Laporan Pendahuluan Hernia Nucleus Pulsosus (HNP) Terbaru 2021 - BlogMahasiswa Keperawatan

Laporan Pendahuluan Hernia Nucleus Pulsosus (HNP) Terbaru 2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Nyeri pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat  mengganggu aktivitas sehari-hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang bagian bawah adalah hernia nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu penyakit yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis umur dan jenis kelami. Sekitar 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung  bawah selama hidupnya. Kelompok studi  nyeri (pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan dokter spesialis saraf Indonesia) melakukan penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit pendidikan, dengan hasilmenunjukan bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi 18,37 % di sluruh kasus nyeri ditangani.
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui factor penyebabnya  agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan HNP  dapat maksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah  pengertian dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?
2. Apa sajakah klasifikasi dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?
3. Apakah yang menyebabkan hernia nucleus pulsosus (HNP)? 
4. Apakah tanda dan gejala atau manifestasi klinis yang ditimbulkan dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?
5. Bagaimana patofisiologi hernia nucleus pulsosus (HNP)?
6. Apakah komplikasi dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari hernia nucleus pulsosus (HNP)?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hernia nucleus pulsosus (HNP).
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari hernia nucleus pulsosus (HNP).
3. Untuk mengetahui penyebab hernia nucleus pulsosus (HNP)?.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala atau manifestasi klinis yang ditimbulkan dari hernia nucleus pulsosus (HNP).
5. Untuk mengetahui patofisiologi hernia nucleus pulsosus (HNP).
6. Untuk mengetahui komplikasi dari hernia nucleus pulsosus (HNP).
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hernia nucleus pulsosus (HNP).
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari hernia nucleus pulsosus (HNP).




















BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian HNP (Hernia Nukleus Pulposus)
HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus untuk kemudianmenekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang sobek. HNP merupakansuatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologis di kolumna vertebralis pada diskusintervetebralis/diskogenik. (Muttaqin, 2008).
 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). ( Doenges, 1999).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nukleus dari diskus ke dalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. ( Smeltzer, 2001).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah herniasi atau penonjolan keluar dari nukleus pulposus yang terjadi karena adanya degenerasi atau trauma pada anulus fibrosus. ( Rasjad, 2003).
 HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik). (Harsono, 1996).
    Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif atau trauma yang ditandai dengan menonjolnya nukleus pulposus dari diskus ke dalam anulus yang menimbulkan kompresi saraf sehingga terjadi  nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).





2. Anatomi Fiisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
1.      8 pasang saraf cervical.
2.      15 pasang saraf thorakal.
3.      5 pasang saraf lumbal
4.      5 pasang saraf sacral
5.      1 pasang saraf cogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.

3. Klasifikasi
Hernia dibedakan berdasarkan letak hernia di segman vertebra:
a. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh.
Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
b. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
c. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

4. Etiologi
Radiculopathy merujuk pada setiap penyakit yang mengenai pusat syaraf tulang belakang. Herniated disk adalah salah satu penyebab radiculopathy (sciatica). Kebanyakan hernia terjadi di bagian punggung bawah (daerah lumbar) pada punggung. Lebih dari 80% piringan yang hernia terjadi di punggung bagian bawah. Paling sering terjadi pada orang berusia 30 sampai 50 tahun. diantara usia ini, pelindung tersebut melemah. Bagian dalam, yang dibawah tekanan tinggi, bisa menekan melalui sebuah sobekan atau bintik yang melemahkan pada penutup dan menonjol keluar. Setelah usia 50 tahun, bagian dalam piringan tersebut mulai mengeras, membuat hernia sedikit mungkin. Sebuah piringan bisa sobek secara tiba-tiba, luka trauma atau luka berulang. Obesitas ataupun mengangkat benda berat, terutama mengangkat beban dengan posisi yang tidak semestinya dapat meningkatkan resiko tersebut.
Lumbar disk herniation terjadi 15 kali lebih sering dibandingkan cervical  disk herniation, dan ini adalah salah satu penyebab yang paling umum pada nyeri punggung belakang. Cervical disk mengenai 8% setiap kali dan upper-to-mid-back disk (thoracic) hanya 1-2 % setiap kali.
Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
1.  Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2.  Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3.  Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
b. Faktor risiko yang dapat dirubah
1.  Pekerjaan dan aktivitas : duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2.  Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3.   Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah.
5.  Batuk lama dan berulang
Penyebab lain dari HNP secara umum:
Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
Spinal stenosis
Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat,dll
Pembentukan osteophyte
Degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang rawan dan nukleus yang mengakibatkan berkurang

5. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Hal ini desebabkan oleh spasme otot-otot tersebut dan spasme menyebabkan penekanan pada saraf, neuron saraf menjadi terjepit lalu timbul reaksi zat kimia/bioaktif (serotonin , bradikinin dan prostaglandin). Zat-zat tersebut merupakan reseptor nyeri sehingga timbul rasa nyeri pada diri pasien.
Dimana nyeri tersebut terjadi tergantung dimana piringan tersebut mengalami herniasi dan dimana pusat syaraf tulang punggung terkena. Nyeri tersebut terasa sepanjang lintasan syaraf yang tertekan oleh piringan yang turun berok. Misal, piring hernia umumya menyebabkan sciatica. Nyeri tersebut bervariasi dari ringan sampai melumpuhkan, dan gerakan memperhebat nyeri tersebut. kaku dan kelemahan otot bisa juga terjadi. Jika tekanan pada pusat syaraf besar, kaki kemungkinan lumpuh. Jika cauda equina (berkas syaraf melebar dari bagian bawah tali tersebut) terkena, pengendalian kantung kemih dan isi perut bisa hilang. Jika gejala-gejala serius ini terjadi, perawatan medis diperlukan dengan segera.
Pusat syaraf (syaraf besar yang bercabang keluar dari tali tulang belakang) bisa menjadi tertekan mengakibatkan gejala-gejala neurological, seperti perubahan sensor atau gerak.
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patela (KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit yang diderita.
Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam gluteus dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi,  lemah, dan kelemahan refleks.
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1. Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2. Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3. Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
Hernia servicalis
1. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
2. Atrofi di daerah biceps dan triceps
3. Refleks biceps yang menurun atau menghilang
4. Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
Hernia thorakalis
1. Nyeri radikal
2. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis
3. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

6. Patofisiologi
Pada tahap pertama robeknya anufulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang, robeknyaitu menjadi lebih besardan timbul sobekan radial. Jika hal ini terjadi, maka risiko herniasi nucleus polposus hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya  presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatis ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat,dan sebagainya
  Penonjolan (herniasi) nukleu pulposus dapat kearah korpus vertebra di atas atau dibawahnya. Dapat juga menonjol langsung keanalis vertebralis. Penonjolan sebagai nucleus pulposus kedalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen dan dikenal sebagai nodus schmol. Robekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertrebalis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskialgia atau skiatika. Penonjolan nucleus pulposus  ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteriaradikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat penjebolan disisi lateral. jika tempat herniasi nya di tengah-tengah,tidak ada radiks yang terkena. Selain itu, karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medulla spinalis lagi, herniasi digaris tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nucleus pulposus sisa diskus intervetebralis mengalami lisi, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid , parestesis dan retensi urine . sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari k V kaki berkurang dan reflex achiles negative. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah bagian lateral , dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refles patela negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.


PATHWAY

































7. Komplikasi
Kelemahan dan atropi otot
Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
Kehilangan kontrol otot sphinter
Paralis / ketidakmampuan pergerakan
Perdarahan
Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

8. Penatalaksanaan
Setelah sekitar 2 minggu, kebanyakan orang sembuh tanpa pengobatan apapun. Memberikan kompres dingin (seperti ice pack) untuk nyeri yang akut dan panas (seperti heating pad) untuk nyeri yang kronik. Dapat pula menggunakan analgesik OTC bisa membantu meringankan nyeri tersebut. kadangkala operasi untuk mengangkat bagian atau seluruh piringan dan bagian tulang belakang diperlukan. Pada 10 % sampai 20% orang yang mengalami operasi untuk sciatica disebabkan piringan hernia, piringan lain pecah. 
Penatalaksanaan pada klien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah :
Penatalaksanaan medis.
1. Pemberian obat-obatan seperti analgetik, sedatif (untuk mengontrol kecemasan yang sering ditimbulkan oleh penyakit diskus vertebra servikal), relaksan otot, anti inlamasi atau kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi yang biasanya terjadi pada jaringan penyokong dan radiks saraf yang terkena, antibiotik diberikan pasca operasi untuk mengurangi resiko infeksi pada insisi pembedahan (Smeltzer, 2001).
2.   Prosedur pembedahan.
a. Laminektomi, adalah eksisi pembedahan untuk mengangkat lamina dan memungkinkan ahli bedah spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medulla dan radiks, laminektomi juga berarti eksisi vertebra posterior dan umumnya dilakukan untuk menghilangkan tekanan atau nyeri akibat HNP.
b. Disektomi, adalah mengangkat fragmen herniasi atau keluar dari diskus intervertebral.
c. Laminotomi, adalah pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan- graft tulang (dari krista iliaka atau bank tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosesus spinosus vertebra ; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani diskus defektif untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka kekambuhan.
e. Traksi lumbal yang bersifat intermitten. (Smeltzer, 2001).
f. Interbody Fusion (IF) merupakan penanaman rangka Titanium yang berguna untuk mempertahankan dan mengembalikan tulang ke posisi semula.
3. Fisioterapi
    a.    Immobilisasi
          Immobilisasi dengan menggunakan traksi dan brace. Hal ini dilakukan   agar tidak terjadi pergerakan vertebra yang akan memperparah HNP.
b.  Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan vertebra servikalis.
c.  Meredakan Nyeri
Kompres hangat dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Kompres hangat menimbulkan vasodilatasi sehingga tidak terjadi kekakuan pada daerah vertebra.
Penatalaksanaan keperawatan.
a.    Tirah baring (biasanya 2 minggu) pada alas yang keras atau datar.
b.    Imobilisasi dengan menggunakan kolar servikal, traksi servikal, brace atau korset.
c.    Kompres lembab panas (untuk 10 sampai 20 menit diberikan pada daerah belakang leher beberapa kali sehari untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan menolong relaksasi otot bagi klien yang mengalami spasme otot).
d.   Anjurkan mempergunakan posisi yang benar dan disiplin terhadap gerakan punggung yaitu membungkuk dan mengangkat barang. Teknik yang benar adalah menjaga agar tulang belakang tetap tegak, menekuk lutut dan menjaga berat badan tetap dekat dengan tubuh untuk menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan menghindari pemakaian otot-otot punggung.
e.    Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri
f.    Perawatan luka pada klien pasca operasi untuk mengurangi risiko infeksi.  (Smeltzer, 2001).
Diit.
Klien dengan HNP dianjurkan untuk makan makanan yang banyak    mengandung serat untuk mencegah konstipasi yang dapat memperberat rasa nyeri.
Terapi
1. Terapi konservatif
Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan latihan/dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
Medikametosa
1. Simtomatik
2. Kausal; kolagen

Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi ( pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksai otot dan mengurangi lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata kambuh berulang atau terjadi defisit neurologis.
Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (activity of daily living) serta klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Doenges
Data Dasar Pengkajian Pasien
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
               Gejala : 
˗ Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,         mengemudi dalam waktu lama.
˗ Membutuhkan papan / matras yang keras saat tidur
˗ Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian    tubuh.
˗ Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
         Tanda : 
˗ Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena
˗ Gangguan pada belajar
b.  Eliminasi
                Gejala : 
˗ Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
˗ Adanya inkontinensia atau retensi urine
 c. Integritas Ego
                  Gejala : 
  Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan,       finansial keluarga.
                  Tanda : 
Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga atau orang  terdekat.
d. Neurosensori
        Gejala : 
Kesemutan, kekuatan, kelemahan dari tangan atau kaki
          Tanda :
Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotemia, penurunan persepsi nyeri ( sensori ).
e.  Nyeri / Kenyamanan
          Gejala : 
˗ Nyeri seperti tertusuk pisau yang semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat defekasi,mengangkat kaki atau flexi pada leher. Nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, pantat ( lumbal ) atau bahu / lengan; kaku pada leher ( servical ).
˗ Terdengar adanya suara “krekk” pada saat nyeri baru timbul / saat trauma / merasa “punggung patah”
˗ Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan
          Tanda : 
˗ Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang – pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena.
˗ Nyeri pada saat dipalpasi
f. Keamanan
        Gejala : 
Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi

g. Penyuluhan / pembelajaran
          Gejala : 
Gaya hidup : monoton atau hiperaktif.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto ronsen spinal : memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang belakang / ruang intervertrebalis atau mengasimpangkan kecurigaan patologis lain, seperti tumor, osteomielitis 
b. Elektromigrafi : dapat melokalisasi lesi pada tingkat akar saraf spinal utama yang terkena.
c. Venogram epidural : dapat dilakukan pada kasus  dimana keakuratan dari miogram terbatas.
d. Fungsi lubal : mengesampingkan kondisi yang berhungan ,infeksi, adanya darah.
e. TandaLeseque (tes dengan mengaangkat kaki lurus keatas) : mendukung diagnosa awal herniasi diskus intervertebrallis ketika muncul nyeri pada kaki posterior.
f. Skan CT : dapat menunjukan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi diskus intervertebralis.
g. MRI : pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukan adanya perubahan tulang dan jaringan lunak dan memperkuat bukti adanya herniasi diskus.
h. Mielogram : mungkin normal aatau memperlihatkan penyempitan dari ruang diskus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.

Menurut Arif Mutaqqin
1. Anamnesis
Anamnesis pada HNP meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosa medis. NHP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat barang berat atau mendorong benda berat).
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan PQRST.
Provocking accident. Adanya riwayat terauma (mengangkat atau mendorong benda berat).
Quality and Quantity. Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau disayat, mendenyut sperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri alih (referred pain). Nyeri bersifat menetap atau hilang timbul, emakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena pencetus-pencetus seperti  gerakan-gerakan pnggang batuk atau mengejan,  berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang jika istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan terus menjalar ke bagian belaakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah jika ditekan area L5-S1 (garis antar dua krista liraka).
Region, Radiating and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengat tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri sperti berjalan, turun tangga, menyapu dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgetik, berpa lama diminumkan.
Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun).

c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat terauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesui dengan distribusi persyaratan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis duplek kronik, yang dapat menimbulkan nyeri punggung bawah  yang keluhan hampir mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah klien komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengan adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan diabetes melitus.
f. Pengkajian psikososialspiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyarakat. 
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul sperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yng salah (gangguan citra tubuh). 
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan tulang belakang dari HNP. Semakin lama klien menderita paraparase tersebut bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
g. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penuruna aktivitas karena adanya paraparase.
B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasnya didapatkan pada inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang antara kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan nada auskultasi tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandungkan pada sistem lainnya.
Keadaan umum. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergera

h. Tingkat kesadaran. 
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.
Pengkajian fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama menderita HNP biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII
Saraf I. Biasanya klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan nromal.
i. Pengkajian sistem motorik. 
Kekuatn fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan anggota tubuh kanan-kiri.
j. Pengkajian refleks. 
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatf, sedangkan refleks lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
k. Pengkajian sistem sensorik. 
Pemeriksaan sensari raba, nyeri, suhu, profunda dan sensasi getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom (gambar 6.5) yang terganggu sehingga dapat ditentukan pula radiks mana yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat sehingga tidak membingungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan kearah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan terus menjalar.
Feel. Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya diviasi ke lateral atau antero-posterior. Palpasi dari area dengan rasa nyeri ringan ke arah yang paling terasa nyeri.
Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak.
a. penatalaksanaan medis
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto lumbosakral
Tidak banyak didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus intervertibralis.
MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika klinis tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan meilogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis.
Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal fungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.

2. Diagnosa
1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2) Perubahan  mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
3) Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
4) Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
5) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama 

3. Intervensi

DIAGNOSE KEPERAWATAN : NYERI, AKUT/KRONIS
Dapat dihubungakan dengan : agen pencedera fisik : kompresi syarf, spasme otot
Kemungkinan dibuktikan oleh : Keluhan punggung bawah, kekakuan leher.
   Berjalan dengan timpang, ketidakmampuan berjalan.
Perilaku berhati-hati, condong kedepan pada sisi yang   sakit saat berdiri.
  Penurunan toleransi terhdap aktifitas.
Preokupsasi terhadap nyeri, peneympitan focus terhadap diri  sendiri.
  Perubahan tonus otot.
  Wajah menahan nyeri.
  Distraksi.
  Respons autonomic (bila nyeri akut)
  Perubahan pada pola tidur.
Menarik diri secara fisik/social
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : 
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Mengungkapkan metode yang  memberikan   penghilangan
Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik ( mis, keterampilan relaksasi, modifikasi perilaku) untuk mengilangkan nyeri.

TINDAKAN RASIONAL
1. Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi,lamanya serangan, faktor pencetus/yang memperberat. Minta pasien untukmenetapkan pada skala 0-10.
2. Pertahankan tirah baring selame faseakut.letakkan pasien pada posisi semi fowlerdengan tulang sepinal,pinggang dan lutut dalamkeadaan fleksi: posisi telentang dengan atau tanpa pengikat kepala10-30 derajat atau pada posisi lateral.
3. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi.

4. Bantuan pemasangan brace/korset.






5. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.




6. Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel panggil dalam batas yang mudah dijangkau/diraih oleh pasien.
7. Intruksikan pasien untuk melakukan tekhnik relaksai/visualisasi


8. Instruksikan pasien untuk melakukan mekanika tubuh/gerak yang tepat
9. Berikan kesempatan untuk berbicara/mendengarkan masalah pasien. 





KOLABORASI
1. Berikan tempat tidur ortopedik atau letakkan papan dibawah kasur/matras

2. Berikan obat sesuai dengan kebutuhan:
a. Relaksan otot, seperti diazepam(valium), karisoprodol (soma),metkarbamol (robaxin)
b. NSAID, seperti ibuprofen (motrin, Advil), diflurisal (dolobid), ketoprotein (orudis), meklofenamat (meclomen)

c. Analgetik seperti asetaminofen (Tylenol)dengan kodein, meperidin (Demerol), hidrokodon (vikodin), butorpanol (stadol)
3. Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal kolar servikal.

4. Pertahankan traksi jika di perlukan.




5. Konsultasi dengan ahli terapi fisik.





6. Pasang/pantau penggunaan kantung pendingin atau pelembab, diatermia, ultrasound.
7. Berikan intruksi tertentu pada pasca prosedur mielografi jika perlu, seperti jaga jangan sampai aliran cairan terlalu cepat, posisi tidur datar atau ditinggikan 30 derajat sesuai indikasi selama beberapa jam.
8. Bantu dengan/persiapkan untuk pemasangan TENS.
9. Rujuk ke klinik nyeri. 1. Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi.

2. Tirah baring dalam dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasmen otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan menfasilitasi terjadinya reduksi dan tonjolan diskus

3. Menurunkan fleksi, perputaran,desekan pada daerah pada belakang tubuh

4. Berguna selama fase akut dari rupture diskus untuk memberikan sokongan dan membatasi fleksi/terpelintirpenggunaan dalam jangka panjaang dapat menambah kelemahanotot dan dan lebih lanjut menyebabkan degenerative.
5. Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan sepasme otot danmenurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralitas yang terkena.

6. Menurunkan resiko peregangan saat meraih.

7. Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkanperoses penyumbuhan.
8. Menghilangkan/mengurangi stres pada otot dan mencegah trauma lebih lanjut.
9. Ventilasi rasa takut/cemas dapat membantu untuk menurunkan faktor-faktor stress selama dalam keadaan sakit dan dirawat. Kesempatan untukmemberikan informasi/membetulkan informasi yang kurang tepat.


1. Memberikan sokongan dan menurunkan fleksi spinal,yang menurunkan spasme.

a. Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.

b. Menurunkan edema dan tekanan pada akar saraf. (cat: suntikan epidural atau gabungan obat antiinflamasi dapat dicoba jika intervensi lain tidak mampu menghilangkan nyeri.)
c. Perlu untuk menghilangakan nyeri sedang atau berat.


3. Sokongan anatomis/struktur berguna untuk menurunkan ketegangan/spasme otot atau menurunkan rasa nyeri.
4. Pemindahan berat badan dari bagian diskus yang terkena, meningkatkan pemisahan intervertebral dan memungkinkan “lesatan diskus” tersebut untuk menggerakkan saraf.
5. Program latihan/peregangan yang spesifik dapat menghilangkan spasme otot dan menguatkan otot-otot punggung, ekstensor, abdomen dan otot quardisep untuk meningkatkan sokongan terhadap daerah lumbal.
6. Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang sakit, menghilangkan spasme, meningkatkan relaksai pada pasien.
7. Menurunkan risiko terjadinya sakit kepala/kebocoran cairan spinal.




8. Menurunkan stimulus dengan menghambat transmisi nyeri.
9. Upaya tim yang terkoordinasi meliputi baik terapi fisik maupun terapi psikologis dapat mengatasi semua aspek yang mungkin menyebabkan nyeri kronik dan memungkinkan pasien untuk meningkatkan aktivitas dan produktivitasnya.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
Dapat dihubungkan dengan : nyeri dan ketidak nyamanan, spasme otot
Terapi restriktif. Mis, tirah baring, traksi.
Kerusakan neuromuskular.
Kemungkinan dibuktikan oleh : keluhan nyeri pada gerakan
Enggan berusaha/kesulitan dalam gerakan yang digunakan
Kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaliasi pasien akan :
mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko dan aturan pengobatan individual
Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin.
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit dan/ kompensasi.

TINDAKAN RASIONAL
1. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik



2. Catat respons-respons emosi/perilaku pada imobilisasi. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien



3. Ikuti aktivitas/prosedur dengan periode istirahat. Anjurkan pasien untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individual
4. Berikan/bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasaf dan aktif
5. Anjurkan pasien untuk melaith kaki bagian bawah/lutut. Nilai adanya edema, eritema pada ekstremitas bawah, adanya tanda human

6. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif


7. Mendemonstrasikan penggunaan alat penolong, seperti alat bantu jalan, tongkat

8. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah setiap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit bi bawah brace dengan periode waktu tertentu
9. Berikan obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum memindahkan/melakukan ambilasi pasien


10. Pakaikan stoking antiemboli sesuai kebutuhan 1. Tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur aktivitas yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakanspinal (rujuk pada pembedahan diskus)
2. Imobilitasi yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka rangsang. Aktivitas pengalihan membantu dalam memfokuskan kembali perhatian pasien dan meningkatkan koping dengan keterbatasan tersebut
3. Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot dan kesabaran. Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien dan perasaan kontrol terhadap diri.
4. Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang. Memperbaiki mekanika tubuh
5. Stimulasi sirkulasi vena/aliran balik vena menurunkan keadaan vena yang statis dan kemungkinan terbentuknya trombus
6. Keterbatasan aktivitas bergangtung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi
7. Memberikan stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi gangguan tonus/kekuatan otot dan keseimbangannya
8. Menurunkan risiko iritasi/kerusakan pada kulit



9. Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat dapat merelaksasikan pasien, meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas
10. Meningkatkan arus balik vena

DIAGNOSA KEPERWATAN : ANSIETAS (URAIKAN TINGKATAN)/ KOPOING, INDIVIDUAL, TAKEFEKTIF (KRONIS)
Dapat dihubungkan dengan : krisis situasi
Atasi/ubah status kesehatan, status sosioekonomik, peran fungsi
Gangguan berulang dengan nyeri terus menerus
Ketidakadekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali
Ketidakadekuatan metode koping
Kemungkinan dibuktikan oleh : ketakutan, ketidakpastian, ketidakberdayaan
Mengekspresikan masalah mengenai perubahan peristiwa hidup
Mengungkapkan ketidak mampuan untuk mengatasi
Tegangan otot, peka rangsangan umum, gelisah; insomnia/kelelahan
Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan peran.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaliasi pasien akan :
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
Mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan konsekuensinya.
Mengkaji situasi terbaru dengan akurat.
Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.
Mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.
TINDAKAN RASIONAL
1. Kaji tingkat ansietas pasien. Tentukan bagaimana pasien menangani masalah dimasa yang lalu dan bagaimana pasien melakukan koping dengan masalah yangh dihadapinya sekarang 

2. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur

3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya, seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan dalam pekerjaan/finansial, perubahan peran dan tanggung jawab. 
4. Kaji adanya masalah skunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sebuah dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.


5. Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan perasaan sakit pasien



6. Rujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan sosial, konselor finansial/konselo kerja. Psikoterapi dan sebagainya. 1. Membantu dalam mengidentifikasikan kekuatan dan keterampialan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaanya yang sekarang dan/atau kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang sesuai.
2. Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
3. Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan beri respons dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya.


4. Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan, seperti ; terlepas dari tanggung jawab, perhatian dan kontrol dari yang lain. Ini perlu  dikerjakan secara positif untuk meningkatkan penyembuhan.
5. Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri untuk melakukannya tanpa bantuan orang lain.
6. Memberikan dukungan beradaptasi pada perubahan dan memberikan sumber-sumber untuk mengatasi masalah.

GANGGUAN ELIMINASI ALVI (KONSTIPASI) BERHUBNGAN DENGAN IMOBILISASI, INTAKE CAIRAN YANG TIDAK ADEKUAT
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
Kriteria hasil
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
Konsistensifses lunak
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )

TINDAKAN RASIONAL
1. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi

2. Auskultasi bising usus 

3. Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat


4. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi 



5. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien 



6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
1. Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi 
2. Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
3. Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
4. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
5. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
6. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi



KURANGNYA PERAWATAN DIRI BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE/HEMIPLEGI, NYERI
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan

TINDAKAN RASIONAL
1. Monitor kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri 


2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan







4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya


5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi 1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual 
2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT BERHUBUNGAN DENGAN TIRAH BARING LAMA
Tujuan
 Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

TINDAKAN RASIONAL
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
2. Rubah posisi tiap 2 jam 

3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi 
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi  
6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit 1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah 

2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

6. Mempertahankan keutuhan kulit
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi pada asuhan keperawatan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
  


























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif atau trauma yang ditandai dengan menonjolnya nukleus pulposus dari diskus ke dalam anulus yang menimbulkan kompresi saraf sehingga terjadi  nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
  Klasifikasi, berdasarkan letak hernia di segman vertebra:
Hernia Lumbosacralis
Hernia Servikalis
Hernia Thorakalis
    Beberapa penyebab dari hernia nuleus pulposus (HNP) adalaha trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra, spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat,dll, pembentukan osteophyte, degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang rawan. Dimana pada hernia lumbosacralis penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Dimana nyeri tersebut terjadi tergantung dimana piringan tersebut mengalami herniasi dan dimana pusat syaraf tulang punggung terkena. Nyeri tersebut terasa sepanjang lintasan syaraf yang tertekan oleh piringan yang turun berok.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pemberian ashuhan keparawatan hernia nukleus pulposus (HNP) adalah:
Nyeri 
Perubahan  mobilitas fisik 
Cemas 
Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) 
Kurangnya pemenuhan perawatan diri 
Resiko gangguan integritas kulit 


B. Saran
Diharapkan bagi mahasiswa setelah membaca makalah ini dapat memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan yang harus dilakukan apabila mendapati klien hernia nucleus pulposus di lahan.







DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC
Harsono, 1996,Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan 
Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta : EGC, 2001

0 Response to "Laporan Pendahuluan Hernia Nucleus Pulsosus (HNP) Terbaru 2021"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel