Laporan Pendahuluan Miastenia gravis TERBARU 2021 - BlogMahasiswa Keperawatan

Laporan Pendahuluan Miastenia gravis TERBARU 2021

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnyapemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi.
Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).



B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Miastenia gravis?
2. Bagaimana etiologi dari Miastenia gravis?
3. Apa saja tanda dan gejala dari Miastenia gravis
4. Bagaimana patofisiologi dari Miastenia gravis?
5. Apa saja bentuk pemeriksaan klinis  dari Miastenia gravis?
6. Bagaimana bentuk penatalaksanaan medis dari Miastenia gravis?
7. Apa saja komplikasi dari Miastenia gravis ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Miastenia gravis?

C. Tujuan
a. Mampu mengetahui dan memahami definisi dari Miastenia gravis
b. Mampu mengetahui dan memahami etiologi dari Miastenia
c. Mampu mengetahui tanda dan gejala dari Miastenia gravis
d. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari Miastenia gravis
e. Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Miastenia gravis
f. Mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan medik dari Miastenia gravis
g. Mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari Miastenia gravis
h. Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Miastenia gravis







BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan. Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini. Miastenias gravis berakhir dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi lumpuh sama sekali.
Miastenia gravis adalah gangguan system saraf perifer yang ditandai dengan pembentukan autoantibody terhadap reseptorasetilkolin yang terdapat didaerah motor end-plate otot rangka. Autoantibody IgG secara kompetitif berikatan dengan reseptor asetilkolin, mencegah pengikatan asetilkolin ke reseptor sehingga mencegah kontraksi otot. Akhirnya, reseptor di taut neuromuskular rusak.
Miastenia Gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmirasi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang parah .Kondisi ini adalah satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan kombinasi antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan yang dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal ( Price dan Wilson,1995 ).
Miastenia gravis pada awalnya dapat menyebabkan kelemahan otot yang mengontrol gerakan mata (miastenia gravis ocular) atau dapat mempengaruhi seluruh tubuh (miastenia gravis umum). Perkembangan penyakit bervariasi dan dapat berkembang lambat, dengan atau tanpa remisi, atau berkembang cepat, yang menyebabkan kematian akibat paralisis pernapasan dan gagal napas.
Penyebab miastenia gravis tidak diketahui, namun tampak berkaitan dengan kecendrungan keluarga untuk mengalami penyakit autoimun. Kelenjar timus sering mengalami hyperplasia dan tampak berfungsi seperti fungsi kelenjar tersebut pada masa kanak-kanak awal , yang menunjukkan bahwa kelenjar timus dapat mencetuskan atau melanjutkan respons imun.
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan ,umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter ,dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi syaraf kranial.Serangan dapat terjadi pada berbagai usia dan terlihat paling sering pada wanita berusia 15-35 tahun serta pada pria 40-an tahun.

B. ETIOLOGI
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Menurut hipotesis bahwa sel-sel myoid (sel-sel thymus yang menyerupai sel-sel otot sketel) sebagai tempat yang paling terjangkit penyakit. Virus bertanggung jawab terhadap cidera sel-sel ini, yang mana menyebabkan pembentukan antibodi. Penelitian lain mengemukakan bahwa lymphocytic thymic dari orang yang mengidap MG (Miastenia Gravis) dapat mensintesa Ach Reseptor Antibody (Achrab) ke dalam vitro dan vivo yang menimbulkan perbedaan mode thymic yang dipengaruhi.

C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :
Kelelahan
Wajah tanpa ekspresi
Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.
Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.
Kesulitan mengunyah
Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
Kelumpuhan okular
Diplopia (pasien melihat dua tampilan dari satu objek)
Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan jari kaki
Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
Inkontinensia stress
Kelemahan pada sphincter anal
Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori
D. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, neurotransmiter Ach dilepaskan neuromuscular junction, menyebar melalui celap sinap dan bergabung dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap dari serabut otot. Hal ini merubah permeabilitas membran terhadap kalium dan natrium, sehingga terjadi depolarisasi. Bila sudah mencapai depolarisasi maka potensial aksi anak terjadi bersamaan dengan terpencarnya sarkolema yang menimbulkan kontraksi serabut otot. ACH dihancurkan oleh enzim Acethylcolinesterease setelah terjadi pengiriman menuju neuromuscular junction.
Patologi utama kelainan miastenia gravis adalah ketidakmampuan menyebarkan rangsang saraf ke otot sketel pada neuromuscular junction, kelainan terlihat akibat kekurangan Ach yang dilepaskan dari terminal membran sebelum sinap atau karena adanya penurunan jumlah normal reseptor Ach. Kemungkinan diakibatkan adanya cidera pada autoimmune. Pada sekitar 60-90 % orang menderita MG dan bayi dengan neonatal myasthenia pada protein reseptor Ach terdapat antibodi. Antibodi ini tidak bertambah dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap.
Tidak ada petunjuk yang jelas apakah MG termasuk dalam penyakit saraf pusat atau perifer. Penampilan otot secara mikroskopis biasa tanpa adanya atropi. Secara mikroskopis infiltrasi limposit dapat terlihat dalam otot-otot dan organ lain dengan menggunakan mikroskop, tetapi penemuan ini tidak tetap.
Kelenjar timus sering abnormal. Tumor kelenjar timus atau timoma, diperkirakan telah terajdi sekitar 15% kasus dan yang menunjukkan hiperplasia pada timus sekitar 80 % kasus. Belum diketahui secara pasti apa yang sebenarnya peranan thymus. Tetapi diperkirakan sebagai stimulus sntigenik yang memproduksi Anti Ach reseptor antibosi, dan ada juga hubungan yang sangat erat antara MG dengan hipertiroidism.




















E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
A. Anti-acetylcholine receptor antibody
- 85% pada miastenia umum
- 60% pada pasien dengan miastenia okuler
B. Anti-striated muscle
- Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
C. Interleukin-2 receptor
- Meningkat pada MG
- Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2. Imaging
A. X-ray thoraks
- Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
B. CT scan thoraks
- Identifikasi timoma
C.  MRI otak dan orbita
- Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin


3. Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan terjdi kelemahan pita suaranya hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pada posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
Tes tensilon (edrophonium chloride)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

4. Tes Prostigmin (neostigmin)
A. Injeksi prostigmin 1,5 mg IM,
B. Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya seperti nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan terjadi pada 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam

5. Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%

6. Pemeriksaan antibodi AchRss
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit

7. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal.

F. PENGOBATAN
Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
o Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kemudian dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sangat pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat :
o Obat : azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison
o Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
Intravenous Imunoglobulin
Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
Pada MG berat
Plasmapharesis
Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yang beredar dalam serum penderita.

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan medis klien myasthenia gravis meliputi :
a. Medikamentosa
Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet ) stelah 2 haridtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.Dosis maksimum 6 table / hari ( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid maupun Azathioprine. Bila Pasien usia <45 tahun dengan AChR + ,dapat dipertimbangkan timektomi dini.
Kortikosteroid ( Prednison) dapat diberikan selang beberapa hari. Dosis mencapai 1,5mg / kg/selang sehari atau ,misalnya 100 mg /hari.Dosis ini dipertahankan sampaipasien menagalami remisi ( beberapa bulan ). Dosis dapat dikurangi per 10 mg setiap3-4 mgg sampai 20 mg / selang sehari. Dosis kemudian dikurangi 1 mg setiap bulandan diberikan kembali dengan dosis tinggi bila relaps.
Azathiropin, dapat diberikan dengan dosis awal 2 x 25mg . Dosis dapat ditingkatkanmenjadi 25 /hari sampai mencapai 2,5 mg /kg/hari. Sebelum dilakukan terapidilakukan evaluasi darah rutin ( hitung jenis dan fungsi hati).Evaluasi dilakukan setiap 3 minggu selama 8 minggu kemudian setiap 3 bulan. (Dewanto dkk,2009:64).

b. Timektomi
Kelenjar Timus Memproduksi T- Limfosit yang berperan dalam system imun. Ada penderita Miastenia Gravis,kelenjar tymus dapat mengalami peningkatan jumlah sel (hyperplasia timus) atau tumor ( Tinoma ), sehingga merangsang, pembentukan antibody berlebihan. Tindakan Timektomi terbukti meperbaiki kondisi klinis paseien MG. (Dewanto dkk,2009:64)
c. Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
Efektif sebagai terapi jangka pendek pada pasien MG dengan exaserasi akut. Pada Plasma ferensis dilakukan pengantian darah dengan sel darah merah merah, sehingga plasma darah dibuang dan diganti dengan suplemen yaitu human albumin dan arutan normal salin
d. Intavenous Imunoglobulin ( IV ig)
e. Mekanisme kerja adalah mengurangi kemotaksis atau aktivasi makrofag.
f. Pembedahan
g. Plasmapharesis
h. Thymectomy
i. Ventilasi mekanik/terapi oksigen
j. Terapi fisik
k. Terapi okupasi
l. Obat-obatan : anticholinesterase, kortikosteroid, hormon pituitary
m. Dukungan nutrisi (Dewantodkk,2009:63)

H. KOMPLIKASI
Gagal nafas
Disfagia
Krisis miastenik
Krisis cholinergic
Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama :
Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
Gastritis, penyakit peptic ulcer
Pneumocystis carini
Prognosis :
Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
40% hanya gejala okuler    




 
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas klien: yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin (wanita), dan status
b) Keluhan utama : kelemahan otot
c) Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
d) Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan.


3) B3 (Brain)
Pengkajian Saraf Kranial
a. Saraf I (olfaktorius)
Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama fungsi penciuman
b. Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan ganda
c. Saraf III , IV dan VI (okulomotoris, troklearis, abdusens) Sering didapatkan adanya ptosis (penurunan kelopak mata bagian atas). Adanya oftalmoplegia, mimic dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada nervus VI.
d.  Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot wajah.
e. Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik lidah.
f. Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g. Saraf IX dan X (glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan.
h. Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik pada lidah.


Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas.
Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal.
Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
4) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.
6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008).
e) Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah); kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar timus.
f) Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi; koping yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
g) Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit, komplikasi, prognosa dan pengobatan; kemampuan membaca dan belajar.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral

3. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi, pola pernapasan klien kembali efektif
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal (16-20 kali per menit)
- Bunyi nafas terdengar jelas
- Respirator terpasang dengan optimal


Intervensi Rasional
Kaji Kemampuan ventilasi untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinik.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan,laporkan setiap perubahan yang terjadi. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisiklien.
Baringkan klien dalamposisi yang nyaman dalam posisi duduk Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR) Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru



2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan  fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
Tujuan : Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan dalam pengobatan, klien harus belajar tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-agenan tikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting padapengguaan medikasi dengan tepat waktua dalah ketegasan.
Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan



3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.

Kriteria hasil :
- Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
- Kemampuan batuk efektif dapat optimal
- Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan dalampengobatan, klien harus belajar tentangfakta-faakta dasar mengenai agen –agen antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, dan efek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu adalah ketegasan.
Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil :
- Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji komunikasi verbal klien Kelemahan otot-otot bicara klien krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi.
Lakukan metode komunikasi yang idealsesuai dengan kondisiklien Teknik untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan klien, mengulangi apa yang mereka coba komunikasikan dengan jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan atau goyangkan jari-jari tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.
Beri peringatan bahwaklien di ruang inimengalami gangguanberbicara, sediakan bel khusus bila perlu Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi
Kolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi





















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction.
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi : Kelelahan, Wajah tanpa ekspresi, Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan, Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari, Kesulitan mengunyah, Kelemahan, nada tinggi, suara lembut, Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata, Kelumpuhan okular, Diplopia, Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan jari kaki, Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan , Inkontinensia stress, Kelemahan pada sphincter anal, Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.

B. Saran
1. Mahasiswa
setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan Miastenia Gravis.



2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik primer maupum spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan Miastenia Gravis.



























DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-534.1984.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
Judith, M. Wilkinson . 2007. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC . Jakarta : EGC.
Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta
Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991.
Nanda . 2009 - 2011 . Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.








0 Response to "Laporan Pendahuluan Miastenia gravis TERBARU 2021"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel