Laporan Pendahuluan Hemoragi Post Partum Terbaru 2021 - BlogMahasiswa Keperawatan

Laporan Pendahuluan Hemoragi Post Partum Terbaru 2021

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum.
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1964): “Perdarahan postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga; walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang penting”. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: “Perdarahan postpartum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaan masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak dsarah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita, masih besar anggapan bahwa darahnya adaah merupakan hidupnya, karena  itu mereka menolak untuk menyumbangkan darahnya.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk, (1969) melaporkan angka kematian ibu sebesar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) sebesar 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis, dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.
Dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya dibidang kesehatan, diantaranya dengan peningkatan mutu pelayanan dan pengelolaan manajemen program kesehatan ibu dan anak (KIA). Namun ternyata masih perlu adanya peningkatan keterlibatan masyarakat dalam perhatian dan pemeliharaan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Seperti kita ketahui bersama bahwa ditingkat masyarakat masalah keterlambatan, utamanya keterlambatan mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan, serta masalah 4 terlalu yaitu terlalu muda punya anak(<20 tahun), terlalu banyak melahirkan(>3 anak), terlalu rapat jarak kelahiran (<2 tahun), terlalu tua (>35 tahun), masih dilatarbelakangi oleh rendahnya pengetahuan (Kemenkes RI, 2009).
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, telah dilkukan upaya percepatan AKI. Pada tahun 2000 Departemen kesehatan telah merancangkan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strategi terfokus dalam penyediaan dan pemantapan pelayanan kesehatan, dengan 3 pesan kunci MPS, yaitu: (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap konflikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan (3) setiap wanita usia subur mempunyai askes terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komflikasi keguguran. Upaya percepatan penurunan AKI tersebut dilaksanakan melalui empat strategi, yaitu: (1) peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi,(2) kerjasama lintas program,lintas sektor terkait dan masyarakat termasuk swasta (3) pemberdayaan perempuan, keluarga dan pemberdayaan masyarakat, dan (4) meningkatkan survailance, monitoring-evaluasi KIA dan pembiayaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari perdarahan postpartum?
2. Apa sajakah jenis perdarahan postpartum ?
3. Berapakah frekuensi terjadinya perdarahan postpartum berdasarkan penyebabnya?
4. Apakah yang menyebabkan perdarahan postpartum ?
5. Bagaimana perdarahan postpartum dapat terjadi ?
6. Apakah komplikasi dari perdarahan postpartum ?
7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang/diagnostik untuk pasien perdarahan post partum ?
8. Bagaimana pentalaksaan medis dari perdarahan postpartum ?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan perdarahan postpartum?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari perdarahan postpartum
2. Mengetahui jenis perdarahan postpartum
3. Mengetahui frekuensi terjadinya perdarahan postpartum berdasarkan penyebabnya
4. Mengetahui apa yang menyebabkan perdarahan postpartum
5. Mengetahui bagaimana perdarahan postpartum dapat terjadi
6. Untuk mengetahui komplikasi dari perdarahan postpartum
7. Untuk mengetahui apa sajakah pemeriksaan penunjang/diagnostik untuk pasien perdarahan post partum
8. Untuk mengetahui bagaimana pentalaksaan medis dari perdarahan postpartum
9. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan perdarahan postpartum
















BAB II
LANDASAN TEORI


A. Pengertian
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Perdarahan postpartum sering didefenisikan secara berturut-turut sebagai kehilangan darah berlebihan dari traktus genetalia dalam 24 jam setelah persalinan, sebanyak 500 ml atau lebih, atau sebanyak apapun yang mengganggu kesejahtraan ibu.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi> 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.
Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Namun, menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan.
B. Jenis-Jenis Perdarahan Postpartum
Menurut pendapat (Varney, 2008).
Perdarahan post partum dibagi menjadi 2:
1. Perdarahan Post Partum Dini/Perdarahan Post Partum Primer (Early Postpartum Hemorrhage)
Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan pada Masa Nifas I Perdarahan Post Partum Sekunder (Late Postpartum Hemorrhage)
Perdarahan post partum sekunder ialah perdarahan yang terjadi setelah anak lahir biasanya hari ke 5-15 post partum. Penyebab utamanya robekan jalan lahir dan sisa plasenta.

Menurut Wiknjosatro H. [1960], perdarahan, terutama perdarahan postpartum, masih merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu dalm persalinan. Karena itu ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu:
1. Penghentian perdarahan
2. Jaga jangan sampai timbul syok
3. Penggantian darah yang hilang
C. Frekuensi
Frekuensi yang dilaporkan Mochtar, R. DKK. [1.65- 1.6.]di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan – laporan baik di Negara maju maupun di Negara bekembang angka kejadian berkisar antarar  5% sampai 15%.
Berdaasarkan penyebabnya diperoleh sebaran ssebagai berikut:
Atonia uteri 50% – 60%
Retensio plasenta 16% - 17%
Sisa plasenta 23% - 24%
Laserasi jalan lahir 4% - 5%
Kelainan darah 0,5% - 0,8%



D. Penyebab Perdarahan Post Partum
1. Atonia Uteri
a. Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya otnuys/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2011).
b. Tanda dan gejala
Perdarahan pervaginam
Konsistensi lunak
Fundus uteri tinggi
Terdapat tanda-tanda syok
c. Etiologi
1) Umur terlalu muda 25 tahun atau tim 35 tahun
2) Paritas
3) Partus lama yang menyebabkan inersia uteri karena kelelahan pada otot-otot uterus
4) Uterus terlalu regang dan besar, pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga kontraksi setelah kelahiran bayi tidak menjadi efisien.
5) Kandung kemih yang penuh menghalangi kontraksi uterus.
6) Solusio placenta, bila terjadi solusio maka darah di dalam rongga uterus dapat meresap diantara serat-serat otot uterus dan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif.
7) Penatalaksanaan yang salah pada kala tiga
8) Placenta yang baru lepas sebagian, maka akan terjadi robekan pada sinus-sinus maternalis dan plasenta yang masih melekat menghambat kontraksi dan relaksasi dan otot-otot uterus.
9) Persalinan yang terlalu cepat, bila uterus sudah berkontraksi terlalu kuat dan terus menerus maka uterus akan kekurangan kemampuannya untuk berkontraksi (Saifudin, 2005).

d. Penatalaksanaan
Pencegahan:
o Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat  menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri
o Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (800 – 1.000 mg) segera setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2011).
Penanganan:
Rangsangan taktil (pemijatan). Fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 menit).
Pantau apakah uterus berkontraksi? Jika Ya ® evaluasi rutin. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera. Jika tidak ® lanjutkan langkah berikutnya : Bersihkanlah bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks; Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong; Jika penuh atau dapat dipalpasi, kateterisasi kandung kemih menggunakan teknik aseptik; Lakukan kompresi bimanual internal (KB1) selama 5 menit.
Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ini larutan dengan laju 500 mI/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Kemudian berikan 125 mI/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 ini kedua dengan perlahan dan berikan minuman untuk rehidrasi (Prawirohardjo, 2007).
2. Robekan Jalan Lahir
a. Definisi
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, truama forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardio, 2011).
b. Tanda/Gejala
Gejala yang selalu ada yaitu perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, keadaan plasenta baik (Wiknjosatro, 2006)
c. Etiologi
1) Episiotomi yang terlalu lebar
2) Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik. perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
3) Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
4) Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipitobregmatika Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat (Prawirohardjo, 2007).
d. Penatalaksanaan
Pencegahan
Lakukan episotomi
Pemijitan perineum (perineum masage)
Posisi meneran yang benar.
Penanganan
Periksalah dengan seksama keadaan jalan lahir, dan periksa robekan pada serviks, vagina dan perineum.
Tentukan tingkatan robekan jalan lahir yaitu:
o Robekan tingkat 1 yang mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, robekan ini dapat sembuh sendiri tidak perlu di jahit.
o Robekan tingkat II yang mengenai mukosa vagina dan kulit perineum, lakukan heating dengan jahitan pada mukos vagina secara jelujur menggunakan catgut chromic 2-0 selanjutnya dilakukan jahitan otot perineum dan jahitan kulit.
o Robekan tingkat III dan IV yang mengenai rectum dan spingter ani, dilakukan jabitan pada spingter ani mengunakan catgut chromic 3-0 atau 4-0 secara interuptus dengan 0,5 cm antara jahitan (Prawirohardjo, 2007)
3. Retensio Placenta
a. Definisi
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2007).
b. Tanda/Gejala
1) Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
2) Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat kontraksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan (Salemba, 2010).
c. Etiologi
1) Plasenta belum terlepas dan dinding rahim karena melekat dan tumbuh dalam. Menurut tingkat perlekatannya:
2) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
3) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
4) Plasenta akreta : vili khorialais tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
5) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
6) Plasenta sudah terlepas dan dinding rahim namun belum keluar karena atonia uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya (WHO, 2003).
d.  Penatalaksanaan
Pencegahan:
Upaya pencegahan retensio plasenta yaitu dengan cara mempercepat proses separasi dan kelahiran plasenta dengan cara memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan peregangan tali pusat terkendali. Upaya ini juga disebut penatalaksanaan aktif kala III.
Penanganan
Jika placenta terlihat didalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. jika anda dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placenta tersebut.
Pastikan kandung kemih kosong bila diperlukan lakukan kateterisasi.
Jika placenta belum keluar. Berikan oksitosin 10 U LM, jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala tiga, jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik yang bisa memperlambat pengeluaran placenta.
Jika placenta belum lahir setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan peregangan tali pusat terkendali, hindari penarikan tali pusat dan penekanan nindus yang yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus.
Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobaiah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual dengan cara mengeluarkan plasenta secara manual yang merupakan tindakan darurat untuk mengatasi perdarahan pasca persaiinan cian mencegah kematian ibu. Waktu sangat menentukan, dan kebersihan mutlak perlu. Cuci tangan sebelum memulai tindakan.
4. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta previa artinya plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae: di depan; vias: jalan).Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berinflantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir ( ostium uteri internal). Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim di daerah fundus uteri.



















b. Tanda dan Gejala
Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar. Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.
c. Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor yang dikemukakan sebagai etiologinya.
1) Endometrium yang inferior
2) Chorion leave yang peristen
3) Corpus luteum yang breaksi lambat.
Faktor-faktor etiologi :
1) Umur dan paritas
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun.
Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.
Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini desebabkan banyak wanita indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).
2) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil muda.
3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas oprasi, kuretase, dan manual plasenta.
4) Korpus luteum breaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
6) Kadang-kadang pada malnutrisi.
5. Rest Placenta
a. Definisi
Adalah tertinggalnya sisa-sisa plasenta atau sebagian selaput mengandung pembuluh darah.
b. Tanda dan gejala
1) Gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
2) Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
c. Etiologi
1) Kesalahan penatalaksanaan kala tiga
2) Potongan-potongan placenta yang ketinggalan tanpa diketahui
3) Jaringan yang melekat dengan kuat

d. Penatalaksanaan
Pencegahan
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub-involusi uterus.
Penanganan
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dengan dosis awal 1 G intravena dilanjutkan dengan 3 x 1 G oral dikombinasi dengan metronidazole 1 G supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau D&K.
Bila kadar Hb < 8 gr% berikan tranfusi darah. Bila kadar HB ³ 8 gr %, berikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
6. Robekan Serviks
a. Definisi
Serviks seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi rahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa dengan spekulum. Pemeriksaan juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sulit.
b. Etiologi
Etiologi robekan serviks yaitu : partus presipitatus, trauma karena pemakaian alat seperti cunam, vakum ekstraktor, melahirkan kepala janin dengan letak sungsang secara paksa padahal pembukaan serviks uteri belum lengkap, partus lama dimana telah terjadi serviks edem sehingga jaringan serviks sudha menjadi rapuh dan mudah robek.
c. Penatalaksanaan
Pencegahan
Tindakan : siapkan pasiend alam posisi lithotomic, bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi; cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan; masukkan kateter di tempat yang tersedia (dekontaminasi); pasang bilah spekulum bawah secara vertikal, kemudian putar gagang speculum ke bawah; pasang speculum atas, atur sedemikian rupa sehingga dinding vagina dan porsio tampak dengan jelas.
Penanganan: tindakan penjahitan.

7. Robekan Uteri (Ruptur Uteri)
a. Konsep dasar
Faktor predisposisi yang menyebabkan ruptur uteri yaitu multiparitas hal ini disebabkan karena dinding perut yang lembek dengan kedudukan uterus dalam posisi antefleksi sehingga terjadi kelainan letak dan posisi janin, janin sering lebih besar, sehingga dapat menimbulkan CPD, pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan yang tidak tepat, kelainan letak dan implantasi plasenta umpamnya pada plasenta akreta, plasenta inkreta atau perkreta, kelainan bentuk uterus, hidramnion.
b. Gejala
His kuat dan terus-menerus, rasa nyeri perut yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau ketakutan, nadi dan pernafasan cepat, cincin cvan Bandl meninggi. Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai gejala syok (akral dan ekstremitas dingin, nadi melemah, kadang hilang kesadaran), perdarahan (bisa keluar dari vagina atau dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian bawah janin teraba langsung dibawah dinding perut, ada nyeri tekan, dan dibagianbawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal.
c. Penanganan
Melakukan laparotomi. Sebelumnya penderita diberi transfuse darah sekurang-kurangnya infus RL untuk mencegah syok hipovolemik.
Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada di dalam rognga perut dikeluarkan, penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segera dan rata serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.

8. Inversio Uteri
a. Definisi
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
b. Etiologi
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis servikalis.
Inversio uteri secara spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra abnominal yang tinggi (mengejan dan batuk). Sedangkan inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan. Kondisi ini diperburuk bila ada perlekatan plasenta pada dinding rahim.
c. Diagnosis dan Gejala Klinis
1) Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat; perdarahan yang banyak sampai syok, diperburuk oleh kondisi plasenta yang masih melekat pada dinding rahim dan sebagian sudah ada yang terlepas; dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2) Pemeriksaan dalam
Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
d. Penanganan
1) Pencegahan: hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan.
2) Bila telah terjadi maka terapinya adalah:
bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki keadaan umum.
Segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif secara perabdominam (operasi Haultein) atau pervaginam (operasi menurut Spinelli).
Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan, yaitu dengan temponade vaginal, kemudian berikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
9. Pembekuan Darah
a. Definisi
Adalah kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah.
b. Tanda dan gejala
1) Perdarahan tidak berhenti setelah placenta lahir, dan perdarahar terjadi secara terus menerus padahal tidak terdapat robekan jalan lahir dan tidak ada sisa placenta, serta bekuan lunak darah cepat pecah dengan mudah.
2) Perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis sampai keadaan klinis yang stabil dan hanya terdeteksi oleh tes laboratorium (Prawirohardjo, 2007).
c. Etiologi
1) Solusio placenta
2) Kematian janin dalam uterus
3) Eklampsia
4) Emboli air ketuban
5) Penyakit darah
6) Kelainan pembekuan darah
7) Afibrinogenemia/hipofibrinogenemia (Prawirohardjo, 2007)
d. Penatalaksanaan
Pencegahan
Perbaiki keadaan umum ibu jangan sampai anemia.
Pemberian vitamin K.
Penanganan
1) Bila dicurigai adanya koagulapati maka tangani kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini.
2) Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan:
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah.
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, sediakan Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kg BB) atau sel darah merah packed (yang tersedimentasi) untuk penggantian sel darah merah. Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen dan konsentrasi trombosit (jika perdarahan berlanjut dan trombosit dibawah 20.000) (Prawirohardjo, 2007).



10. Manual Plasenta
a. Pengertian
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dengan tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
b. Etiologi
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
c. Tanda dan Gejala Manual Plasenta
1) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3) Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4) Placenta tidak segera lahir > 30 menit.








E. Faktor Predisposisi
1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.  Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan terjadi perdarahan. Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita mengalami penurunan  kemungkinan komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.
2. Perdarahan pascapersalinan dan gravid
Ibu-ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko > dibandingkan primigravida. Pada Multigravida fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama adalah faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
4. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.




F. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang dari 2 tahun, persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa, dengan narkosa, kelahiran sulit atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita (Penyakit jantung, DM dan kelainan pembekuan darah) dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, trauma genital (perineum, vulva, vagina, servik, atau uterus), retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia uterus ditandai dengan uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan perdarahan. Pada genetalia terjadi robekan atau luka episiotomi, ruptur varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus menyebabkan perdarahan. Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir setelah 30 menit. Sisa plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir, jika ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi. Tetapi, apabila perdarahan tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi : dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat, infeksi dan syok septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo embolik, emboli paru. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uterin, retardasi pertumbuhan intra uteri dan dampak terakhir menimbulkan kematian.



PATOFISIOLOGI PERDARAHAN POSTPARTUM
























G. Komplikasi
a. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
c. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

H. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :
Darah periksa lengkap (DPL) dengan hitung trombosit. Untuk menentukan derajat hemoragi
Fibrinogen: Untuk mendeteksi masalah pembekuan
Waktu protrombin  (prothrombin time, PT) dan waktu tromboplastin parsial (partial thromboplastin time, PTT): untuk mendeteksi masalah pembekuan
Golongan darah dan crossmatch: untuk menyediakan darah jika diperlukan
Elektrolit serum: Untuk mendekteksi ketidakseimbangan elektrolit
Gas darah arteri: untuk mengkaji oksigenasi
Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine
Kultur uterus dan vaginal
Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi
Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih

I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data Biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, dll)
b) Riwayat Obstetri/Persalinan yang lalu
Gravida, partus, abortus.
Lamanya gestasi.
Riwayat persalinan : normal, sc, dengan bantuan.
Tipe anestesi dan penyulit.
Banyaknya perdarahan.
BB lahir bayi.
Komplikasi ibu selama kehamilan
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit tertentu yang dapat memperberat/menimbulkan komplikasi pada ibu hamil misal: penyakit hipertensi, diabetes, TB paru, dll.
d) Riwayat Kesehatan Sekarang
1)      Aktifitas/istirahat
-          Kelelahan berlebihan
2)      Sirkulasi
-          Kehilangan darah ± 400-500 ml (kehilangan pervagina), ± 600-800 (kehilangan pada saat sc).
-          Riwayat anemia kronis.
-          Defek koagulasi congenital/insiden.
-          Idiopatik trombositopenia purpura.
3)      Integritas ego
-          cemas, ketakutan, khawatir.
4)      Seksualitas
-        Persalinan lama atau diinduksi, mendadak/traumatic penggunaan frosep anesthesia umum, terapi tokolitik (terapi obat untuk mengurangi motilitas uterus).
-        Kelahiran sulit atau manual dari plasenta.
-        Kelahiran vagina setelah sesaria (VABC).
-        Pemeriksaan plasenta setelah kelahiran menunjukan hilangnya fragmen-fragmen plasenta, robekan/bukti terlilit pembuluh darah.
5)      Penyuluhan /pembelajaran
-          Haemoragi pasca partum sebelumnya
-          Hipertensi diinduksi oleh kehamilan
-          Uterin atau tumor servikal
-          Grand multipara
-          Menerima aspirin terus menerus/berlebihan

Menurut waktunya HPP dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Haemoragi pasca partum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran). Dimana dapat tanda-tanda sebagai berikut:
a) Sirkulasi
Perubahan tekanan darah /nadi,
Pelambatan pengisian kapiler,
Pucat,kulit dingin, lembab,
Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara externa atau episiotomi, rembesan kateter intravena, perdarahan gusi (tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata [KID]),
Haemoragi berat /gejala syok di luar proporsi jumlah kehilangan darah (inversi uterus)
b) Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukan hematoma dari porsi atas vagina
c) Nyeri / ketidak nyamanan
Sensasi nyeri terbakar / robekan (laserasi),
Nyeri vulva/vagina/pelvis punggung berat (hematoma),
Nyeri uterus lateral, nyeri panggul, nyeri tekan abdominal (atoni uterin, fragmen plasenta tertahan ) uterin berat dan nyeri abdominal (inversi uterus).
d) Keamanan
Laserasi jalan lahir,
Hematoma.
e) Seksualitas
Pembesaran uterus lunak dan menonjol, perdarahan merah terang dari vagina,
Uterus kuat, agak menonjol,
Kehamilan baru, dapat mempengaruhi over distensi uterus, Abrupsio plasenta, plasenta previa.
2) Haemoragi pasca partum lambat (24-28 jam setelah kelahiran )
Data-data yang dapat ditemukan antara lain:
a) Sirkulasi
Rembesan kontinu/perdarahan tiba-tiba,
Dapat tampak pucat/anemia.
b) Nyeri / ketidak nyamanan
Nyeri tekan uterus (Fragmen plasenta tertahan),
Ketidak nyamanan vagina/pelvis, sakit punggung.
c) Keamanan
Rabas lokhial bau busuk,
Pecah ketuban dini.
d) Seksualitas
Tinggi fundus /badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan,
Leukorea (+),
Terlepasnya jaringan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan menurut Capernito:
Penatalaksaan Kalaborasi
1) Risiko Gangguan Pelekatan Orang Tua/ Bayi
2) Kekurangan Volume Cairan
Keperawatan Individual
1) Ketakutan
2) Nyeri

b. Diagnosa keperawatan menurut Doenges:
1) Kekurangan Volume Cairan
2) Gangguan perfusi jaringan
3) Ansietas
4) Potensial infeksi
5) Gangguan rasa nyaman: nyeri
6) Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar)
7) Potensial parenting terganggu.








3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi keperawatan menurut Capernito
Diagnosis Keperawatan : Risiko Gangguan Pelekatan Orang Tua/ Bayi
Definisi : Risiko gangguan proses interaktif antara orang tua atau individu terdekat dan bayi yang membantu perkembangan hubungan timbal balik yang bersifat melindungi dan mengasuh.
Faktor Risiko : Gangguan parenting pada orang tua/ bayi/ anak dapat terjadi akibat:
- Prematuritas bayi, penyakit atau masalah yang mengubah kontak orang tua
- Hambatan fisik
- Takut atau ansietas
- Pemisahan orang tua dan bayi atau anak
- Ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan personalnya
- Penyalahgunaan zat

HASIL NOC TUJUAN DAN KRITERIA EVALUASI
Parenting: Penyediaan lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan yang optimal.
Pelekatan Orang Tua-Bayi: Perilaku yang menunjukan ikatan kasih sayang yang berlnjut antara orang tua dan bayi.
Control Risiko: Tindakan untuk menghilangkan atau  mengurangi ancaman kesehatan aktual personal, dan ancaman yang dimodifikasi.
Deteksi Risiko: tindakan yang diambil untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan personal.   Orang tua mengungkapkan perasaan positif tentang bayi/anak.
Orang tua menunjukan perilaku saying (mis., kontak mata dan posisi en face dengan  bayi baru lahir, memilih nama selama kehamilan, berperilaku sehat selama kehamilan;memberi respons terhadap isyarat bayi; menggendong, menyentuh, mengayun, menepuk, mencium dan tersenyum pada bayi baru lahir).

INTERVENSI NIC
Peningkatan Pelekatan: Mmenfasilitasi perkembangan hubungan orang tua-bayi
Edukasi Orang tua: Bayi: Memberikan penyuluhan tentang pengasuhan dan perawatan fisik yang diperlukan selama tahun pertama kehidupan
Identifikasi Risiko: Childbearing Family: Mengidentifikasi individu atau keluaga yang cenderung mengalami kesulitan dalamparenting dan menentukan prioritas strategi untuk mencegah masalah parenting
TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
PENGKAJIAN
1. Kaji riwayat penyalahgunaan obat pada ibu.




2. Kaji harapan orang tua tentang bayi baru lahir selama kahamilan.






3. Kaji adanya persalinan lama, ibu merasa lelah, pengaruh obat nyeri, dan masalah menyusui.






4. Kaji perilaku orang tua yang mencerminkan kurangnya pelekatan.











5. Kaji perilaku bayi yang berpengaruh negatif pada ikatan orang tua-bayi.







6. Kaji keadekuatan sistem dukungan.


1. Mengidentifikasi individu atau keluarga yang bersiko tinggi mengalami perubahan parenting. Penyalahgunaan zat mengganggu kemampuan fisik dan emosi ibu untuk mengasuh atau melekat dengan bayinya.
2. Orang tua membentuk gambaran “ideal” tentang anaknya selama kehamilan. Kesesuaian perwujudan anak yang lahir dengan gambaran tersebut akan mempengaruhi proses ikatan. Jika ketidaksesuaian pandanagan ideal orang tua versus dengan anak yamh lahir diidentifikasi dini, tindakan korektif dapat dilakukan untuk memperbaiki ikatan.
3. Faktor tersebut dapat menghambat perkembangan perasaan positif awal terhadap bayi baru lahir dan kemampuan ibu untuk memberikan perawatan fisik. Jika kondisi ini diidentifikasi sejak dini, tindakan korektif dapat dilakukan untuk memperbaiki ikatan orang tua-bayi  dan memberi dukungan pada ibu untuk mengsuh bayinya.
4. Tidak memperhatikan bayi, menolak untuk menggendomg, gagal menempatkan bayi dalam konteks keluarga, menangani bayi dengan kasar, mengabaikan kebutuhan keamanan bayi, dan memandang bayi sebagai sesuatu yang memuakan atau buruk adalah perilaku yang dapat berpengaruh negative pada pelekatan bayi. Pengenalan perilaku tersebut sejak dini membantu perawat merencanakan strategi korektif atau merujuk orang tua untuk komseling atau terapi.
5. Perilaku negative dapat meliputi rewel, menyusu buruk, tidak responsif terhadap orang tua, dan menghindari tatapan. Pelekatan membutuhkan interaksi, jika bayi atau orang tua tidak berinteraksi atau memberikan umpan balik maka pelekatan akan terhambat. Pengenalan dini perilaku tersebut membantu perawat merencanakan intervensi korektif.
6. Orang tua mungkin membutuhkan bantuan dalam perawatan bayi. Sistem dukungan yang kuat, seperti kakek dan nenek, bibi atau paman, dapat memberikan kesempatan istirahat pada orang tua saat dibuthkan  atau membantu daptasi parenting.

PENYULUHAN KLIEN/KELUARGA
1. Berikan informasi pada orang tua tentang sumber yang tersedia dimasyuarakat.

1. Orang tua mungkin tidak menyadari sumber yang tersedia dan bagaimana mendapatkan sumber tersebut saat dibutuhkan.
TINDAKAN KOLABORASI
1. Rujuk untuk konseling jika terdapat faktor risiko.


1. Anak yang memiliki orang tua yang tidak mampu atau tidak mau mengasuh akibat masalah atau ketunadayaan fisik atau psikologis mengalami peningkatan risiko untuk diabaikan atau dianiaya. Kondisi tersebut harus diidentifikasi dan orang tua harus dirujuk untuk konseling atau terapi guna melindungi keamanan anak tersebut.
LAIN-LAIN
1. Selama kehamilan, berikan informasi tentang perubahn fisiologis dan psikologis normal ibu serta perkembangan janin. Gunakan gambar atau sonogram untuk menjelaskan penampilan janin.


2. Sediakan waktu istirahat atau tidur untuk ibu setelah pelahiran.

3. Berikan kesempatan pada orang tua untuk menggendong bayi segera setelah lahir.




4. Tunda pemberian salep oftalmik antibiotic profilaksis selama 1 Jm setelah kelhiran, berikan kesempatan pada orang tua dan bayi untuk bersama tanpa gangguan.
5. Observasi rutinitas perawatan bayi (berkaitan dengan menyusui, memandikan, mengganti popok dan lai-lain).

1. Memudahkan pemahaman; membantu ibu dan pasangan untuk memandang kehamilan sebagai konfisi yang normal dan sehat, bukan sakit; memberi motivasi untuk perilaku yang sehat, juga mendukung pelekatan orang tua-bayi dengan membantu membyat janin sebagai realitas bagi orang tuanya.
2. Ibu mungkin terlalu lelah untuk memberi respons kepada bayi selain respons superfisial.
3. Interksi dini dan keterlibatan aktif dengan bayi membantu perkembangan pelekatan dan meningkatkan ikatan emosi yang lebih kuat. Terdapat periode sensitif yang penting selama kemampuan interaksi bertambah. Periode tersebut adalah waktu paling baik untuk menjalin hubungan.
4. Memberi kesempatan pada bayi untuk membuka mata dan membuat kontak mata.


5. Mengevaluasi kesenangan saat orang tua berinteraksi dan mengasuh bayi untuk mengidentifikasi masalah atau teknik atau hubungan bayi-orang tua yang dapat mengidentifikasikan kebutuhan intervensi.

Diagnosis Keperawatan : Kekurangan Volume dan Cairan
Faktor yang Berhubungan: Kehilangan darah berlebihan sekunder akibat atoni uterus, laserasi, insisi, gangguan koagulasi retensi fragmen plasenta, hematoma
Batasan Karakteristik:  Kelemahan, kehausan, penurunan tugor kulit, membrane mukosa/ kulit kering, peningkatan nadi, penurunan TD, penurunan pengisian kapiler, perubahan status mental, penurunan haluran urine, peningkatan berat jenis urine, kenaikan suhu, peningkatan Ht, kehilangan darah yang tampak

HASIL NOC TUJUAN DAN KRITERIA EVALUASI
Keseimbangan cairan: Keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ektrasel tubuh
Hidrasi: Jumlah air di ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
Status Koagulasi: Tingkat pembekuan darah dalam waktu yang diharapkan
Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa: Keseimbangan elektrolit dan non-elektrolit di dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh. Berorientasi pada individu, tempat, dan waktu.
Memiliki membrane mukosa lembap dan turgor kulit normal
Tidak haus
Tanda-tanda vital berada atau mendekati nilai dasar
Pengisian ulang kapiler kurang dari 3 detik
Urine kuning terang dengan berat jenis normal dalam jumlah yang konsisten dengan dieresis dan asupan
Tidak mengalami intoleransi aktivitas
Memiliki hasil DPL, hemoglobin (Hb), dan Ht yang konsisten dengan jumlah kehilangan darah saat kelahiran
Uterus tetap berkontraksi atau berkontraksi denga massase
Aliran lokia sedikit hingga sedang dan berkurang saat terjadi pemulihan
Uji koagulasi dalam batas normal (dbn)
Elektrolit serum dbn

INTERVENSI NIC
Penurunan Perdarahan Uterus Postpartum: Membatasi jumlah kehilangan darah dari uterus postpartum
Penatalaksaan Cairan: Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat jumlah cairan yang tidak diharapkan atau abnormal
Pemberian Produk Darah: Memberikan darah atau produksi darah dan memantau respon klien
Penatalaksaaan Syok: Memfasilitasi pemberian oksigen dan zat jaringan sistemik dengan mengeluarkan produksi sisa sel  pada klien yang mengalami perubahan perfusi jaringan berat
Penatalaksanaan Hipovolemia: Meningkatkan volume intravaskuler pada klien yang mengalami kekurangan volume
Penatalaksaan Elektrolit: Meningkatkan keseimbangan elektrolit dan mencegah komplikasi yang disebabkan oleh kadar elektrolit serum yang tidak diharapkan atau abnormal
TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
PENGKAJIAN
1. Kaji adanya factor risiko pada saat masuk rumah sakit hingga ke unit postpartum atau ibu-bayi


2. Lakukan pengkajian postpartum komprenhensif yang meliputi seluruh sistem tubuh


3. Pantau TD




4. Pantau suhu





5. Pantau denyut jantung dan frekuensi napas







6. Kaji waktu pengisian ulang kapiler, warna dan hidrasi membrane mukosa, turgor kulit, jumlah, warna, dan konsistensi urine, serta bantalan kuku





7. Kaji jenis, jumlah, dan lokasi perdarahan. Kaji pembalut perineum dan perineum setiap 10-15 menit selama satu jam pertama atau hingga stabil, dan setiap 30 menit untuk jam kedua, atau sesudah 1 jam stabil. Setelah dua kali 30-menit dipastikan stabil, lakukan pengkajian 4 jam setelah 24 jam , dan selanjutnya tiap 8 jam hingga ibu pulang atau kondisi berubah
8. Kaji lokasi dan kekerasan fundus uterus. Gunakan jadwal yang sama sesuai tindakan keperawatan sebelumnya, dengan mengkaji adanya perdarahan.

9. Kaji adanya kekurangan atau kelebihan volume cairan selama penanganan untuk kekurangan volume cairan.
1. Mengidentifikasi ibu yang berisiko mengalami kekurangan volume dan cairan sehingga tindakan keperawatan dapat disertakan ke dalam rencana asuhan
2. Menetapkan nilai dasar kesejahteraan atau masalah secara umum yang mungkin timbul pada ibu, yang digunakan untuk perbandingan selanjutnya
3. Perubahan pada TD sering kali mendahului hipotensi yang berhubungan dengan kehilangan darah. Akibat mekanisme kompensasi tubuh, kehilangan darah sebanyak 1000 ml dapat terjadi sebelum hipotensi muncul
4. Suhu tubuh normal dapat mencapai 38o selama 24 jam pertama postpartum. Suhu meningkat akibat kekurangan volume cairan. Suhu diatas 38oC menandakan adanya infeksi
5. Denyut jantung dan frekuensi napas mungkin sedikit meningkat akibat stress kelahiran, akan tetapi, peningkatan denyut jantung secara konsisten merupakan indikasi hipovolemia. Takikardia dan takipnea mungkin tidak muncul hingga terjadi kehilangan darah yang banyak (1000ml atau lebih)
6. Untuk menentukan manifestasi pola atau kecenderungan yang mengindikasikan terjadinya syok sekunder akibat kehilangan darah, yang dapat mencangkup penurunan TD atau perubahan pola TD, takikardia, takipnea, kehausan, kegelisahan, penurunan haluran urine, dll.
7. Memperkirakan darah yang hilang dan membantu mengidentifikasi sumber atau penyebab perdarahan. Pembalut yang penuh setiap jam atau pengeluaran darah segar dari vagina yang tampak adalah indikasi hemoragi.




8. Untuk menentukan apakah  uterus relase atau lunak. Kontraksi penting untuk mengontrol perdarahan. Pergeseran uterus terjadi akibat uterus terisi oleh darah dan atau bekuan, atau distensi kandung kemih.
9. Kelebihan volume cairan dapat terjadi akibat penggantian cairan, yang menyebabkan volume cairan berlebih.
PENYULUHAN KLIEN/KELUARGA
1. Jelaskan cara untuk melakukan palpasi fundus, lokasi fundus seharusnya berada, dan pentingnya fundus untuk tetap berkontraksi

2. Jelaskan tentang jenis dan jumlah lochea



3. Instruksikan untuk meminta bantuan saat melakukan ambulasi



1. Guna membantu ibu untuk memahami cara untuk memantau uterus, sehingga perawat dapat dipanggil jika ibu merasa uterus menjadi lunak atau lembek.
2. Untuk membantu memastikan bahwa ibu akan mengenalai perdarahan berlebih dan melaporkannya dengan segera, baik ketika ibu berada diunit bersalin maupun di rumah.
3. Kelemahan, hipotensi, berkunang-kunang, keletihan mungkin terjadi sekunder akibat kehilangan darah, yang menyebabkan ibu berresiko untuk jatuh
TINDAKAN KOLABORASI
1. Berikan terapi oksigen dan atau ventilasi mekanik bila diperlukan



2. Pertahankan lokasi akses IV yang paten dengan kateter ukuran 16G hingga klien stabil



3. Berikan cairan dan elektrolit sesuai program





4. Berikan darah dan produk darah sesuai program


5. Berikan obat (Misalnya oksitosin, methylergonovin maleat, prostaglandin) sesuai rekomendasi dan patuhi implikasi keperawatan untuk obat dengan memantau efek samping dan kerja yang diharapkan.


1. Oksigen dan atau ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika kehilangan darah sangat banyak sehingga menghentikan perfusi jaringan yang adekuat keorgan utama.
2. Cairan mungkin diperlukan dengan segera jika terjadi syok hipovolemia. Darah dan produk darah memiliki viskositas tinggi dan membutuhkan kateter berukuran 16 G untuk infuse yang cepat
3. Membantu memulihkan keseimbangan cairan dan mencegah syok hipovolemia, dehidrasi, dan ketidak seimbangan elektrolit. Penggantian cairan mempertahankan volume intravascular dan mencegah hipovolemia.
4. Mencegah syok hipovolemia denga menggantikan darah dan cairan tubuh yang hilang selama proses kelahiran dan perdarahan hebat.
5. Oksitosin meningkatkan kontraktilitas uterus dan mengurangi atau menghentikan hemoraghi jika disebabkan oleh atonia uterus. Pantau Tekanan darah (TD) sebelum memberikan methergine. Methergine menjadi kontraindikasi jika TD meningkat.
LAIN – LAIN
1. Berikan kompress es pada fundus, hematoma atau laserasi

2. Masase uterus yang lembek atau relaks. Keluarkan bekuan jika ada.







3. Pantau dan laporkan temuan laboratorium (Misalnya DPL, Hb, Ht, elektrolit Serum, Uji Koagulasi) kepada pemberi asuhan
4. Dorong Pengosongan Kandung Kemih dengan berkemih atau kateterisasi


5. Ukur serta catat asupan dan haluran










6. Dorong tirah baring jika terjadi perdarahan hebat, batasi aktivitas, dan elevasi tungkai 20 hingga 30 derajad.

7. Temani ibu yang mengalami perdarahan hebat hingga ia Stabil

8. Dorong Kontak bayi baru lahir dengan ibu serta tingkatkan menyusui dalam 2 jam pertama



1. Es menimbulkan vasokontriksi lokal, yang mengurangi aliran darah, dan membantu mengontrol perdarahan.
2. Masase uterus menstimulasi kontraksi, yang mengontrol perdarahan. Relaksasi uterus dapat  terjadi ketika masase uterus dilakukan secara berlebihan. Setelah uterus mengeras, hentikan masase selama beberapa menit. Retensi bekuan mencegah uterus berkontraksi dengan sempurna.
3. Keputusan asuhan medis didasarkan pada data tersebut.


4. Kandung kemih yang penuh dapat menggeser uterus kesamping, yang mengakibatkan atoni uterus dan menyebabkan masase uterus sulit dilakukan
5. Untuk mendeteksi perubahan yang mengindikasikan hipovolemia. Asupan cairan biasanya harus mendekati haluran. Darah dipirau menjauhi ginjal selama periode hipovolemia yang mengurangi haluaran urine. Penurunan haluran (kurang dari 30ml/jam) adalah indikasi dari hipovolemia dan atau pergantian volume cairan yang tidak adekuat.
6. Mengurangi kebutuhan metabolism tubuh, meningkatkan alairan balik vena ke jantung, melindungi aliran darah ke organ vital, dan menjaga keselamatan ibu.
7. Syok adalah kondisi kedaruratan yang dapat berkembang dengan cepat ketika terjadi hemoraghi.
8. Bayi baru lahir berinteraksi segera setelah kelahiran, bayi baru lahir yang membuat bunyi isapan disertai tangan mengepal, menangis, atau menyusu, menyebabkan pelepasan oksitosin pada tubuh ibu, yang membantu uterus berkontraksi dan tetap berkontraksi selama periode resiko tinggi Hemoragi.





Rencana Asuhan Keperawatan Individual

Diagnosis Keperawatan : Ketakutan
Definisi : ketakutan adalah respon terhadap persepsi ancaman yang dikenali secara sadar sebagai bahaya.
Faktor yang Berhubungan: Ibu dapat mengalami ketakutan karena berbagai alas an saat kehamilan dan kelahiran. Misalnya pada fase Transisi Persalinan, ketika ibu takut akan nyeri, hilang kendali diri, atau ditinggal sendirian. Ancaman Eksternal umum lain yang mungkin ibu hadapi dapat dikategorikan secara luas, yaitu :
Stresor atau stimulus lingkungan (misalnya hospitalisasi, prosedur invasive)
Kurang pengetahuan
Hasil yang tidak pasti (ibu dan bayi ) pada situasi resiko tinggi
Gangguan sensori
Kehilangan fisik (misalnya kehilangan fungsi, kematian)
Perubahan Menstruasi (misalnya kehamilan, Parenthood)
Batasan Karakteristik:
Mengungkapkan keceamasan, keperihatinan, ketakutan,
Peningkatan kewaspadaan dan stimulasi fisik
Perilaku agresif (Fight)
Menarik diri (Flight)
Stimulasi fisik (Misalnya Peningkatan denyut jantung, Berkeringat, Peningkatan tekanan darah, Sesak nafas, sering berkemih, diare)







HASIL NOC TUJUAN DAN KRITERIA EVALUASI
Pengendalian rasa takut : Tindakan personal untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan takut yang melemahkan akibat sumber yang diketahui
Koping : tindakan untuk mengatasi Stresor yang membebani sumberadaya individu
Tingkat kenyamanan : tingkat ketentraman fisik dan phisikologis Mengungkapkan pemahaman tentang resiko pada bayi
Mencari informasi untuk mengurangi ketakutan
Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi ketakutan
Mengungkapkan kepuasan dengan pengendalian gejala
Mengungkapkan rasa kendali
Membedakan antara ancaman nyata dan imajinasi


INTERVENSI NIC
Peningkatan Koping: membantu klien beradaptasi terhadap persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang menggangu pemenuhan kebutuhan dan peran hidup
Penurunan ansietas: meminimalakan rasa cemas, takut yang ekstreme, prasangka buruk, atau gelisah yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diperkirakan, namun tidak diketahui.
Dukungan Emosi: memberikan kenyamanan, penerimaan, dan dukungan selama stress berlangsung.
Asuhan kehamilan resiko tinggi: mengidentifikasi dan menangani kehamilan resiko tinggi untuk meningkatkan hasil yang sehat bagi ibu dan bayi
Persiapan kelahiran: memberikan informasi dan dukungan kelahiran dan meningkatkan kemampuan individu untuk berkembang dan melakukan peran sebagai orang tua.
Peningkatan keamanan: meningkatkan rasa aman secara fisik dan pisikologis pada klien.

TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
PENGKAJIAN
1. Kaji reaksi terhadap hemoragi





2. Kaji apakah ibu mampu mengikuti intruksi.




3. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
1. Membantu menetapkan nilai dasar untuk perencaan asuhan. Pengetahuan mengoreksi konsepsi yang salah dan sering kali mengulangi ketakutan serta ansietas terhadap hal yang tidak diketahui.

2. Kehilangan darah menimbulkan ketakutan yang mengganggu kemampuan ibu untuk berpikir jernih. Ibu yang sangat ketakutan mungkin tidak mampu memahami atau melaksanakan intruksi secara akurat.

3. Ibu yang ketakutan mungkin tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri atau berfokus pada apa yang harus dilakukan.
TINDAKAN KOLABORASI
1. Berikan obat yang diprogramkan, pantau efek yang diharapkan dan efek yang merugikan.

1. Agens anti-ansietas dapat diprogramkan untuk meningkatkan relaksasi dan kenyamanan jika ketakutan ibu brelebihan atau mengganggu kemampuan ibu untuk menghadapi situasi.
LAIN-LAIN
1. Dukung penggunaan mekaniskme pertahanan yang sehat
1. Mekanisme pertahanan yang sehat dapat membantu ibu dan keluarga menghadapi situasi.


Diagnosis Keperawatan : Nyeri
Faktor yang Berhubungan: Dengan mengabaikan penyebabnya, nyeri adalah nyata,dan setiap ibu menghadapi nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Pada kehamilan normal, ibu mengalami tingkat nyeri akut yang bergam (mis., nyeri punggung ringan). Nyeri juga dapat berhubungan dengan komplikasi tertentu npada kehamilan (mis., abrupsio plasenta). Ketidaknyamanan dalam situasi apapun, termasuk persalinan, meliputi gabungan dari penyebab  biologi, kimia, fisika, psikologi dan spiritual. Ketidak nyamanan fisiologis terkait dengan persalinan dan kelahiran, terutama disebabkan oleh kontraksi otot fundus uterus intermiten dan peregangan serabut otot serviks, vagina, dan perineum. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh faktor psikososial,sepertin latar belakang budaya, pengalam nyeri dan/atau kelahiran sebelumnya, dan dukungan emosi selama terjadi nyeri
Batasan Karakteristik:
Batasan karakteristik yang paling penting adalah laporan nyeri ibu yang diungkapkan atau diisyaratkan. Batasan karakteristik lain meliputi :
NYERI AKUT :
Diaforesis
Kemaran yang meluap-luap
Peningjkatan denyut jantung
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi nafas
Sikap melindungi, mengusap-usap dan sikap tubuh yang tegang
Perubahan selera dan pola makan
Perilaku distraksi (mis., gelisah, mengerang, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
Berlokus pada diri sendiri atau penyempitan fokus (mis., perubahan persepsi waktu, perubahan proses piker, menarik diri)
Gangguan tidur

NYERI KRONIS:
Perilaku protektif atau menjaga
Wajah “topeng” karena nyeri
Berfokus pada diri sendiri
Depresi
Letih
Iritabilitas, gelisah, dan depresi
Perubahan pola tidur
Anoreksia
Respons yang diperantai saraf simpatis (mis., dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas)

HASIL NOC TUJUAN DAN KRETERIA EVALUASI
Tingkat Kenyamanan: Tingkat ketentraman fisik dan psikologis
Pengendalian Nyeri: Tingkat personal untuk mengendalikan nyeri
Nyeri Efek yang Mengganggu: Pengaruh nyeri yang mengganggu emosi dan perilaku yang dilaporkan atau diobservasi
Tingkat Nyeri: Keparahan nyeri yang dilaporkan atau ditampilkan
Pengendalian Gejala: Tindakan personal untuk meminimalkan perubahan yang merugikan yang dirasakan pada fungsi fisik dan emosi.
Keparahan Gejala: Besarnya perubahan merugikan yang dirasakan pada fungsi fisik, emosi, dan social. Menggunakan tindakan pereda nyeri non-analgesik untuk mengurangi nyeri(mis., teknik bernafas).
Mendemonstarikan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai tingkat kenyamanan yang diungkapkan oleh individu.
Mendiskusikan keuntungan dan kerugian analgesik atau anestesia alternatif yang tersedia.  
Mempertahankan tingkat nyeri pada (sebutkan) kurang dengan skala 0 hingga 10.
Menggunakan analgesik yang tepat untuk mengendalikan nyeri.  



INTERVENSI NIC
Pemberian Analgesik: Mneggunakan agens fafrmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Penurunan Ansietas: Meminimalkan rasa cemas, takut yang ekstrem, prasangka buruk, atau gelisah yang berhubungan dengan sumber bahayayang diperkirakan, namun tidak diketahui.
Penatalaksanaan Nyeri: Mengurangi atau meredakan nyeri ketingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh klien.
TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
PENGKAJIAN
1. Kaji sifat nyeri (lokasi, frekuensi, keparahan, durasi, faktor pencetus, faktor yang meredakan); gunakan skala nomer untuk menilai keparahan.

2. Tentukan analgesik dan/atau anestetik yang dipilih (mis., epidural) rute pemberian, dan dosis untuk menghasilkan pereda nyeri yang optimal.















3. Kaji tanda-tanda vital dan tingkat kesadran pada interval yang tepat dan catat.











4. Tentukan kemiskinan pengaruh budaya dan agama ibu pada persepsi dan respons ibu terhadap nyeri.



1. Nyeri adalah pengalaman yang subjektif; pengalaman klien harus dipahami untuk merencanakan tindakan nyeri yang paling efektif, namun paling sedikit menggaggu.
2. Metode pereda nyeri farmakologi yamg digunakan bergantung pada yang keinginan dan kebutuhan khusus ibu, serta keuntungan versus kerugian pada ibu dan bayi (ms., melambatkan atau menghentikan kontraksi uterus). Pemberian analgesik secara sistemik melewati sawar darah-otak ibu dan plasenta, yang menimbulkan efek hipnosis pada ibu dan janin (mis., depresi npernapasan neonates). Perawat dapat membantu keluarga dalam pemgambilan keputusan berbasis informasi dengan menjelaskan agens yang dipilih, mengevaluasi kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam tindakan pereda nyeri, dan mengkaji kemampuan individu terdekat untuk memberikan dukungan.
3. Tekanan darah, nadi, pernapasan dan keterjagaan adalah indikator penting derajat nyeri (mis., peningkatan tekanan darah, takikardia, peningkatan pernapasan, gelisah),dan analgesia yang terlalu banyak (mis., bradikardia, hipotensi, depresi pernapasan). Tanda-tanda vital “kelima” adalah nyeri, dan nyeri harus sering dikaji untuk menentukan kenyamanan klien dan kebutuhan analgesia lanjutan, serta menyesuaikan intervensi keperawatan untuk kenyamanan yang terus menerus.
4. Respons nyeri (seperti menangis keras) mungkin diterima dalam beberapa budaya, namun tidak pada budaya lain; perawat tidak boleh keliru antara tiodak menunjukan emosi dan tidak ada nyeri. Beberapa agama mungkin memandang nyeri sebagai anugerah; lainnya, sebagai hukuman. Anggapan ini dapat memepengaruhi persepsi ibu mengenai nyeri dan ansietas akibat nyeri
PENYULUHAN KLIEN/KELUARGA
1. Jelaskan dan bimbing klien melalui tindakan farmakologi (mis.,terapi relaksasi sederhana, dan imajinasi terbimbing) untuk meningkatkan kendali terhadap nyeri.








2. Jelaskan semua penanganan dan prosedur, meliputi sensasi yang mungkin dirasakan.


3. Anjurkan ibu untuk memberitahu penyedia layanan kesehatan bila nyeri tidak berkurang.



1. Berdasarkan teori gate-control, teknik pereda nyeri non-invasif membantu mengurangi persepsi nyeri dengan menstimulusi serabut saraf berdiameter-besar yang membawa informasi seperti sentuhan untuk menghalangi pengiriman nyeri (menutup gerbang).Kadar endorphin dalam tubuh dapat mengubah persepsi nyeri individu. Protein menyerupai-morfin tersebut mengurangi ansietas, ketegangan dan stimulus negative yang luas.
2. Mengajarkan klien tentang semua prosedur yang meliputi pilihan pereda nyeri, membantu mengurangi nyeri, dan dengan demikian nyeri yang berhubungan dengan ansietas.
3. Pereda nyeri yang maksimal adalah hak setiap klien. Berbagai macam tindakan pereda nyeri dapat dicoba sebelum menemukan yang paling efektif.
LAIN-LAIN
1. Dorongan untuk mengungkapkan rasa takut dan cemas.







2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengenali pengalaman nyeri individu dan samapaikan penerimaan terhadap respon klien.






3. Kontrol faktor lingkungan yang bdapat memengaruhi respons klien terhadap nyeri (mis., bunyi, pencahayaan, suhu ruangan).



4. Berikan tindakan pereda nyeri sebelum nyeri bertambah parah.
5. Gunakan pendekatan yang positif saat memberikan analgesik (mis., “obat ini akan membantu mengendalikan nyeri”).
6. Evaluasi pengaruh intervensi dan catat.
1. Bila kebuthan dasar manusia terpenuhi, (fisik dan psikososial), nyeri dapat berkurang. Endorfin internal memengaruhi persepsi nyeri, yang juga dipengaruhi oleh faktor psikososial, seperti harapan ibu, edukasi melahirkan, dan interpretasi ibu tentang apa yang terjadi selama persalinan.
2. Ibu mengalami derajat nyeri yang berbeda sebagai respon terhadap situasi yang sama atau serupa dan mengaitkan pemahaman personal yang berbeda terhadap peristiwa yang menimbulakan nyeri. Proses mengenali dan mendukung pengalaman nyeri ibu dapat memberikan pengaruh analgesik dengan mengurangi persepsi nyeri.
3. Stimulus negatif yang luas atau setiap faktor dilingkungan yang mungkin menyebabkan ansietas dapat menurunkan endorphin internal. Penurunan hormon menyerupai-morfin tersebut mengurangi ambang nyeri ibu.
4. Meningkatkan keefektifan analgesik

5. Menurunkan ansietas: ansietas meningkatkan nyeri.

6. Perawat tidak boleh menganggap bahwa intervensi yang meredakan nyeri telah berhasil. Perawat dapat merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya berdasarkan evaluasi rencana saat ini dengan mengkaji status nyeri klien pada interval yang tepat (mis., skal nyeri, isyarat non-verbal). Riset menunjukan bahwa alas an paling sering kenapa nyeri tidak reda adalah kegagalan untuk mengkaji nyeri dan peredaan nyeri secara rutin.


b. Intervensi keperawatan menurut Doenges

DIAGNOSA KEPERAWATAN: Kekurangan Volume Cairan
DATA PENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN: Perdarahan postpartum menyebabkan kehilangan cairan yang banyak yang dapat berdampak pada hipovolemia dan menurunnya venous return dan cardiac output.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Tanda-tanda vital dan produksi urin dalam batas normal. TD: 100-140/60-90 mmHg, Nadi: 60-100x/ menit. RR: 12-20x/menit. Suhu: 36,5-37,5°C. Produksi urin: 1cc/kg BB/jam.


INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Kaji catatan kehamilan, persalinan, dan proses persalinan, faktor kausatif yang berhubungan dengan perdarahan postpartum (misalnya sepsis, pengeluaran plasenta abnormal, emboli cairan amnion, atau fetus yang telah mati yang tertahan di dalam uterus lebih dari 5 minggu)
2. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan lokasi perdarahan; timbang dan ukur lapisan alas/bantalan/pembalut yang digunakan ibu; kumpulkan bekuan darah dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.


3. Kaji lokasi dan derajat kontraksi uterus. Jika uterus teraba kaku, lakukan masase secara halus dengan satu tangan, tempatkan tangan yang lain di atas simpisis pubis.

4. Awasi adanya hipotensi atau takikardia, capillary refill yang lambat, atau sianosis membran mukosa atau mulut.


5. Monitor parameter hemodinamik seperti tekanan vena pusat (Central Venous Pressure/CPV) atau pulmonary artery wedge pressure (PAWP), jika klien berada dalam kondisi kritis.
6. Anjurkan klien untuk tirah baring dengan kaki dielevasikan 20-30°.




7. Pantau balance nutrisi NPO (nothing by mouth)/nutrisi parenteral ketika mengkaji status klien.
8. Monitor intake dan output: awasi berat jenis urin.


9. Hindari pemeriksaan langsung vagina atau rektum.

10. Modifikasi lingkungan yang tenang sehingga nyaman dan memberikan support psikologis bagi klien.
11. Kaji klien untuk nyeri teratur di daerah perineal atau perasaan penuh di vagina. Lakukan pijatan counterpressure pada labial atau perineal laserasi.

12. Monitor klien dengan plasenta accreta (pelekatan plasenta ke dalam miometrium tetapi belum ke serosa), hipertensi, atau abruptio plasenta sebagai tanda koagulasi intravaskular.

Kolaboratif
13. Berikan infus  cairan elektrolit isotonik dengan abocath no.18 atau melalui vena sentral.
14. Berikan obat sesuai indikasi:
Oksitosin, methylergonovine maleate, prostaglandin


Magnesium sulfate

Heparin
Terapi antibiotik berdasarkan kultur dan sensitivitas lokhia.



15. Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi:
Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct).

Level pH serum. Berikan sodium bikarbonat sesuai indikasi.


Platelets, fibrin degeneration produk (FDP), fibrinogen, dan activated partial tromboplastin time (APTT).
16. Berikan infus IV darah total, packed cells, plasma expanders, plasma segar beku, cryoprecipitate, dan platelets.
17. Pasangkan kateter urin indwelling.

18. Lakukan prosedur sesuai indikasi:
Pelepasan dan pengeluaran plasenta secara manual.


Masukkan balon pada kateter Foley besar ke saluran serviks.




Pergerakan uterus


19. Persiapkan untuk intervensi bedah sesuai indikasi. Intervensi yang memungkinkan meliputi histerektomi abdominal immediate, eksplorasi dan perbaikan bekas jahitan episiotomi, evakuasi hematoma, dilatasi dan kuret; dan supraservikal histerektomi.
1. Bertujuan dalam menyusun rencana perawatan.





2. Memperkirakan jumlah kehilangan darah membantu dalam membedakan diagnosis dan dalam mengevaluasi status perubahan. Satu gram peningkatan berat alas/bantalan/pembalut yang digunakan oleh ibu adalah setara dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah.
3. Derajat kontraktilitas uterus dapat menunjukkan diagnosa yang berbeda. Menempatkan satu tangan di atas simpisis pubis memungkinkan proses pengembalian uterus jika uterus dalam keadaan relaksasi.
4. Tanda ini mengindikasikan hipovolemia dan syok. Perubahan pada tekanan darah tidak terdeteksi sampai volume cairan menurun dari 30 ke 50%. Sianosis adalah tanda dari hipoksia.
5. Menyediakan lebih banyak pengukuran langsung volume sirkulasi dan kebutuhan pergantian.


6. Perdarahan dapat berkurang atau bertambah dengan pengurangan aktivitas. Posisi yang tepat dapat meningkatkan venous return, memungkinkan untuk lebih banyak aliran darah ke otak dan organ vital lain.
7. Menghindari aspirasi dari isi lambung karena perubahan sensitivitas dan intervensi medis yang dilakukan.
8. Membantu mengidentifikasi karakteristik kekurangan cairan dan perfusi ginjal. Haluaran seharusnya 30-50 ml per jam bahkan lebih.
9. Dapat meningkatkan perdarahan jika terdapat serviks, vagina, atau perineal laserasi atau timbulnya hematoma.
10. Memberikan relaksasi; mengurangi kecemasan dan mengurangi aktivitas metabolik.
11. Hematoma sering merupakan akibat dari perdarahan yang terus-menerus dari laserasi jalan lahir. Teknik pijatan counterpressure dapat mengurangi tegangan pada ligamen.
12. Tromboplastin yang dikeluarkan selama tindakan pengeluaran plasenta secara manual dapat menyebabkan penggumpalan.



13. Penting untuk kebutuhan infus yang cepat atau multiple infus produk cairan atau darah.
14. Obat sesuai indikasi:
Meningkatkan kontraktilitas uterus dan miometrium, penutupan sinus vena yang terbuka, dan menghentikan perdarahan karena atoni uterus.
Memfasilitasi relaksasi uterus selama pengkajian manual.
Menghentikan siklus perdarahan.
Antibiotik berperan sebagai profilaksis untuk mencegah infeksi atau dibutuhkan dalam pengendalian infeksi yang disebabkan oleh sub involusio atau perdarahan.
15. Hasil laboratorium:

Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Tiap mililiter darah membawa 0,5mg Hb.
Saat syok berkepanjangan, dapat menyebabkan jaringan menjadi hipoksia dan asidosis sebagai respon metabolisme anaerobik.
Membantu menentukan keparahan masalah dan efek dari terapi.

16. Mengganti kehilangan darah dan meningkatkan volume sirkulasi darah dan waktu cloting.
17. Memberikan pengkajian yang lebih akuratdari fungsi renal dan perfusi.
18. Prosedur sesuai indikasi:
Perdarahan biasanya berhenti ketika fragmen plasenta telah dikeluarkan dan ketika uterus berkontraksi, penutupan sinus vena.
Perdarahan karena implantasi plasenta dalam segmen servikal nonkontraktil dengan menempatkan kateter Foley ke saluran servikal dengan balon yang diisi 60 ml salin normal bertindak sebagai tamponade.
Pergerakan uterus megakibatkan uterus berkontraksi, penutupan sinus vena, dan mengontrol perdarahan.
19. Histerektomi abdomial immediate dilakukan pada letak dan pelekatan plasenta yang abnormal. Operasi perbaikan episiotomi, evakuasi hematoma, pembersihan jaringan mati merupakan intervensi untuk menghentikan perdarahan.



DIAGNOSA KEPERAWATAN: Gangguan perfusi jaringan
DATA PENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN: Beberapa episode akut yang signifikan dari hipovolemia yang menyebabkan reduksi oksigenasi jaringan dan perfusi ke seluruh organ dan sistem organ tubuh. Hipoksia yang berkepanjangan bergantung pada jumlah perdarahan, kehilangan darah yang sinifikan, ukuran tubuh klien, nutrisi selama kehamilan, dan kadar Hb. Walaupun semua organ berisiko mengalami hipoksia, asidosis, dan nekrosis, kelenjar pituitari anterior yang mengalami hipertropi prenatal sangat rentan untuk mengalami infark dan nekrosis kemungkinan dibuktikan dalam Sheehan syndrom.

HASIL YANG DIHARAPKAN: Tekanan darah, denyut nadi, gas darah arteri, Hb/Hct dalam batas normal. TD: 100-140/60-90 mmHg, Nadi: 60-100x/ menit. RR: 12-20x/menit. Suhu: 36,5-37,5°C. Produksi urin: 1cc/kg BB/jam. Fungsional hormonal normal dibuktikan dengan suplai ASI yang adekuat untuk laktasi dan/atau kembalinya siklus normal haid.

INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Catat hasil pemeriksaan Hb/Hct dan jumlah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi badan, dan berat badan


2. Kaji tanda-tanda vital, catatan derajat dan lama episode hipovolemia.



3. Kaji tingkat kesadaran dan perubahan perilaku lainnya.

4. Kaji warna dasar kuku, mukosa bukal, gusi, dan lidah; kaji suhu tubuh.


5. Kaji keadaan payudara rutin, proses laktasi yang terputus, dan perubahan bentuk payudara.

Kolaborasi
6. Monitor gas darah arteri dan level pH.



7. Berikan oksigen terapi sesuai indikasi.

8. Kaji tanda-tanda perkembangan stres yang signifikan seperti kehilangan rambut pubis dan aksila, atropi genetalia, usia prematur (cachexia), atau amenorea.


1. Perbandingan nilai dapat membantu menentukan derajat kehilangan darah. Status kesehatan terdahulu yang buruk dapat meningkatkan luasnya injuri akibat defisit oksigen.
2. Tingkat aktivitas kelenjar pituitari dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan menggambarkan upaya kompensasi untuk asidosis metabolik.
3. Perubahan sensoris merupakan indikasi awal dari hipoksia. Sianosis dapat terjadi jika PO2 di atas 50 mmHg.
4. Dengan mekanisme kompensasi vasokontriksi, sirkulasi ke daerah perifer dikurangi yang mengakibatkan sianosis dan suhu dingin pada daerah perifer.
5. Kerusakan pituitari anterior atau penurunan produksi prolaktin berdampak pada penurunan jaringan payudara dan produksi ASI tidak adekuat.

6. Membantu dalam penentuan derajat diagnosa hipoksia jaringan atau asidosis yang disebabkan karena pembentukan asam laktat dari metabolisme anaerobik.
7. Memaksimalkan kebutuhan oksigen untuk transport sirkulasi ke jaringan.
8. Tanda ini menunjukkan Sheenan sindrom, yang membutuhkan perawatan lama dengan pemberian esterogen dan tiroid, atau terapi cortisone. Catatan: Sheenan sindrom sering terjadi pada gangguan kesuburan permanen.



DIAGNOSA KEPERAWATAN : Ansietas
DATA YANG MENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : Perdarahan postpartum dapat menyebabkan ketakutan yang samar, merasa tidak percaya diri, dan tidak berdaya. Respon psikologis ini merupakan dampak pengeluaran hormon katekolamin yang dapat meningkatkan psikologis komplikasi.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Klien dapat memahami secara verbal penyebab kecemasan (perdarahan postpartum dipersespsikan sebagai ancaman untuk integritas fisik). Ansietas diminimalis.

INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Evaluasi respon psikologis dan persepsi klien terhadap perdarahan postpartum. Klarifikasi kesalahpahaman.

2. Evaluasi respon psikologis dan persepsi klien terhadap perdarahan postpartum (seperti takikardia, takipnea, kelemahan, dan iritabilitas)
3. Ciptakan ketenangan, empati, dan tindakan suportif.

4. Berikan informasi seputar metode perawatan dan keefektifan intervensi.

5. Bantu klien mengidentifikasi kecemasannya. Berikan kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaannya.
6. Bantu strategi koping klien dalam melalui implikasi episode hemoragi jangka panjang

Kolaborasi
7. Sarankan klien/pasangan untuk konseling.




1. Menunjang penyusunan rencana perawatan. Persepsi klien akan keadaannya bisa menyimpang sehingga memperburuk kecemasannya.
2. Perubahan tanda-tanda vital dihubungkan dengan respon psikologis. Perubahan ini dapat memperburuk atau berkomplikasi terhadap faktor psikologis.
3. Dapat membantu klien mengatur kontrol emosinya dalam merespon perubahan status psikologis.
4. Informasi yang akurat dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan akibat ketidaktahuan.
5. Mengungkapkan perasaan dan ketakutan dapat mengurangi kecemasan.

6. Ansietas yang berkepanjangan dan berlebihan dapat terjadi jika komplikasi permanen (seperti nekrosis kelenjar pituitari anterior)

7. Membantu mengurangi ansietas melalui suport dan interaksi dengan teman/keluarga atau dengan tenaga profesional.



DIAGNOSA KEPERAWATAN : Potensial Infeksi
DATA PENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : Kehilangan darah berlebih atau retensio fragmen plasenta menyebabkan klien berisiko mengalami infeksi puerperal. Klien dengan status nutrisi yang buruk saat perdarahan postpartum lebih besar risiko untuk mengalami infeksi daripada klien dengan status nutrisi baik.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Kadar sel darah putih dan tanda-tanda vital dalam batas normal, lokhia tidak berbau busuk. TD: 100-140/60-90 mmHg, Nadi: 60-100x/ menit. RR: 12-20x/menit. Suhu: 36,5-37,5°C.
INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Kaji perubahan tanda-tanda vital atau sel darah putih


2. Kaji gejala malaise, demam, anoreksia, kontur uterus, atau nyeri panggul.

3. Monitor derajat involusio uteri dan kealamian dan jumlah pengeluaran lokhia.

Kolaborasi
4. Kaji level Hb/Hct. Berikan suplement zat besi sesuai indikasi.
5. Pantau sumber potensial infeksi lainnya, seperti di saluran pernafasan, mastitis, atau infeksi saluran kemih.
6. Ambil sampel untuk Gram strain atau kultur bakteri jika lokhia berbau busuk dan banyak.
7. Berikan antibiotik IV sesuai indikasi

8. Bantu klien dengan tindakan operasi sesuai kondisi.(dilatasi dan kuret atau histerektomi)



1. Suhu 38°C dua kali pengukuran (tidak termasuk 24 jam pertama postpartum), takikardia, atau leukositosis menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2. Gejala ini mengindikasikan infeksi sistemik karena bakterimia, syok, bahkan kematian jika tidak tertangani.
3. Infeksi uterus dapat memperlambat involusio dan memperpanjang pengeluaran lokhia.

4. Anemia sering menyertai infeksi.

5. Diagnosis yang spesifik dapat membantu dalam pemerian perawatan yang tepat.

6. Pemeriksaan Gram strain dapat mengidentifikasi tipe infeksi, kultur mengidentifikasi patogen spesifik.
7. Antibiotik broad-spectrum dapat diberikan selama menunggu hasil kultur
8. Dilatasi dan kuret dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa fragmen plasenta yang tertinggal di dalam uterus; histerektomi dibutuhkan jika syok septik yang mengancam.


DIAGNOSA KEPERAWATAN : Gangguan rasa nyaman: nyeri
DATA YANG MENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : Tingkat dan karakter ketidaknyamanan dihubungkan dengan perbedaan diagnosis dan metode perawatan. Ketidaknyamanan dapat diperburuk dengan meningkatnya kecemasan dan/atau kurang pengetahuan akan faktor kausatif.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Klien menunjukkan secara verbal pengurangan rasa nyeri dan ketidaknyamanan.
INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Kaji karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji adanya nyeri perineal yang menetap yang dirasakan klien, merasakan penuh di vagina/vagina terasa tertekan, kontraksi uterus, atau konstitensi abdominal.






2. Kaji kemungkinan psikologis yang menyebabkan ketidaknyamanan.


3. Ajarkan dan anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi/mengontrol nyeri.

4. Lakukan tindakan yang menciptakan kenyamanan untuk klien seperti mengompres dengan es di daerah perineum atau lampu hangat di daerah episiotomi.

Kolaborasi
5. Berikan analgesik, narkotik, atau sedatif sesuai indikasi.

1. Membantu dalam pembedaan diagnosa dan seleksi terhadap perawatan. Ketidaknyamanan karena hematoma disebabkan karena tekanan perdarahan yang tersembunyi dalam vagina atau jaringan perineal. Konsistensi abdominal yang lembek dapat disebabkan oleh atonia uteri atau plasenta letak rendah. Nyeri hebat pada uterus dan abdominal dapat terjadi karena inversio uterus. Laserasi dapat menyebabkan sensasi rasa nyeri seperti terbakar.
2. Situasi darurat dapat menyebabkan/memicu ketakutan dan kecemasan yang akan meningkatkan rasa ketidaknyamanan.
3. Mengajarkan klien metode psikologis untuk mengontrol nyeri sehingga dapat menurunkan kecemasan dan persepsi ketidaknyamanan.
4. Tindakan kompres dingin meminimalkan edema dan mengurangi hematoma dan sensasi nyeri; suhu yang hangat dapat memberikan efek vasodilatasi yang memfasilitasi penyerapan hematoma.


5. Menurunkan rasa nyeri dan kecemasan; memberikan relaksasi.



DIAGNOSA KEPERAWATAN : Defisit Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai Perdarahan Postpartum
DATA YANG MENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : Kurang pengetahuan tentang penyebab dan penanganan perdarahan post partum dapat meningkatkan ketakutan dan ansietas.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Klien/pasangan mengungkapkan pengertian secara verbal dari perdarahan postpartum, termasuk etiologi, metode penanganan, pelayanan perawatan, dan implikasi saat ini dan di masa akan datang terkait kemampuan untuk kehamilan berikutnya.

INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Jelaskan faktor predisposisi dan faktor kausatif serta perawatan spesifik untuk mengatasi penyebab perdarahan.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien/pasangan dan kesiapan dan kemampuan belajar. Dengarkan, bicara dengan lembut, dan berikan kesempatan untuk bertanya dan meriview materi.


3. Diskusikan implikasi jangka pendek perdarahan postpartum , seperti keterlambatan atau gangguan ikatan ibu-bayi (klien tidak bisa melakukan tindakan madiri untuk dirinya dan bayinya).

Kolaborasi
4. Diskusikan implikasi jangka panjang dari perdarahan post partum, seperti risiko terjadi perdarahan pada kehamilan multi, atonia uteri, atau ketidakmampuan untuk mengandung lagi di masa depan karena dilakukan tindakan histerektomi.
5. Anjurkan untuk bergabung dengan grup motivator.


1. Menyediakan informasi sangat membantu klien/pasangan dalam mengerti dan mampu beradaptasi dengan situasi.
2. Penyediaan informasi penting untuk perkembangan rencana perawatan individu. Menurunkan kecemasan dan stres yang dapat menghambat proses pembelajaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk pemahaman yang lebih dalam.
3. Menurunkan kecemasan dan mensuport waktu realistik untuk proses berkelanjutan pembentukan jalinan ikatan antara ibu dan bayi; dan aktivitas perawatan bayi.



4. Mengoptimalkan klien dalam mebuat keputusan dan untuk memulai beradaptasi dengan lingkungan.



5. Grup khusus seperti hysterektomi support group dapat membantu mempercepat proses adaptasi yang positif.



DIAGNOSA KEPERAWATAN : Potensial parenting terganggu.
DATA YANG MENDUKUNG/FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : Perdarahan postpartum memerlukan tindakan emergensi, intervesi bedah dan/atau pelayanan perawatann intensif dapat berdampak pada timbulnya batasan/perpisahan fisik antara ibu dan bayi baru lahir. Misalnya perpisahan dapat menyebabkan keterlambatan proses normal pembentukan ikatan ibu-bayi, terganggunya perkembangan kemampuan mengasuh, dan adaptasi dalam peran mengasuh.
HASIL YANG DIHARAPKAN : Klien menunjukkan perilaku bekerja sama dengan ikatan positif kepada bayi, menunjukkan tanggung jawab fisik dan emosional terhadap kelahiran baru, dan mengekspresikan kenyamanan dengan peran mengasuh.

INTERVENSI RASIONAL
Independent
1. Jelaskan faktor akibat dari perdarahan postpartum yang mengharuskan perpisahan ibu dan bayi.


2. Sediakan kesempatan bagi klien/pasangan untuk mengekspresikan ketakutan dan kemarahan pada situasi tertentu.

3. Sediakan kesempatan untuk mendiskusikan persepsi klien terhadap tanggung jawab perawatan bayi dan peran mengasuh.
4. Anjurkan kontak dengan bayi sampai klien dapat melihat dan memulai memberikan perhatian untuk bayi.
5. Evaluasi proses ikatan ibu-bayi, perilaku bonding, kemampuan mengasuh.

6. Menyediakan klien/pasangan informasi komunitas parenting dan dengan adanya pelayanan lanjutan, termasuk kelas parenting, fasilitas perawatan anak, klinik bayi sehat.

1. Kurangi kecemasan dan perasaan frustasi dan ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan klien untuk melakukan peran pemberi perawatan dengan bayi.
2. Ekspresi ketakutan dan marah dapat meringankan penerimaan psikologis dan penolakan psikologis yang dapat menurunkan kecemasan.
3. Menyediakan informasi tentang bagaimana pandangan klien terhadap perubahan peran; mengidentifikasi kebutuhan area pembelajaran.
4. Menenangkan hati ibu akan status kesehatan bayi dan tindakan yang tepat diberikan untuk bayi.
5. Memberikan informasi pada kapabilitas psikologis yang berhubungan dengan pola asuh; mengidentifikasi kebutuhan klien.
6. Memberikan informasi positif sebelum diberikan oleh tim kesehatan. Mengurangi kecemasan dengan menyediakan informasi.


5. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan panduan intervensi pada asuhan keperawatan postpartum
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.












BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Dengan pengertian ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio plasenta.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:
1. Perdarahan postpartum primer [early postpartum hemorrhage] yang terjadi 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder [late postpartum hemorrhage] yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang dari 2 tahun, persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa, dengan narkosa, kelahiran sulit atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita (Penyakit jantung, DM dan kelainan pembekuan darah) dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, trauma genital (perineum, vulva, vagina, servik, atau uterus), retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia uterus ditandai dengan uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan perdarahan. Pada genetalia terjadi robekan atau luka episiotomi, ruptur varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus menyebabkan perdarahan. Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir setelah 30 menit. Sisa plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir, jika ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi. Tetapi, apabila perdarahan tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi : dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat, infeksi dan syok septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo embolik, emboli paru. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uterin, retardasi pertumbuhan intra uteri dan dampak terakhir menimbulkan kematian.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pemberian asuhan keperawatan postpartum adalah :
Risiko Gangguan Pelekatan Orang Tua/ Bayi
Kekurangan Volume Cairan
Gangguan perfusi jaringan
Ketakutan
Ansietas
Nyeri
Potensial infeksi Postpartum
Kurang pengtahuan (kebutuhan belajar)

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan untuk memberikan health education dalam perawatan perdarahan postpartum.









DAFTAR PUSTAKA


Bobak, M. Irene. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Cunningham. Gary F. 2006. Obstetri Williams. Ed. Vol. 1. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1990. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologi Ed.2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo Sarwono dan EdiWiknjosastro H. 1997. Ilmu Kandungan. Jakarta: Gramedia.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
______. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
RSUD Dr. Soetomo. 2001. Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil. FK. UNAIR, Surabaya.
Saifudin, AB. 2005. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Varney, Helen, 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi Kedelapan. Volume 2. Jakarta: EGC.


0 Response to "Laporan Pendahuluan Hemoragi Post Partum Terbaru 2021"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel