. Catat peningkatan kerja nafas dan observasi warna kulit dan membran mukosa


Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respons pada T8 atau daerah lengan atas / bahu.




Catat adanya kelelahan pernafasan selama berbicara ( kalau pasien masih dapat berbicara).


Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adanya bunyi atau suara tambahan seoerti ronki, mengi.



Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi duduk bersandar.


Evaluasi refleks batuk, refleks gag, atau refleks menelan secara periodik. Lakukan oenghisapan sekret, catat warna dan jumlah dari sekret (sputum). Pertahankan puasa jiika diperlukan.




Teliti adanya laporan mengenai dispnea, nyeri dada, dan catat adanya peningkatan kegelisahan.





Pantau kapasitas vital, volume tidal, dan kekuatan pernafasan sesuai kebutuhan.


Kolaborasi

Lakukan pemantauan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur.


Lakukan tinjau ulang terhadap foto ronsen.


Berikan terapi suplementasi oksigen (yang telah dilembabkan) sesuai indikasi, dengan menggunakan cara pemberian yang sesuai, sepereti kanula, masker oksigen, atau ventilator mekanik.

Berikan obat / bantu dengan tindakan pembersihan pernafasan, seperti latihan pernafasan, perkusi dada, vibrasi, dan drainase postural.

Berikan terapi melalui tempat tidur kinetik sesuai indikasi.





Mandiri

Siapkan untuk/pertahankan intubasi, ventilator mekanik sesuai kebutuhan.


Berikan perawatan trakeostomi jika ada.


Peningkatan disters pernafasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernafasan dan / atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi mekanik.

Penurunan sensasi sering kali (walaupun tidak selalu) mengarah pada kelemahan motorik; seperti kehilangan pada tingkat T8 dapat mempengaruhi otot interkostal. Oleh karenanya tangan / lengan yang terkena sering kali mengarah pada masalah gagal nafas.

Merupakan indikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan / menurunnhya kapasitas vital paru.

Peningkatan resistensi jalan dan / atau akumulasi sekret akan mengganggu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi pernafasan (seperti pneumonia).

Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernafasan dan membatasi terjadinya risiko aspirasi sekret.

Jika otot kepala dan otot leher terkena maka evaluasi ulang terhadap refleks tersebut harus dilakukan untuk mencegah aspirasi, infeksi pulmonal, dan gagal nafas. Kehilangan kekuatan dan fungsi otot mungkin menngakibatkan ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan dan/atau membersihakn jalan nafas.

Pasien inin sangat berisiko mengalami embolisme pulmonal (sebagai akibat dari pengumpulan vaskuler dan imobilisasi), yang memerlukan intervensi segera dan sokongan terhadap pernafasan untuk mencegah komplikasi yang serius atau kematian.

Mendeteksi perburukan dari paralisis otot dan penurunan upaya pernafasan.




Menentukan keefektifaan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan untuk / keefektifan dari inteervensi

Adanya perubahan merupakan indikasi dari kongesti paru dan/atau atelektasis.

Mengatasi hipoksia. Pelembaban terhadap sekret (agar mudah dikeluarkan) dan mudah menjaga kelembaban membran mukosa karena hal tersebut dapat menurunkan iritasi jalan nafas.


Memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis dengan memobilisasi sekret dan meningkatkan ekspansi alveoli paru.


Pergerakan / perubahan posisi yang kontinue dapat digunakan untuk meningkatkan sisrkulasi dan oksigenasi dari bagian-bagian paru dan untuk mobilisasi sekret. Hal ini dapat menurunkan atelektasis dan risiko terjadinya infeksi paruy dan/atau emboli.



10% – 20% pasien mengalami gangguan pernafasan yang cukup berarti yang memerlukan intervensi / sokongan yang terus menerus.

Mungkin diperlukan untuk penatalaksanaan jalan nafas dan sekresi. Trakeostomi “untuk bicara” mungkin diperlukan untuk memfasilitasi komunikasi. Meskipun adanya kelemahan pada otot dan sekret yang timbul terus menerus dan membatasi keefektifannnya.





DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dapat dihubungkan dengan




Kemungkinan dibuktikan oleh





HASIL YANG DIHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN
PERUBAHAN PERSEPSI – SENSORI [URAIKAN]

Perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi sensori.
Perubahan status organ indera.
Ketidakmampuan berkomunikasi, bicara, atau berespons.
Perubahan kimia (hipoksia, ketidak seimbangan elektrolit)

Hipoestesia / hiperestesia ; nyeri
Perubahan respons umum terhadap rangsang.
Inkoordinasi motorik.
Gelisah,  peka rangsang, ansietasi
Perubahan pola komunikasi.

Mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori.
Mempertahankan mental/orientasi umum.
Mengidentifikasi intervensi untuk meminimalkan kerusakan / komplikasi sensori.


TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Pantau status neurologis secara periodik  (seperti kemampuan berbicara, kemampuan berespons pada perintah yang sederhana dan berespons terhadap stimulasi nyeri ; kesadaran akan keadaan panas/dingin, tumup/tajam). Laporkan semua penemuan tersebut dalam tatanan yang teratur dan sistematik (dalam kardeks atau bentuk lain).



Berikan alternatif cara untuk berkomunikasi jika pasien tidak dapat berbicara, seperti “metode kedipan” (cara non verbal) , dengan papan bergambar atau dengan huruf – huruf.




Berikan lingkungan yang aman (penghalang tempat tidur, proteksi  terhadap trauma termal). Catat adanya kekurangan pada papan diruangan untuk mewaspadakan semua staf mengetahuinya, seperti “adanya kehilangan sensasi dibawah ...............”

Berikan kesempatan untuk istirahat pada daerah yang tidak mengalami gangguan dan berikan aktivitas lain yang sesuai pada batas kemampuan pasien.

Orientasikan kembali pasien pada lingkungan dan staf sesuai kebutuhan .


Berikan stimulasi sensori yang sesuai , meliputi suara musik yang lembut ; jam (waktu) ; televisi (berita / pertunjukan) ; bercakap-cakap santai.

Sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan pada pasien dan untuk memelihara keterikatan dengan apa yang terjadi pada keluarga


Tutup mata dengan cara memutar  jika ada ptosis.


Kolaborasi

Rujuk ke berbagai sumber penolong untuk membantu, seperti terapi fisik/terapi okupasi / terapi wicara, ahli agama, pelayanan sosial, departemen rehabilitasi.

Bantu melakukan plasmaferesis sesuai kebutuhan




Berikan obat sesuai kebutuhan, seperti :
Gammaglobulin dosis tinggi melalui IV.


Kortikosteroid.


Perkembangan dan munculnya kembali tanda dan gejala mungkin sangat bervariasi. Perkembangan tersebut sering kali cukup cepat dan mungkin memuncak dalam beberapa hari / minggu. Proses penyembuhan dimulai 2 – 4 minggu selekah proses perkembangan penyakit berakhir dan kebanyakan secara perlahan.catatan yang teratur sangat membantu dalam perawatan untuk menemukan adanya komplikasi yang memerlukan intervensi / evaluasi selanjutnya

Jika gejala tersebut berkembang dengan lambat, pasien dapat membantu untuk menciptakan metode komunikasi alternatif. Jika prosesnya cepat ( beberapa jam / beberapa hari), upaya yang konsisten dan konstan pada semua staf sangat diperlukan untuk menciptaka komuniaksi yang efektif .

Kehilangan sensasi dan kontrol motorik menjadikan pasien perhatiaan untama dari pemberi asuhan yang harus mempertahankan lingkungan terapeutik dan mencegah trauma.



Menurunkan stimulus berlebihan yang dapat meningkatkan kecemasan besar dan meminimalkan kemampuan koping.


Membantu menurunkan kecemasan dan terutama sangat bermanfaat jika terjadi gangguan pengelihatan.

Pasien (biasanya sadar) mersa terisolasi total karena terjadi paralisis dadn selama fase penyembuhuan

Membantu orang terdekat merasakan masuk didalam hidup pasien (menurunkan perasaan tidak berdaya / tiada harapan) dan menurunkan kecemasan pasien mengenai keluarga selama perpisahan tersebut.

Mempertahankan masukan pengelihatan disamping menurunkan risiko terjadinya abrasi kornea.



Semua pelayanan mengkoordinasikan usaha untuk meningkatkan proses penyembuhan / meminimalkan gejala sisa penurunan neurologis.


Penanganan ini membuang imonoglubulin, komplemen, fibrinogen dan protein dan fase akut yang menimbulkan serangan penyakit dan depresi pernafasan pada pasien klasifikasi “berat” jika penanganan dalam dua minggu.


Suatu hasil riset menyarankan hal ini dapat meningkatkan respons antibody dalam keadaan penyakit yang berat.

Penggunaannya masih kontroversial. Dapat memperbaiki gejala akut dengan mensupresi respons autoimun tetapi tidak tampak memberikan hasil yang diharapkan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN


Faktor risiko meliputi





Kemungkinan dibuktikan oleh


HASIL YANG DIAHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN PERFUSI JARINGAN, PERUBAHAN, RISIKO TINGGI TERHADAP

Disfungi sistem saraf autonomik, ysng menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena.
Hipovolemia.
Berhentinya aliran darah vena (trombosis).

[ tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala diagnosa aktual ]

Mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung terkontrol / tak ada.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanya hipotensi postural. Berikan latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi pasien.





Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya disritmia.







Pantau suhu tubuh. Berika suhu lingkungan yang nyaman, berikan atau tanggalkan selimut, gunakan kipas angin ruangan dan sebagainya.







Catat masukan dan haluaran.





Ubah posisi pasien secara teratur. Observasi adanya iritasi pada kulit. Lakukan masase kulit diatas daerah yang menonjol. Pertahankan linen tetap kering, dan rata tidak ada lipatan-lipatan. Cuci dan bersihkan kulit dengan sabun yang lunak dan beri bedak (talk). Berikan pengalas pada kulit sesuai kebutuhan.

Tinggikan sedikit kaki tempat tidur . berikan latihan pasif pada lutut /kaki. Observasi adanya edema pitting (cekung), eritema atau adanya tanda homan positif.



Kolaborasi

Berikan pengobatan :
Cairan IV dengan hati-hati dengan sesuai indikasi.





Beri obat seperti anti hipertensi dengan kerja pendek.


Heparin.


Pantau pemeriksaan laboraturium, seperti JDL atau Hb / Ht, elektrolit serum.



Berikan matras dengan tekanan pada tempat-tempat tertentu (matras angin yang bergelombang) , terapi tempat tidur ( tempat tidur yang dapat digerakkan / diubah posisinya),  sesuai kebutuhan


Pakailah stoking anti emboli atau alat pemijat kontinue ; lepaskan sesuai jadwal dengan interval tertentu.


Perubahan pada tekanan darah (hipertensi berat / hipotensi) terjadi sebagai akibat dari kehilangan alur dari saraf simpatik untuk mempertahankan tonus vaskuler perifer (disfungsi otonom). Reflkes pada tekanan darah selama perubahan posisi (dari satu sisi ke sisi yang lain) dapat terganggu yang menyebabkan terjadinya hipotensi postural.

Sinus takikardi / bradikardi dapat berkembang sebagai akibat dari gangguan saraf autonom simpatis atau tidak adanya hambatan terhadap rerfleks vagal yang menyebabkan henti jantung. Disritmia dapat juga terjadi sebagai akibat dari hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit atau penurunan curah jantung (dampak sekunder pada gangguan tonus vaskuler dan arus balik vena).

Perubahan padsa tonus vasomotor menimbulkan kesulitan pada regulasi suhu (seperti , ketidakmampuan untuk berkeringat) dan pasien mungkin akan terpengaruh dengan suhu lingkungan sekitarnya. Penghangatan dan/atau pendinginan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mecegah trauma karena kepanasan atau kedinginan karena banyak pasien kemungkinan telah mengalami gangguan sensasi.

Relaksasinya tonus vaskuler, perubahan cairan ddan penurunan masukan oral dapat menurunkan volume sirkulasi dan secara negatif akan mempengaruhi tekanan darah dan haluaran urine.

Perubahan sirkulasi / pengumpulan vaskuler dapat mengganggu perfusi  seluler yang meningkatkan risiko iskemia / kerusakan jaringan .




Kehilangan tonus vaskuler dan vena yang statis meningkatkan risiko terbentuknya formasi trombus. Catatan: TVD  (yang mungkin hilang sendiri menyebabkan pasien merasa tidak nyaman) dan menimbulkan emboli paru jika tidak terdeteksi dan ditangani dengan segera.




Mungkin diperlukan untuk mengoreksi / mecegah hipovolemia / hipotensi. Tetapi harus digunakan secara berhati-hati sebab pasien dengan gangguan tonus vaskuler mungkin sensitif pada adanya peningkatan yang kecil dalam volume sirkulasi.

Kadang-kadang digunakan untuk menghilangkan hipertensi yang menetap atau gangguan mediasi autonom.

Mungkin digunakan untuk menurunkan resiko trombofleditis.

Hematokrit bermanfaat dalam menentukan hipofolemia/ hiperfolemia.hiponatremia dapat berkembang yang mengisyaratkan adanya komplikasi SIADH.

Meningkatkan sirkulasi dan mencegah komplikasi pada kulit.catatan : terapi kinetik diperkirakan secara lebih besar untuk meningkatkan perfusi/ fungsi organ dan untuk menurunkan komplikasi sebaagai akibat dari imubilisasi.

Meningkatkan arus balik vena menurunkan kedadaan vena statis dan menghindari risiko terjadinya pembentukan trombosis.




DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dapat dihubungakan dengan

Kemungkinan dibuktikan oleh


HASIL YANG DIHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN

Kerusakan neuromuskuler .

Kehilangan  koordinasi ; paralisis parsial / komplet.
Penurunan tonus atau kekuatan otot.

Mempertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi (kontraktur, dekubitus)
Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit.
Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas yang diinginkan.


TINDAKAN / INTERVENSI
RASIONAL

 




TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL

Mandiri

Kaji kekuatan motorik / kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0 – 5 . lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai dasarnya.


Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.

Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal, trokhanter roll, papan kaki.


Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif lama fase akut
Koordinasikan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan dan bergantung pada tolerasi secara individual, seperti duduk di sisi tempat tidur dengan sokongan, bangkit dari kursi, dan kemudian ambulansi sesuai kemampuan.

Berikan lubrikasi/minyak artificial sesuai kebutuhan







Kolaborasi

Konfirmasikan dengan/rujuk ke bagian terapi fisik/terapi okupasi


Menentukan perkembangan / munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan / harapan pasien. Catatan : Quadriplegia (paralisis simetris) umumnya terjadi dan membutuhkan intervensi yang menyeluruh.

Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi menurunkan risiko terjadinya iskemia / kerusakan pada kulit


Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis; mencegah kontraktur dan kehilangan fungsi sendi.

Menstimulasi  sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi. Catatan:  Latihan yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala yang menyebabkan regresi fisiologis dan emosi. Persendian juga dapat mengalami dislokasi sehingga otot mengalami flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan yang berlebihan

Kegiatan latigan pada bagian tubuh yang terkena yang ditingkatkan secara bertahap/terprogram. Meningkatkan fungsi organ secara normal dan memiliki efek psikologis yang positif.
Mencegah kekeringan dari jaringan tubuh yang halus ketika pasien tidak dapat menutup/mengedipkan mata secara memadai



Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual/latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu/brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari

DIAGNOSA KEPERAWATAN KONSTIPASI/DIARE, RISIKO TINGGI TERHADAP

Faktor risiko meliputi : Kerusakan neuromuskuler (kehilangan sensasi dan reflex anal)
Imobilitas
Perubahan pada masukan diet/cairan

Kemungkinan dibuktikan oleh: [tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda gan gejala-gejala membuat diagnose actual]

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN :


Mempertahankan pola eliminasi usus tanpa ileus
TINDAKAN/INTERVENSI

Mandiri

Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000 ml/hari (tentunya jika pasien dapat menelan)

Berikan privasi dan posisi Fowler pada tempat tidur (jika memungkinkan) dengan jadwal waktu secara teratur.

Auskultasi bising usus, catat adanya, atau tidak adanya atau perubahan bising usus







Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot abdomen yang lemas).ukur lingkar perut sesuai kebutuhan.

Pantau adanya mual, muntah, penghentian feses


Periksa kembali adanya kesulitan defekasi karena feses yang keras atau karena penurunan/sampai pada tidak adanya feses atau diare


Kolaborasi

Beri obat pelembek fese, supositoria, laksatif, atau penggunaan selang rectal sesuai kebutuhan
RASIONAL



Dapat melembekkan feses dan memfasilitasi eliminasi


Meningkatkan usaha evakuasi feses



Penurunan atau hilangnya bising usus dapat merupakan indikasi adanya ileus paralitik yang berarti hilangnya motilitas usus dan/atau ketidakseimbangan elektrolit. Hiperperistaltik mungkin akan tercatat jika ada diare sebagai efek samping dari makanan melalui selang NG atau karena terapi kinetic.

Dapat mencerminkan perkemangan ileus paralitik atau adanya impaksi fekal


Kecepatan perkembangan pada ileus yang komplet dapat bervariasi tetapi dapat diperkirakan

Pengeluaran feses secara manual dengan hati-hati mungkin perlu, yang dilakukan bersamaan dengan intervensi lain untuk menstimulasi pengeluaran feses.




Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen, dan membantu dalam keteraturan fungsi defekasi


tingkatkan diet makanan yang berserat atau perubahan kecepatan dan jenis dari makanan sonde jika ada kebutuhan

Pasang/pertahankan selang NG jika ada kebutuhan Membantu dalam mengatur konsistensi fekal dan menurunkan konstipasi (diare, konstipasi)


Menurunkan mual dan muntah dan melakukan dekompresi pada distensi abdomen yang berhubungan dengan hilangnya peristaltic, munculnya ileus paralitik.


DIAGNOSA KEPERAWATAN RETENSI URINARIUS, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi: Kerusakan neuromuskuler (kehilangan sensasi dan reflex sfingter)
Imobilitas
Kemungkinan dibuktikan oleh: [tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnose actual]
HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUSI PASIEN AKAN Mendemonstrasikan pengosongan kandung kemih adekuat/tepat waktu tanpa retensi atau infeksi urinarius

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Catat frekuensi dan jumlah berkemih Memberikan informasi selama pengkajian dari fungsi kandung kemih

Lakukan palpasi abdomen (di atas suprapubik) untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih
Jika reflex sfingter tidak ada, kandung kemih akan penuh dan selanjutnya akan menjadi distensi
Menganjurkan pasien untuk minum paling tidak 2000 ml/dalam batas toleransi jantung) dan termasuk juga minum juice buah (contoh:krenberi)
Tekanan manual di atas kandung kemih dapat memfasilitasi pengosongan kandung kemih tersebut
Kolaborasi

Lakukan kateterisasi pada residu urine (kateterisasi intermiten) sesuai kebutuhan. Memantau keefektifan dari pengosongan kandung kemih

Pasang/pertahankan kateter indwelling sesuai kebutuhan Mungkin diperlukan untuk menanggulangi adanya retensi urinarius atau smapai terjadinya resolusi (perbaikan) dari GBS dan adanya perbaikan adekuat dari control kandung kemih



DIAGNOSA KEPERAWATAN NUTRISI, PERUBAHAN : KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi:

Kerusakan neuromuskuler yang mempengaruhi reflex gagal/batuk/menelan dan fungsi GI
Kemungkinan dibuktikan oleh:

[Tidak dapat diterapkan: adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnisa actual]
HASIL YANG DIHARAPKAN/ KRITERIA EVALUSI PASIEN AKAN
Mendemonstrasikan berat badan stabil, normalisasi nilai-nilai laboratorium, dna tak ada tanda malnutrisi


TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk, pada keadaan yang teratur Kelemahan otot dan reflex yang hipoaktif/hiperaktif dapat mengindikasikan kebutuhan akan metode makan alternative, seperti melalui selang NG dan sebagainya

Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis/imobilisasi

Catat masukan kalori setiap hari Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhannya

Catat makanan yang disukai/tidak disukai oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang dikehendakinya. Berikan makanan setengah padat/cair
Meningkatkan rasa control dan mungkin juga dapat meningkatkan usaha untuk makan. Makanan lunak/setengah padat menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
Anjurkan untuk makan sendiri jika memungkinkan. Izinkan untuk makan sesuai waktu yang diinginkan /yang menyenangkan bagi pasien untuk terus berusaha sendiri. Beri bantuan/beri makan sesuai kebutuhan Derjat hilangnya control motorik mempengaruhi kemampuan untuk makan sendiri. Harga diri dan perasaan control oleh upaya yang diarahkan sendiri meskipun bila sangat terbatas.

Anjurkan orang terdekat untuk ikut berpartisipasi pada waktu makan, seperti member makan dan membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
Memberikan waktu bersosialisasi yang dapat meningkatkan jumlah masukan makanan pada pasien
Kolaborasi

Berikan diet tinggi kalori atau protein nabati, seperti eggnog Memberikan waktu bersoisalisasi yang dapat meningkatkan jumlah masukan makanan pada pasien

Timbang berat badan setiap hari Mengkaji keefektifan aturan diet


DIAGNOSA KEPERAWATAN ANSIETAS (URAIKAN)/KETAKUTAN

Faktor risiko meliputi:

Krisis situasional
Ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Peningkatan tegangan, gelisah, tak berdaya
Ketakutan, tidak pasti, gelisah
Berfokus pada diri sendiri
Rangsangan simpatis

HASIL YANG DIHARAPKAN/ KRITERIA EVALUSI PASIEN AKAN
Menerima dan mendiskusikan rasa takur
Mengungkapkan pengetahuan yang akurat tentang situasi
Mendemonstrasikan tentang perasaan ayng tepat dan berkurangnya rasa takut
Tampak rileks dan melaporlan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi


TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Tempatkan pasien dekat ruang perawat, periksa pasien secara teratur. Kaji kembali kemampuan pasien untuk menggunakan alat panggil lampu secara regular
Memberikan keyakinan bahwa bantuan sgera dopat diberikan jika pasien secara tiba-tiba menjadi tidak memiliki kemampuan
Berikan perawatan primer/hubungan staf perawat yang konsisten.
Meningkatkan saling percaya pasien dan membantu untuk menurunkan kecemasan
Berikan bentuk komunikasi alternative jika diperlukan Menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi

Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan kehilanggan kemampuan yang menetap, kehilangan fungsi kematian, masalah mengenai kebutuhan penyembuhan/perbaikan. Membawa perasaan takur secara terbuka, memberikan kesempatan untuk mengkaji persepsi/infirmasi/informasi yang salah dari pasien dan memberikan jalan dalam pemecahan masalah pada keadaan yang diharapkan.

Berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan pasien termasuk orang yang terdekat Pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasama pasien dalam kebutuhan akan melakukan aktivitas. Perlibatann pasien dan juga orang terdekat dalam perencanaan asuhan akan dapat mempertahankan beberapa perasaan control terhadap diri atas kehidupannya yang selanjutnya akan meningkatkan harga diri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI [AKUT]
Faktor risiko meliputi:

Kerusakan neuromuskuler (parestesia, diestesia)
Kemungkinan dibuktikan oleh:

Sensasi nyeri akibat sentuhan kulit halus
Sakit, nyeri tekan pada otot/sendi
Perubahan tonus otot (flaksid, spastic)
Perilaku melindungi

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUSI PASIEN AKAN
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol.
Mengungkapkan metode untuk meredakan nyeri.
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi sesuai indikasi untuk situasi individu.


TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman dengan menggunakan skala 0-10. Observasi adanya tanda-tanda nonverbal dari nyeri tersebut (wajah tampak menahan sakit, menarik diri/menangis)
Menganjurkan pasien untuk “melokalisasi/mengetahui kuantitas” nyeri yang menunjukkan adanya perubahan,a danya perbaikan
Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakannya
Menurunkan perasaan terisolasi, marah dna cemas yang dapat meningkatkan nyeri tersebut
Berikan kompres hangat atau dingin, mandi dengan air hangat, berikan masase atau sentuhan sesuai toleransi pasien secara individual Membantu pasien mendapatkan control perasaan tidak nyaman secara konstan yang disebabkan oleh parestesia dan menurunkan kekakuan/nyeri pada otot

Lakukan perubahan posisi secara teratur.berikan sokongan dengan bantal,busa atau dengan selimut Membantu menghilangkan kelelahan dan tegangan otot. Catatan:  kadang-kadang pasien menghendaki untuk berbaring terlentang dalam posisi “frog-leg” (posisi seperti katak)

Berikan latihan rentang gerak secara pasif
Menurunkan kekakuan pada sendi
Instruksikan/anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti visualisasi (menonton), latihan relaksasi yang berkembang, bimbingan imajinasi, biofeedback
Memfokuskan kembali secara langsung dari perhatian/persepsi dan meningkatkan koping yang dapat membantu menghilangkan rasa nyeri.
Kolaborasi

Berikan obat analgetik sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan narkotika. Berguna untuk menghilangkan rasa nyeri jetika metode lain yang telah dicoba tidak memberikan hasil yang memuaskan. Narkotik (kecuali kodein yang memiliki efek lebih kecil) harus dihindari jika masih mungkin karena obat-obat tersebut dapat menekan pernafasan dan mempunyai efek samping terhadap saluran pencernaan
Bantu dengan terapi-terapi alternative, seperti ultrasound, diatermia, dan menggunakan unit TENS.
Kadang-kadang  bermanfaan dalam menghilangkan ketidaknyamanan pada otot.

DIAGNOSA KEPERAWATAN KURANG PENGETAHUAN [KEBUTUHAN BELAJAR] MENGENAI KONDISI, PROGNOSIS, DAN TINDAKAN

Faktor risiko meliputi:

Kurang pemajanan.
Kesalahan interpretasi informasi.
Tidak mengenal sumber informasi.
Kurang mengingat, keterbatasan kognitif.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Meminta informasi
Pernyataan salah konsepsi
Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUSI PASIEN AKAN
Berpartisipasi dalam proses belajar.
Mulai perubahan gaya hidup yang perlu dan berpartisipasi dalam upaya rehabilitasi sebagai kemampuan individual


TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Tentukan tingkat pengetahuan pasien dan kemampuan untuk berperan serta dalam proses rehabilitasi
Mempengaruhi pilihan terhadap intervensi yang akan dilakukan
Tinjau kembali pengetahuan pasien tentang penyakit dan prognosisnya. Berikan literature dalam bentuk tulisan mengenai masalah-masalah tersebut diatas. Pengetahuan dasar merupakan suatu hal yang penting untuk membuat pilihan informasi dan berpartisipasi dalam upaya rehabilitasi. Meskipun gejala itu telah berlalu, pengaruh sisi mungkin masih tetap ada selama beberapa minggu, beberapa bulan bahkan mungkin lebih lama dari itu.

Anjurkan untuk mengungkapkan apa yang dialami, bersosialisasi, dan meningkatkan kemandiriannya
Meningkatkan kemalai pada perasaan normal dan perkembangan hiduonya pada situasi yang ada.
Identifikasi tindakan ang aman untuk menemukan deficit sensori-motorik secara individual. Menurunkan risiko terjadinya trauma/menurunkan sisiko komplikasi yang sebenarnya masih dapat dicegah.

Bekerja dengna orang terdekat untuk menentukan peralatan ayng diperlukan dalam rumah sebelum pasien pulang
Jika pasien dapat kembali ke rumah, perawatan dapat difasilitasi dengan alat bantu untuk mobilisasi, makan dan mandi.
Tekankan pentingnya menghindari seseorang yang mengalami infeksi terutama infeksi pada saluran pernafasan atas
Pasien mengalami oenurunan daya tahan tubuhnya dan berisiko mengalami infeksi.
Instruksikan dan bantu pasien/orang terdekat dalam mempelajari rentang gerak dan latihan yang terkondisi, teknik memindahkan, mekanika tubuh yang baik, penggunaan alat bantu dan sebagainya
Meningkatkan kemandirian dan penyembuhan yang berkelanjutan. Proses ini seringkali berlangsung 4-6 minggu untuk re-mielinisasi dan sampai 2 tahun jika timbul quadriplegia.
Tinjau kembali tanda dan gejala yang memerlukan tindakan medis, seperti proses infeksi (infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas atas), retensi urine, konstipasi.
Intervensi segera dapat mencegah/meminumalkan komplikasi
Diskusikan kebutuhan akan control penyakit yang rutin
Perlu sekali untuk memantau perbaikan, mengidentifikasi kebutuhan terapi dan meningkatkan secara optimal proses penyembuhan. Penyembuhan biasanya baik, dengan berbagai derajat kelemahan/atrofi, meskipun 1/3 mengalami gejala sisa yang menetap (hiperrefleksia, atrofi, kelemahan otot bagian distal, paresis pada wajah)

Rujuk pada sumber-sumber yang ada di komunitas, seperti homepice , (pelayanan sosial, yayasan GBS [bila ada])
Dukungan mungkin diperlukan oleh pasien dalam menata rumah dan sebagainya

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun dipercaya bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini. Terapi farmakoterapi dan terapi fisik, prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan umur pasien.
GBS merupakan penyakit serius dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Walaupun tersedia adanya ICU, ventilator, dan terapi imunomodulator spesifik, sekitar 5 % dari pasien GBS dapat mengalami kematian dan 12% tidak dapat berjalan tanpa bantuan selama 48 minggu setelah gejala pertama muncul 20 % pasien akan tetap hidup dengan memiliki gejala sisa.
Selama ini para peneliti tetap mencari alternatif yang paling baik dan paling efektif dari PE dan IVIg, dan para dokter harus dapat mengenali gejala GBS sehingga dapat menegakkan diagnosis sedini mungkin. Penegakan diagnosis lebih dini akan memberikan prognosis yang lebih baik.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer SC, Bare BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 3. Jakarta: EGC, 2001
2. Asnawi CM. Neuropati Kapita Selekta Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar Edisi VIII. Jakarta: Dian Rakyat, 2000
4. Harsono, 2008, Buku ajar neurologi klilnis, jakarta:Gadjah mada university press.
5. Hudak dan gallo, 1996, keperawatan kritis edisi VI, jakarta : EGC.
6. Doenges. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan edisi III, Jakarta : EGC.
7. Tarwoto, Dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Sagung Seto.

0 Response to "Laporan Pendahuluan Sindroma Guillain-Barre (SGB) Terbaru 2021"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel